Perspektif

Rumah Belajar: Platform Pembelajaran Milenial

3 Mins read

Oleh Nafik Muthohirin

Ketika masih duduk di bangku SD/SMP/SMA, pelajaran yangpaling menakutkan adalah Matematika. Bagi saya, ia adalah momok.Setiap soal yang diberikan guru di kelas senantiasa membuat tangan dan kening saya berkeringat dingin. Saya pun beranggapan setiap guru yang mengajar pelajaran ini tak ubahnya white walkers (pasukan orang mati) dalam serialGame of Thrones. Kehadirannya benar-benar mengintimidasi dan menakutkan.

Itu adalah cerita saya di zaman lampau, yang terjadi sekitar 15 atau 17 tahun lalu. Saat itu, model, sumber dan metode pembelajaran masih konvensional. Segalanya masih terpusat kepada guru, sementara peserta didik tinggal diberi tugas dan diminta mengerjakannya sampai tuntas. Urusan proses, ada cara instan yang dibebankan melalui bimbingan belajar di luar sekolah.

Tidak ada model pembelajaran partisipasoris, sharing dan dialog yang menitikberatkan kepada kemampuan dan keterampilan peserta didik. Ironisnya, hal yang sama juga hampir terjadi pada seluruh mata pelajaran. Hanya beberapa guru yang mulai sadar terhadap beragam metode dan penggunaan sumber pembelajaran baru, meski masih sangat terbatas.

Tak pelak, produk pendidikan yang demikian, menghasilkan peserta didik yang tidak cukup memiliki keterampilan, penguasaan materi yang mendalam, bahkan putus di tengah jalan akibat kelelahan belajar. Selain itu, bakat-bakat lain di luar kompetensi akademik juga tak tersentuh.

Platform Rumah Belajar

Potret pendidikan kontemporer tentu berbeda dengan era lama. Revolusi industri 4.0 menuntut dunia pendidikan bertransformasi. Perubahan harus terjadi pada segala aspek, khususnya dalam penggunaan metode dan sumber-sumber pembelajaran yang hendaknya terkoneksi dengan media dalam jaringan (daring). Tanpa ada perubahan yang mendasar pada aspek ini, patut diucapkan selamat tinggal dan tunggu saja kehancurannya!

Urgensi transformasi ini ternyata mendapat perhatian penuh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dalam beberapa tahun terakhir, Kemendikbud gencar mendorong sekolah-sekolah untuk berbenah dan melakukan digitalisasi pendidikan. Hal yang paling sederhana yang bisa diimplementasikan segera oleh para pemangku sekolah adalah pembelajaran on line.

Dalam hal ini, penulis katakan bahwa pembelajaran on line menjadi bagian transformasi yang sederhana karena berbagai platform yang mendukung atas terselenggaranya proses belajar-mengajar melalui daring telah banyak tersedia secara gratis. Apalagi, Kemendikbud sendiri telah menyosialisasikan “Rumah Belajar” sebagai platform resmi dan gratis supaya bisa diakses dan dimanfaatkan dengan baik oleh guru, peserta didik dan seluruh stakeholder pendidikan di Indonesia.

Baca Juga  Menjadi Peneliti di Tengah Konservatisme Agama

Hampir dalam setiap kesempatan belakangan ini, Mendikbud Muhadjir Effendy selalu mendorong para guru untuk memanfaatkan Rumah Belajar sebagai sumber pembelajaran. Platform ini bisa dilakukan di dalam maupun di luar kelas. Dia menjelaskan, Rumah Belajar bisa menjadi ruang alternatif dalam berkomunikasi, sharing dan berdialog antara guru dengan peserta didik. Bagi peserta didik yang memiliki kesulitan menangkap pelajaran di kelas, guru bisa memberikan cara alternatif dengan membagikan berbagai video tutorial belajar yang telah tersedia.

Rumah Belajar menyediakan video tutorial belajar seluruh mata pelajaran sekolah. Soal-soal latihan juga disediakan. Di dalamnya juga menampilkan para guru milenial yang memberikan cara-cara alternatif dalam belajar. Berbagai strategi mengerjalan soal dan linkuntuk sumber-sumber rujukan belajar juga diberikan. Kata Muhadjir, hal ini dalam rangka memudahkan pemahaman peserta didik dan mendorong kemajuan pendidikan di dalam negeri.

Meminimalisir Berita Sampah

Selain itu, lanjut Muhadjir, platform ini juga dibuat untuk tujuan meminimalisir berita sampah dan berbagai informasi bodong yang banyak beredar di media sosial, serta menjadi konsumsi para generasi milenial yang kebanyakan di dominasi usia peserta didik. Jika kondisi ini terus dibiarkan, ini akan memperburuk kualitas berpikir generasi masa depan Indonesia.

Karakter generasi milenial adalah terhubung dengan media daring, sehingga mau tidak mau tempat berselancar mereka di dunia maya harus cepat diselematkan. Pesan Muhadjir kepada para guru sebagai penjaga gawang pendidikan nasional supaya menguasai keterampilan dalam penggunaan teknologi dan informasi. Hal ini penting kaitannya dalam penggunaan sumber-sumber dan metode pembelajaran yang inovatif, kreatif dan tentunya relevan bagi generasi milenial sekarang.

Andai, dahulu ketika saya duduk di bangku sekolah itu sudah ada media sosial yang menawarkan berbagai tutorial untuk mengerjakan soal-soal Matematika yang sulit, mungkin kondisinya dapat berbeda. Bisa saja saya akan lebih bisa mengerjakan soal-soal trigonometri, pengakaran, bilangan berpangkat, dan lainnya. Jadi kalau saya takut dengan “wild walkers”, saya bisa belajar sendiri di rumah atau di halaman sekolah. Terima kasih Pak Muhadjir.

Baca Juga  Kadang Islam Perlu Menjadi Oposisi Penguasa
*Pegiat di Pusat Studi Agama dan Multikulturalisme (PUSAM), Locus Perdamaian Indonesia. Sejak Februari 2017, menjadi inisiator berdirinya Youth Leaders Peace Camp.
Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *