Perspektif

Hasrat Membangun Masjid itu Tidak Selalu Baik

3 Mins read

Masjid merupakan salah satu tempat bagi seorang muslim/muslimah untuk melaksanakan salah satu rukun Islam, yakni shalat. Baik secara individu maupun berjamaah. Tak hanya shalat, masjid juga biasanya digunakan untuk kegiatan keagamaan seperti mengaji atau mengajar.

Di zaman Rasulullah Saw, masjid bahkan menjadi tempat untuk mendiskusikan dan menyelesaikan persoalan umat. Jadi, masjid tak hanya punya fungsi secara spiritual, tapi juga sosial. Ungkapan “dari masjid, umat bangkit” terdengar sangat pas untuk disematkan kepada tempat itu.

Meski keberadaan masjid punya banyak manfaat untuk umat. Namun, dalam membangun masjid di tengah masyarakat, sejatinya tak boleh merugikan salah satu pihak.

Karena mereka yang merasa dirugikan akibat pembangunan itu, secara tidak langsung akan mencederai dari tujuan mulia sebelumnya (membangun masjid untuk memberi manfaat kepada umat).

Polemik Pembangunan Masjid

Pada November 2022 lalu, kita sempat digegerkan dengan kasus pembangunan Masjid Jami Al-Quddus yang mendapat penolakan dari para orang tua siswa SDN Pondok Cina 1, Kota Depok, Jawa Barat dan para pegiat hak asasi manusia.

Mengapa ditolak? Bukankah seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa kehadiran masjid akan memberi banyak manfaat bagi umat?

Pertama, mereka menolak karena rencana pengalihan fungsi sekolah tersebut sebagai masjid dapat menyusahkan para orang tua siswa. Walaupun sempat diusulkan bahwa kegiatan belajar-mengajar dari sekolah tersebut nantinya bisa bergabung (merger) dengan sekolah yang berada dekat di sana, misalnya SDN Pondok Cina 3 dan 5.

Namun, bagi para orang tua siswa, usulan itu dapat menimbulkan masalah baru, karena jadwal sekolah akan terbagi menjadi pagi dan siang. Sehingga, para orang tua siswa meminta agar dibangunnya sekolah baru jika rencana pembangunan masjid itu ingin tetap berjalan.

Baca Juga  Kuntowijoyo: Masjid Tak Jauh Beda dengan Terminal

Singkat cerita, tak ada kesepakatan (deadlock) antara Dinas Pendidikan setempat, Kepala Sekolah, Camat, dan para orang tua siswa saat proses mediasi yang dilakukan pada akhir Agustus 2022 lalu.

Polemik ini bermula dari laporan masyarakat Depok, khususnya masyarakat yang teridentifikasi dirinya sebagai muslim, yang kesulitan mencari masjid untuk beribadah di Jalan Margonda Raya. Laporan itu diterima oleh Wali Kota Depok, Mohammad Idris.

***

Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil, menindaklanjuti laporan tersebut dengan memerintahkan Mohammad Idris untuk mencari aset berupa tanah di wilayah Margonda. Tapi Idris menyampaikan, tanah di Margonda rata-rata harganya sudah di atas Rp 30 juta, yang berakibat pada tak bisa dibelinya tanah tersebut dengan APBN.

Usai mendengar laporan terkait kondisi di lapangan, Gubenur Jabar Kang Emil (sapaan akrabnya) lalu memerintahkan kembali kepada Idris agar mencari aset lain yakni tanah pemerintah atau negara untuk menuntaskan problem itu. Lalu pilihan tersebut jatuh pada tanah yang ditempati oleh SDN Pondok Cina 1.

Kedua, para pegiat hak asasi manusia berpendapat bahwa sebenarnya, masjid di Jawa Barat sudah banyak. Masjid di Indonesia per Mei 2022 saja berjumlah 290.151, dan paling banyak terdapat di wilayah Jawa Barat, mencapai 59.240 unit.

Data dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama mencatat, kalau jumlah masjid di Kota Depok mencapai 706 bangunan. Lalu musala ada 240 bangunan.

Sementara jumlah sekolah SD di Kota Depok hanya setengah dari jumlah masjid. Untuk di Kecamatan Beji—yang menjadi lokasi penggusuran sekolah tersebut, sebenarnya terdapat 83 masjid dan 17 musala.

Inilah dua masalah mendasar yang kemudian menjadi perdebatan sengit terkait rencana pembangunan masjid tersebut.

Baca Juga  Tiga Cara Memahami Populisme

Kisah Nabi Daud Saat Dikuasai Hasrat Pribadi Membangun Masjid

Saya tak tahu persis, apakah menindaklanjuti laporan dari masyarakat Depok tersebut, yang mengatakan bahwa mereka kesulitan mencari masjid untuk beribadah di Jalan Margonda Raya benar-benar dirasa urgent atau tidak. Bahkan, apakah pembangunan itu memang mereka lakukan dengan hati yang tulus atau punya maksud tersembunyi.

Namun, satu hal yang pasti, polemik pembangunan masjid ini jika kita tarik pada sejarah hidup Nabi Daud, yang saat itu dikisahkan pernah mendapat perintah dari Allah untuk membangun masjid namun sebenarnya tidak, sekilas ada beberapa hal yang mungkin saling beririsan, yaitu hasrat pribadi yang tersembunyi dalam membangun masjid.

Mengutip buku As Rosyid yang berjudul Melawan Nafsu Merusak Bumi: Prinsip Etika Lingkungan Hidup Islami (2022), dikisahkan bahwa Nabi Daud saat masih hidup pernah diminta oleh Allah agar membuat sebuah tempat yang di dalamnya terdapat orang-orang yang senantiasa berzikir dan menyebut asma-Nya.

Nabi Daud kemudian menafsirkan perintah itu dengan merencanakan pembangunan masjid yang luas dan megah. Namun sayang, rencananya itu terhalang karena ada seorang anak yatim yang menolak rumahnya akan digusur.

Sementara Nabi Daud bersikukuh pada rencana pembangunan itu, yang menurutnya merupakan perintah langsung dari Allah. Perintah yang harus dijalankan segera. Akan tetapi, Allah justru menegur Nabi Daud dan berkata, bahwa Dia tak pernah meminta dibangunkan masjid yang luas dan megah. Dan ternyata, pembangunan masjid itu hanyalah hasrat yang tersembunyi dalam diri Nabi Daud belaka.

Ada pesan tersirat dalam kisah Nabi Daud ini, yakni kode etik sebagai penguasa. Bahwa sebagai penguasa, seharusnya ia mampu untuk senantiasa menahan diri dari menggunakan kekuasaannya untuk memaksakan sebuah proyek pembangunan. Bahkan bila pembangunan itu dilakukan setulus hati demi kepentingan ibadah. Karena sebagai penguasa, ia harus mempertimbangkan betul-betul: mereka yang terdampak dari adanya pembangunan itu. Wallahualam.

Editor: Yahya FR

Aan Afriangga
2 posts

About author
Sarjana Ilmu Komunikasinya (S.I.Kom), Konsentrasi Jurnalistik, Universitas Mpu Tantular, Jakarta. Berminat pada kajian-kajian seputar media, agama, budaya, sejarah, antropologi, ekonomi gig, lingkungan, serta HAM.
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *