Perspektif

Tiga Arah Studi Islam di Perguruan Tinggi

3 Mins read

Secara garis besar dan singkat saja, ada tiga arah studi Islam di perguruan tinggi di Timur Tengah, kampus-kampus di Barat, dan kampus-kampus di Indonesia.

Studi Islam di Timur Tengah

Pendekatan studi Islam (dirasah Islamiyyah) di Timur Tengah, berbasis madrasah, cenderung bertujuan normatif, doktrinal, berdasarkan prinsip-prinsip Islam dalam pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada umat.

Jami’ah Al-Azhar di Kairo, Mesir, menganut Islam Sunni. Menggali dan membangun keragaman dan dinamika tradisi (turath) keilmuan seperti bidang-bidang ushuluddin,termasuk tafsir, hadis, aqidah, falsafah, tasawuf.

Syariah termasuk perbandingan mazhab, pidana, tarbiyah, termasuk pendidikan agama Islam, adab termasuk bahasa dan sastra, tarikh, dan dakwah.

Di Saudi Arabia, seperti Imam Muhammad ibn Saud Islamic University, memiliki jurusan Syariah dan Ushuluddin. Ia bertujuan untuk mengembangkan ilmu dan dakwah Islam di Saudi dan seluruh dunia.

Di Iran, ada kampus-kampus berbasis Syiah, seperti di Tehran dan Qum. Kampus tersebut menggali dan mengembangkan tradisi Syiah di Iran dan seluruh dunia.

Fokus utama studi Islam di kampus-kampus ini ialah belajar dan mengkaji “bagaimana seharusnya Islam diyakini, dipahami, dan dipraktekkan?”

Baca juga: Kampus Islam: Bukan Ajang Indoktrinasi Tapi Ilmuisasi

Meskipun ada uraian bahasa, sejarah, sosiologis, dan antropologis, pada suatu teks, keyakinan, pemikiran, praktek, atau gerakan Islam tertentu, uraian kontekstual itu digunakan sebagai latar belakang bagaimana norma dan doktrin Islam tertentu seharusnya dipahami dan diterapkan.

Ada pengenalan disiplin dan metode ilmu bahasa, logika, sosial dan humaniora. Seperti filologi, sejarah, antropologi, di beberapa jurusan studi Islam di atas. Tapi orientasi utama bersifat normatif dan penguatan nilai-nilai keagamaan. Tujuan pengembangan Ilmu bersamaan dengan tujuan perluasan dakwah Islam di dunia Arab dan seluruh dunia.

Baca Juga  Constitutional Complaint: Upaya Perlindungan HAM di Indonesia

Studi Islam di Eropa

Pendekatan studi Islam (Islamic Studies) terdapat di negara-negara Eropa, Amerika Utara, dan Australia, khususnya di pusat-pusat bahasa dan kebudayaan Timur. Di jurusan teologi atau divinity,jurusan studi agama-agama, pada umumnya lebih bersifat historis, kontekstual, non-normatif.

Tidak bertujuan pada penguatan keimanan tertentu. Karena para sarjana dan mahasiswa memiliki keimanan dan orientasi hidup masing-masing. Pendekatan studi Islam di kampus-kampus Barat ini berorientasi pada “bagaimana keimanan dan praktek Muslim terjadi dan berkembang seperti apa adanya”.

Keyakinan dan praktek dapat dilihat dan dikaji dalam keragamannya. Karena Islam begitu majemuk, tidak hanya Islam ala Muhammadiyah, tapi juga ala Nahdlatul Ulama. Tidak hanya NU, tapi juga Muhammadiyah.

Baca Juga: Tiga Kampus Bertransformasi Menjadi Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Tidak hanya Sunni, tapi juga Syiah, tidak hanya Islam, tapi juga agama-agama lain. Tidak hanya agama tapi juga ketidakberagamaan. Tidak hanya yang dianggap benar atau ortodoks, tapi juga yang marjinal, dianggap sesat, dan dikafirkan orang Islam lainnya.

Studi Islam dan Muslim diletakkan pada konteks yang lebih lama perjalanannya dan lebih luas spektrumnya. Tujuan studi Islam di kampus-kampus ini bukan penguatan doktrin Islam tertentu atau dakwah. Namun tentang pemahaman akan bagaimana keragaman dan perubahan, selain kesatuan dan konsistensi terjadi.

Studi Islam di Indonesia

Konteks Indonesia, di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Universitas Islam Negeri (UIN), awalnya mengambil pendekatan normatif ala Timur Tengah di atas. Seperti tafsir, fikih, falsafah, tasawuf, sastra, dakwah, dan sebagainya. Tetapi berangsur juga memadukan pendekatan normatif di atas dengan metodologi falsafah, llmu sosial, dan humaniora.

Selain itu, ada universitas-universitas swasta berbasis ormas seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Ada pula koleg-koleg dan institut keislaman dari sumber keilmuan di Iran. Para dosen di Perguruan Tinggi Agama Islam ini juga berasal dari kampus-kampus di Timur Tengah, sebagian kecil Barat. Sebagian besarnya lulusan kampus-kampus di Indonesia.

Baca Juga  Sudah Saatnya Tanah Wakaf Tak Lagi Dibangun Masjid!

Perguruan tinggi agama Islam baik negeri maupun swasta ini, berusaha memposisikan diri di antara kedua orientasi studi Islam di atas: antara lembaga dakwah/normatif dan ilmiah/historis/sosiologis/antropologis.

Antara visi dan misi lembaga konfesional dan non-konfesional, antara orientasi memahami “apa yang seharusnya” dan “apa adanya”. Ada dosen dan sarjana yang cenderung salah satu orientasi di atas . Juga ada yang berusaha memadukannya, seperti terlihat dalam pengajaran, kajian dan publikasi masing-masing.

Di Indonesia, pendekatan historis, antropologis, dan komparatif mazhab fiqh, komparatif mazhab kalam, dan komparatif agama-agama, juga berkembang, selain di beberapa jurusan. Juga di kampus-kampus umum, khususnya Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta dan kampus-kampus swasta.

Ada upaya integrasi pendekatan, berikut teori-teori dan metode yang inter-disipliner. Melahirkan kajian-kajian yang bisa berinteraksi dan berdialog dengan kampus-kampus di barat, timur, dan lain-lain di dalam dan luar negeri.

Masa Depan Studi Islam

Ada usaha-usaha interaksi dan dialog antar berbagai sumber keilmuan dan keagamaan. Dengan program-program kerjasama, kunjungan riset dan mengajar, baik ke Timur Tengah dan Barat, dan ke kampus-kampus Asia lainnya di Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, India, Pakistan, dan lain-lainnya.

Perlu diakui dan disadari adanya perbedaan orientasi dan metodologi studi Islam di atas, dan perbedaan ini memiliki dampak keilmuan, keagamaan, sosiokultural, dan politik juga. Perbedaan-perbedaan itu juga disebabkan faktor sejarah, budaya, sosiopolitik, kondisi ekonomi masing-masing negara dan wilayah peradaban.

Perkembangan teknologi komunikasi dan internet mempengaruhi lalu lintas berbagai tradisi keilmuan. Baik positif (semakin membuka diri) maupun negatif (semakin menutup diri). Akses terhadap buku juga makin mudah.

Meskipun akses terhadap metodologi dan pengalaman belajar dan mengajar studi Islam yang berbeda-beda tidak semudah itu.

Baca Juga  Racism Has No Place in a Civilized Society

Masa depan studi Islam tergantung pada sejauh mana interaksi dan kerjasama antar berbagai sumber dan orientasi keilmuan. Serta sejauh mana inovasi-inovasi perbaikan dan terobosan mendapat penghargaan dan dukungan di kalangan pengambil keputusan dan sivitas perguruan tinggi di Indonesia.

Tiga Arah Studi Islam di perguruan tinggi di atas seyogyanya kita ketahui supaya memahami karakter studi masing-masing sisi.

15 posts

About author
Associate Professor, Jurusan Kajian Agama, Direktur Program Studi Timur Tengah dan Islam, University of California, Riverside.
Articles
Related posts
Perspektif

Yang Terlupakan dari Kasus Korupsi Harvey Moeis

4 Mins read
Di tengah gemparnya kasus mega korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah, kita menyaksikan sebuah fenomena yang cukup memprihatinkan. Meskipun peristiwa ini…
Perspektif

Mukjizat Nabi Musa dan Nabi Muhammad, Kenapa Berbeda?

3 Mins read
Setiap Nabi atau Rasul utusan Allah Swt pasti dibekali dengan mukjizat. Kata mukjizat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai, “kejadian Ajaib…
Perspektif

Ilusi Penanganan Kasus Perdagangan Orang di Indonesia

4 Mins read
“Semua negara terkena dampak perdagangan manusia,” Ujar Rebeca Miller, Koordinator Regional UNODC untuk Perdagangan Manusia dan Penyelendupan Migran pada tahun 2023 silam….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds