Perspektif

Tiga Nilai Spiritual Ziarah Kubur

3 Mins read

Di Indonesia ziarah kubur merupakan bagian yang tak terpisahkan di dalam masyarakat. Dalam masyarakat ziarah kubur sudah menjadi tradisi budaya yang begitu lekat. Kenyataan ini terlihat tatkala menjelang bulan ramadhan atau di akhir bulan ramadhan. Bahkan bagi para pecinta ziarah kubur, aktivitas ziarah memiliki nilai tersendiri yang mampu meningkatkan nilai-nilai religiusitas.

Pengertian dan Makna Ziarah

Ziarah kubur merupakan suatu hal yang sudah ada sejak awal kedatangan Islam. Dilihat dari sisi perjalanan dan perkembangannya, ada catatan menarik yang patut diperhatikan. Bahwa dahulu Rasulullah Saw melarang adanya ziarah kubur bagi umatnya. Hal tersebut dilakukan bukan tanpa alasan, sebab saat itu Rasulullah khawatir akan terjadi kesalahpahaman yang menjerumuskan pada kesyirikan. Dikarenakan kondisi keimanan umat Islam saat itu masih rentan didominasi pola pikir masyarakat Arab yang kental akan kepercayaan selain Allah Swt.

Namun, seiring berjalannya waktu. Ketika keimanan masyarakat sudah kuat. Larangan berziarah kubur akhirnya dihilangkan setelah rasulullah melihat alasannya yang tidak lagi kontekstual. Rasulullah pernah bersabda, “saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah, karena hal itu dapat mengingatkan kamu pada akhirat” (Sunan Turmudzi) ( (Muhtarom, 2021).

Ziyarah atau ziarah berasal dari kata bahasa Arab, secara harfiyah berarti “kunjungan”, sedangkan secara istilah berarti mendatanginya sewaktu-waktu untuk mendoakan dan memohonkan rahmat Tuhan bagi orang-orang yang dikubur di dalamnya. Secara istilah ziarah kubur juga merupakan suatu perbuatan melakukan kunjungan ke tempat yang dianggap keramat atau mulia dengan tujuan berkirim doa (Misno, 2015).

Sedangkan istilah “kuburan” di Indonesia, seringkali disandingkan dengan kata “makam”. Dalam bahasa Arab kata “makam” atau “maqam” berarti tempat, status, atau hirarki. Misalnya, maqam Ibrahim di Makkah tidak dimaksudkan sebagai kuburan Nabi Ibrahim AS. Sementara tempat menyimpan jenazah sendiri dalam bahasa Arab disebut qabr atau kubur atau disebut kuburan. Misalnya, ada istilah qabr hud atau kuburan Nabi Hud di Hadramaut (Anam, 2015).

Baca Juga  Lazismu dan GoPay Gerakkan Zakat Digital untuk Umat

Di Indonesia sendiri, ada perbedaan tentang penyebutan “kuburan” dan “makam”. Jika kuburan sering disebut untuk orang biasa, maka penyebutan makam sering digunakan untuk menyebut orang-orang yang memiliki status sosial tinggi di masyarakat, seperti makam wali, ulama, dan pahlawan.

Nilai-Nilai Spiritual dalam Ziarah

Bagi penikmat atau pencinta ziarah, ziarah kubur bukan sekedar sarana mengunjungi untuk mendoakan seseorang. Melainkan untuk meningkatkan nilai-nilai religi hidup manusia di tengah-tengah laju kehidupan yang semakin kehilangan arah. Ketika orang terpesona pada modernitas yang ditopang oleh rasionalisme, sekularisme, dan pengabaian peran agama, saat itulah spiritualisme menyeruak ke permukaan dengan caranya sendiri.

Ketika dunia modern tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan manusia, terutama kebutuhan spiritual. Maka manusia secara tidak langsung akan mengalami proses dehumanisasi. Dengan menyoroti krisis spiritual yang dialami oleh kebanyakan manusia modern, maka Sayyid Husen Nasr mengajukan tiga alternatif pemecahan problem tersebut. Pertama, penataan sistem logic dalam tradisi berpikir yang mengakui adanya kebenaran abadi. Kedua, merekonstruksi tradisi pemikiran klasik Islam, termasuk di dalamnya khazanah kekayaan spiritual pemikiran timur.

Ketiga, menjadikan sufisme sebagai tawaran alternatif krisis spiritual (Purwadi, 2006). Adapun aktivitas ziarah merupakan bingkai besar tersebut. Hal ini disebabkan, bahwa dalam menjalani kehidupan seringkali manusia berhadapan dengan berbagai masalah yang pelik nan berat. Sehingga seringkali melahirkan kecemasan, kebingungan, ketakutan, serta ketidaktenangan. Sesuatu yang kita kejar mati-matian seperti harta, misalnya. Ternyata telah membuat manusia terkadang kalap, seakan-akan hidup ini ada untuk selamanya.

***

Oleh karena itu, aktivitas ziarah tak lain merupakan salah satu bagian dalam menyelesaikan problem tersebut. Berziarah diyakini dapat menenangkan jiwa, karena di dalamnya terdapat hal-hal yang mendatangkan ketenangan, seperti dzikrullah, dalam bentuk bacaan tahlil, tahmid, dan tasbih. Peziarah biasanya datang dengan membaca ayat suci al-Qur’an termasuk misalnya, ayat kursi, Yassin, serta lantunan shalawat kepada Nabi Saw. Untuk memohon keberkahan agar hidup selalu dalam lindungannya (Quinn, 2019).

Baca Juga  Enam Syarat Agar Kamu Berhasil Menuntut Ilmu

Melalui berziarah setidaknya orang mampu untuk mengingat atau minimal terbangun kesadarannya mengenai kehidupan. Bahwa dalam hidup tidak selamanya selalu tentang materi, betul materi adalah kebutuhan. Tetapi sebagai manusia yang lemah, bisa mengetahui sebuah batas-batas. Karena tidak semua hal dapat diselesaikan dengan rasionalitas, melainkan ada yang melalui jalan kesunyian.

Dengan berziarah setidaknya manusia memperoleh tingkat nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai keikhlasan amaliyah bagi yang berziarah serta orang-orang yang diziarahi. Yang menziarahi mengambil pelajaran mengenai kematian untuk direnungkan, sedangkan bagi orang yang diziarahi di doakan semoga diberi keselamatan, rahmat, serta ampunan dari Allah Swt. Di zaman yang serba modern seperti saat ini, nilai-nilai spiritual, keselamatan, dan keberkahan merupakan sesuatu yang mahal harganya, di tengah-tengah manusia yang lebih memilih keberlimpahan yang justru menjauhkannya dari nilai-nilai religi.

Daftar Referensi

Anam, K. (2015). Tradisi Ziarah: Antara Spiritualitas, Dakwah, dan Pariwisata. Jurnal Bimas Islam Vo.8. No II , 391.

Misno, A. (2015). Barakah Ziarah (Etnografi Kuburan di Bumi Parahyangan). Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

Muhtarom, I. (2021, April 12). Ziarah Kubur, Tradisi yang Pernah Dilarang Rasulullah Saw, Ramai Jelang Ramadan. Retrieved from Tempo.co.

Purwadi. (2006). Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual. Jakarta: Penerbit Kompas.

Quinn, G. (2019). Wali Berandal Tanah Jawa. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds