Sebelum berhaji, seorang didoakan supaya meraih haji mabrur. Dalam bahasa Arab, mabrūr berasal dari kata barr-a, berbuat baik. Dari kata barra ini kita bisa mendapatkan kata birr-un, al-birru yang makna kebaikan. Jadi, al-hajj al-mabrûr artinya haji sebagai ibadah yang diterima Allah Swt kemudian menjadikan seorang hamba mendapatkan kebaikan atau menjadi baik.
Sepulang haji biasanya ada ritual yang bermacam-macam di masyarakat muslim Indonesia.
Tiga Ritual Sepulang Haji
Setidaknya ada tiga ritual yang dianjurkan untuk dilakukan oleh jamaah ketika tiba di kampung halaman:
1. Shalat Qudum
Sepulang haji, seorang dianjurkan mengerjakan shalat sunnah dua rakaat di masjid terdekat. Jika shalat sunnah sebelum perjalanan disebut shalat safar, maka shalat qudum dikerjakan sepulanya.
Anjuran shalat qudum ada dalam hadis riwayat Bukhari dari Ka’ab bin Malik: Nabi Muhammad Saw dahulu ketika baru tiba dari safar, beliau masuk ke masjid kemudian mengerjakan shalat dua rakaat di dalamnya, setelah itu beliau duduk berbincang-bincang bersama masyarakat (HR. Bukhari).
2. Naqi’ah
Untuk menyambut jamaah haji, keluarga hendaklah mengadakan walimah: naqi’ah. Dalam kitab Asna Al-Mathalib (h.407), dikatakan naqi‘ah berasal dari naqa’ yang artinya debu, penyembelihan, atau pemotongan. Naqi‘ah itu hidangan acara penyambutan, bisa disediakan oleh tamu atau tuan rumah.
Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ syarah Muhadzab (4/400) menjelaskan hukum naqi’ah adalah sunah. Sebab tujuan adalah bersyukur pada Allah atas nikmat, berupa keselamatan kembali ke tanah air dengan sehat. Hal itu hadis dari Jabir ibn Abdullah: “Sesungguhnya Rasulullah -salallahualaihi wasallam- tatkala kembali ke Madinah, beliau menyembelih unta atau sapi” (HR. Bukhari).
3. Buah Tangan
Sepulang haji, jamaah dianjurkan membawa oleh-oleh untuk keluarga yang ditinggalkannya. Dalam kitab al-Majmu’ (4/398) Imam al-Nawawi menerangkan, salah satu kesunahan seorang yang pulang dari perjalanan jauh, adalah membawa buah tangan (oleh-oleh).
Anjuran itu didasarkan hadis riwayat Aisyah: “Ketika salah seorang kalian kembali dari bepergian, maka hendaknya dia memberikan hadiah pada keluarganya. Hendaknya dia memberikan sesuatu pada mereka meski berupa batu.” (HR. Baihaqi).
Pesan Moral di Balik Ritual
Jika kita berpikir sedikit tentang tiga ritual di atas, sebenarnya ada makna atau pesan moral-etis yang sangat mulia untuk memperkuat karakter haji mabrur.
1. Semakin Bermasyarakat
Sepulang dari haji, seseorang akan menjadi pribadi yang semakin kuat religius, semakin bermasyarakat. Hal itu sebagaimana pesan tersirat dari shalat dua rakaat di masjid (ruang publik), tidak di rumah (ruang privat). Masjid adalah ruang public yang menjadi pertemuan jamaah, ummat atau masyarakat.
Dalam bermasyarakat, seorang selain dermawan juga harus menebarkan kebahagiaan dan perdamaian, bukan perselisihan, apalagi permusuhan.
Hal tersebut ditegaskan dalam Al-Quran: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaikan (al-birr), akan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. al-Baqarah: 177).
Di ayat ini dijelaskan, kebaikan bukan hanya ibadah menghadap kiblat (shalat), tetapi selain beriman juga beramal sosial kemanusiaan.
2. Menebarkan Kebahagiaan dan Perdamaian
Sepulang haji, acara walimah (naqi’ah) oleh keluarga menjadi bentuk persaksian menjadi haji mabrur. Harapannya sepulang haji semakin berperangai baik menebar kebahagiaan dan perdamaian di tengah keluarga dan masyarakat. Hal ini sebagaimana ciri haji mabrur dalam hadis berikut:
“Dari Jabir dia berkata, Rasulullah saw bersabda, ”Tidak ada balasan haji mabrur itu melainkan surga semata”. Para sahabat bertanya ,”Wahai Nabi, apakah haji mabrur itu? Nabi saw menjawab, “Menyediakan makanan dan menebarkan salam (keselamatan, perdamaian) (Ahmad bin Hanbal).
Seorang haji, hendaknya selalu menebarkan damai, kasih sayang dan menjalin silaturahim yang baik dengan keluarga dan seluruh masyarakat di tanah air
3. Semakin Dermawan
Sepulang haji membawa oleh-oleh (buah tangan) adalah simbol supaya kita semakin menjadi orang yang dermawan (murah hati), gemar memberi, alias tidak kikir, apalagi pelit. Tujuannya adalah menyenangkan hati keluarga. Dalam makna lebih luas, keluarga adalah segenap masyarakat di tanah air.
Sepulang haji, semakin banyak memberikan hartanya untuk fakir dan miskin. Hal itu sebagaimana ciri haji mabrur dalam hadis:
Dari Jabir dia berkata, Rasulullah saw bersabda,”Amalan yang utama adalah iman kepada Allah jihad di jalan Allah. Jabir berkata, “Kami bertanya,”apakah haji mabrur itu? Haji mabrur itu adalah menyediakan makanan dan berkata yang baik” (HR. Abu Daud ath-Thayalisi).
Dengan demikian, oleh-oleh, souvenir, atau cendera mata haji bukan hanya jajan, pakaian, atau foto sebagai tanda pernah ke Tanah Suci Makkah, tetapi komitmen menjadi semakin dermawan.
Lebih jauh dari itu, oleh-oleh sejati dengan mempraktekkan pesan moral ihram, tawaf, sai, tahalul, wukuf, lempar jumrah ke dalam kehidupan sehari-hari. Jadi haji mabrur itu diukur dari sikap, akhlak, moral, dan budi pekerti sepanjang hidup sepulang haji.
Editor: Soleh