Oleh: Djarnawi Hadikusuma
Kemenangan Jepang atas Rusia di Port Arthur telah merupakan titik tolak kebangkitan bangsa Asia pada umumnya. Di samping itu juga merupakan halilintar yang mengejutkan bangsa kulit putih yang selama beberapa abad menguasai serta unggul dalam segala lapangan.
Presiden Roosevelt mendamaikan kedua negara itu dan perjanjian yang menguntungkan Jepang ditandatangani di Portsmouth. Dalam perjanjian itu ditentukan Jepang mendapat semenanjung Liau-tung dengan Port Arthur sebagai Bandarnya dan pulau Sachalin Selatan ditambah dengan Korea menjadi wilayah protektorat Jepang.
Kemenangan Jepang ini sangat mencemaskan kaum imperalis Barat yang menjajah Asia. Terutama imperialis Inggris yang menguasai Asia Tengah dan India serta imperialis Belanda yang menjajah Indonesia. Pengaruh pembaruan Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh bertambah meluas dan mengalir ke Indonesia.
Boedi Oetomo
Semangat nasionalisme mulai tumbuh dan berkembang yang memang secara diam-diam telah dimiliki oleh para terpelajar Indonesia dan para santri, sekalipun bentuk keduanya berlainan. Beberapa orang ulama yang telah membaca buah pikiran serta riwayat perjuangan Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridla, telah mengerti apa maksudnya dan telah tergerak hatinya untuk berbuat.
Maka pada tanggal 20 Mei 1908, seorang dokter di Yogyakarta bernama Wahidin Sudirohusodo mendirikan perkumpulan bernama ”Boedi Oetomo” dengan tujuan mengarahkan semangat nasional bangsa Indonesia kepada perbaikan nasib. Perkumpulan ini bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, dan kebudayaan.
Inilah mula pertama bangsa Indonesia membentuk organisasi. Anggota perkumpulan ini kebanyakan terdiri dari pegawai-pegawai pemerintah yang telah tumbuh kesadaran nasionalnya serta bersedia bekerja memperbaiki penghidupan rakyat, pendidikan, dan tingkat sosialnya.
Sarekat Dagang Islam
Pada tahun 1911, di Surakarta, Mas Haji Samanhudimendirikan perkumpulan Sarekat Dagang Islam yang anggotanya terdiri dari pengusaha-pengusaha batik. Perkumpulan ini bertujuan membela kepentingan pengusaha nasional bidang pembatikan terhadap tekanan politik perekonomian pemerintah Hindia Belanda.
Selain itu, perkumpulan ini juga membela kepentingan pengusaha nasional terhadap tindasan pedagang Tionghoa yang mendapat hak monopoli atas perdagangan bahan baku pembatikan. Pedagang Tionghoa kemudian mengkonsolidasikan diri, maka terjadi bentrokan-bentrokan yang berakibat dilarangnya organisasi itu oleh Residen Surakarta.
Maka pada tahun 1912, kedudukannya dipindahkan ke Surabaya serta berubah menjadi partai politik dengan nama Sarekat Islam (SI) di bawah pimpinan Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Anggota perkumpulan ini bertambah banyak dan bersifat umum. Tujuannya ialah menentang politik kolonial Belanda, dengan menggunakan dasar Agama Islam.
Muhammadiyah
Sementara itu, di Yogyakarta, pada tahun 1911 itu pula, KH Ahmad Dahlanmendirikan sebuah sekolah agama. Perguruan itu tidak diadakan di surau seperti biasanya madrasah pada waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah gedung dan menggunakan meja dan papan tulis. Gedung yang ditempati sekolah itu ialah gedung ayahnya.
Di samping pelajaran agama yang diberikan dengan cara baru, juga diajarkan huruf latin dan ilmu-ilmu umum seperti berhitung, Ilmu Bumi, Ilmu Tubuh Manusia, dan sebagainya sebagaimana yang diajarkan pada sekolah-sekolah pemerintah. Muridnya hanya terdiri daripada beberapa belas orang anak-anak dan pemuda di kampungnya yang dipimpinnya dengan teliti serta bersungguh-sungguh.
Pada tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 kiai itu dengan dibantu oleh pemuda-pemuda muridnya dan sahabat-sahabatnya mendirikan sebuah perkumpulan dengan nama ”Muhammadiyah.” Tujuannya ialah menghidupkan kembali ajaran Islam yang asli murni serta hidup sepanjang kemauan agama Islam. Dengan kata lain, menerapkan ajaran Islam sebagai way of life dalam kehidupan individu dan masyarakat.
Ketiga perkumpulan tersebut di atas itulah yang diakui sebagai pelopor kebangkitan bangsa Indonesia.
Sumber: Aliran Pembaruan dalam Islam dari Jamaluddin Al-Afghani Sampai KHA Dahlan karya Djarnawi Hadikusuma.
Editor: Arif