Tarikh

Tobatnya al-Zamakhsyari dari Paham Mu’tazilah Karena Malam Pertama

2 Mins read

Oleh: M. Mubasysyarum bin Ridwan

Terkadang banyak jalan orang untuk berubah, bahkan seorang ulama besar, bukan melalui perdebatan yang panjang. Bukan juga melalui tulisan-tulisan kritis ataupun bukan melalui ancaman pedang. Contohnya al-Zamakhsyari. Ulama yang terkenal dengan tafsir al-Kasyaf-nya ini, bertaubat dari paham Mu’tazilah, yang mengajarkan bahwa manusia dapat menciptakan perbuatannya sendiri, sebab pengalaman di malam pertama. Aneh, bukan?

Mahmud bin Umar bin Muhammad al-Zamakhsyari (467-538 H) adalah salah satu tokoh ulama, yang dalam fikih, bermazhab Hanafi. Banyak para ulama di zamannya mengakui ketinggian ilmunya. Salah satu karyanya yang fenomenal yaitu “Tafsir al-Kasyaf”. Hingga kini, masih menjadi rujukan dalam disiplin tafsir Al-Qur’an.

Mula-mula, ia menganut paham Mu’tazilah. Bahkan menjadi ikon utama mazhab teologi yang digagas oleh Washil bin Atha’ ini.  Hingga pada akhirnya, ia menanggalkan paham Mu’tazilah untuk kemudian menganut paham assawad al-a’dzam, Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Kisah Pernikahan al-Zamakhsyari

Al-Zamakhsyari, yang kala itu merupakan salah satu tokoh pembesar Mu’tazilah, datang menemui seorang qadhi kota Mekah yang secara teologi menganut mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah untuk melamar putrinya.

Pada mulanya, lamaran al-Zamakhsyari ditolak mentah-mentah oleh Sang qadhi. Namun setelah gadis pujaan al-Zamaksyari mengetahui, ia memohon kepada ayahandanya agar menerima lamaran tersebut. Atas desakan dari putrinya, sang qadhi pun mengabulkan permintaan putrinya dan bersedia menikahkannya dengan al-Zamakhsyari.

Singkat cerita, setelah akad nikah berlangsung, tibalah malam pertama bagi kedua mempelai ini. Sang istri mengatakan kepada suaminya, “duhai suamiku pujaan hatiku, sesungguhnya malam pertama ini adalah salah satu kenikmatan terbesar bagi pasangan suami istri di dunia. Aku harap di malam yang indah ini, engkau melakukannya denganku sebanyak tujuh puluh kali,” Pinta sang istri. Demikian premis pembuka (muqaddimah shughra) sang istri dalam rangka menggiring opini untuk melemahkan paham teologi suaminya.

Baca Juga  Kisah Isolasi Para Ashabul Kahfi

Al-Zamakhsyari merasa keberatan dengan permintaan istrinya tersebut. Ia menilai permintaan istrinya ini sungguh terlampau berat. Ia pun menyatakan ketidaksanggupannya melayani istrinya berhubungan intim sebanyak itu. Hampir tidak ditemukan laki-laki seperkasa apapun yang mampu melakukan hubungan pasangan suami istri sebanyak permintaan istrinya yang tak wajar tersebut.

Al-Zamakhsyari Bertobat dari Paham Muk’azilah

Mengetahui reaksi suaminya yang tampak kewalahan, sang istri justru kembali menyerang suaminya dengan pertanyaan yang semakin memojokkan mazhab teologi yang dianut sang suami.

“Bukankah engkau mengatakan bahwa manusia mampu menciptakan perbuatannya sendiri? Sekarang aku beri dua pilihan. Kita bercinta sebanyak tujuh puluh kali atau engkau cabut dan bertaubat atas pendapatmu itu!”, desak sang istri.

“ Iya, Aku akan bertaubat dari pendapatku itu!” ujar al-Zamakhsyari menyerah.

Sejak saat itu, al-Zamakhsyari bertobat dari mazhab Mu’tazilah untuk kemudian memeluk paham Ahlussunnah Wal Jamaah. Beberapa saat kemudian, istri al-Zamakhsyari mempersaksikan di hadapan keluarganya bahwa suaminya telah keluar dari paham Mu’tazilah. Istri al-Zamakhsyari telah berhasil mengelabui suaminya dan membuatnya tidak berkutik. Seorang istri yang cerdas yang mampu mematahkan argumentasi dan paham teologi suaminya.

Sebagaimana diketahui,dalam kajian teologi, bahwa menurut Mu’tazilah, manusia mampu menciptakan aktivitasnya sendiri yang bersifat ikhtiyariyyah (diusahakan). Berbeda dengan Ahlussunnah wal Jamaah yang menyatakan bahwa perbuatan hamba, baik yang bersifat ikhtiyariyyah ataupun idltirariyyah (tidak disengaja), adalah ciptaan Allah, bukan ciptaan hamba.

Dialog al-Zamakhsyari dengan istrinya di atas merupakan salah satu bukti keterbatasan seorang manusia. Ia tidak punya daya sedikitpun untuk menciptakan perbuatannya. Baik dan buruknya perbuatan manusia pada hakikatnya Allah yang menciptakan. Meski manusia juga diwajibkan untuk ikhtiyar.

.

Selanjutnya, klik di sini

.

Editor: Yahya FR

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *