Tafsir

Toleransi Beragama dalam Membangun Keutuhan NKRI

3 Mins read

Toleransi adalah warisan yang sudah diturunkan secara turun temurun kepada bangsa kita, karena tidak bisa dipungkiri, Indonesia adalah negara yang begitu majemuk baik dari segi kekayaan alam, suku bangsa, bahasa, dan agama. Keberagaman yang dititiskan dan yang sudah ditakdirkan Allah SWT kepada kita merupakan sebuah bentuk nyata dalam penerapan firman Allah SWT pada QS. Al-Hujurat:

  يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ 

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Dalam Tafsir Al-Wajiz/Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fikih dan tafsir dari Suriah mengatakan :

“Ketahuilah wahai orang-orang yang beriman bahwasanya aku (kata Allah), menciptakan kalian dari bapak yang satu yaitu Adam dan dari ibu yang satu yaitu Hawa, maka tidak ada pengutamaan satu sama lain diantara kalian dalam urusan nasab atau rupa atau fisik, dan Allah menjadikan kalian bersuku-suku dan berkabilah-kabilah, maka sebagian dari kamu mengetahui atas sebagian yang lain atas keutamaan (kalian), dan kalian mengetahui nasabnya untuk menyambungkan nasab di antara kalian serta untuk saling tolong menolong di atas kebaikan dan ketakwaan. Dan dapat dipahami atas hal ini bahwasanya Allah menjadikan kalian suku-suku dan berkabilah-kabilah agar dapat saling mengenal, dan tidak untuk saling meninggalkan atau saling berbangga diri satu sama lain. Kemudian Allah menjelaskan bahwasanya manusia yang mulia dan terhormat serta tinggi derajatnya di sisi Allah mereka adalah orang-orang yang bertakwa dan diampuni. Sungguh Allah mengetahui keadaan kalian dan mengetahui orang-orang yang bertakwa di antara kalian dan yang terbaik di antara kalian.”

***

Indah sekali firman Allah SWT yang termaktub dalam QS. Al-Hujarat ayat ke 13 itu. Maka dari firman tersebut, manusia bisa memahami pesan yang disampaikan oleh Rabbnya dalam berbangsa dan bernegara. Jika dikaitkan dengan keadaan kita di Indonesia, tentu saja kita sangat bisa memaksimalkan pengamalan ayat tersebut. Namun tentunya, ada batas-batas tertentu dalam saling toleransi beragama itu sendiri.

Baca Juga  Memanah, Renang, dan Berkuda: Bukan Sunnah

Sebuah Kisah

Saya sebagai penulis, sedikit flashback kepada kejadian beberapa tahun yang lalu dalam kehidupan saya. Dulu di kota Medan, kita sejumlah mahasiswa dan anak-anak SMA dikumpulkan dalam satu acara yang diselanggarakan oleh Pemkot Medan. Di situ, narasumber memberikan sebuah pengertian dan makna toleransi yang begitu bagus sekali. Beliau sempat bertanya kepada salah seoarang siswi perempuan yang beragama Nasrani. “Menurut kamu, orang Islam masuk neraka nggak?” Siswi tersebut seperti malu-malu dan ragu untuk memberikan jawaban. Kemudian, narasumber yang saya lupa nama beliau,  mangatakan kepada siswi Nasrani tadi, ”Kalau memang ajaran agama kamu mengatakan bahwa selain pemeluk agamamu kelak masuk neraka, maka katakan saja.

Itu artinya kamu beriman dengan baik kepada ajaran agamamu dan kamu tidak perlu takut kalau orang Islam atau orang di luar agama Nansrani yang lain merasa sakit hati dengan keyakinan agama kamu karena mereka tidak meyakini apa yang kamu yakini. Jadi, sekuat apapun doktrin keyakinan agama Nasrani di hatimu, maka itu tidak jadi masalah dengan orang Islam dan orang di luar Nasrani lainnya. Karena mereka tidak meyakini apa yang kamu yakini.

Kemudian, beliau melanjutkan bahwa sama halnya ketika orang Islam mengatakan makan babi haram dan memilih pemimpin kafir akan kekal di neraka. Itu konsep tauhid orang Islam dan mereka percaya itu. Tapi bagi yang Nasrani dan non-Muslim lainnya, kalian tidak perlu marah karena kalian tidak yakin dengan konsep Islam, kalian meyakini bahwa di agama kalian pasti kalian masuk surga. Karena pada prinsipnya kita akan masuk surga sesuai keyakinan agama kita dan kita akan masuk neraka sesuai keyakinan agama di luar kita.  Dari kisah ini sangat jelas, kita bisa menikmati momen untuk saling bisa memahami tentang konsep ajaran agama kita masing-masing.

Baca Juga  Hermeneutik dalam Menafsirkan Al-Qur'an

Mencari Titik Temu

Lalu, kapan kita bisa bersatu dengan agama-agama yang ada di Indonesia. Tentu kita bisa bersatu kita dalam hal kemanusian, saling berbuat baik kepada sesama tanpa melihat suku dan agama masing, saling bahu membahu membela NKRI ketika pertandingan olahraga, dan masih banyak lagi hal-hal yang bersifat umum yang bisa kita kerjakan secara bersama sama.

Pada prinsipnya, dalam hal-hal kemanusian, pasti setiap agama mengajarkan kebaikan dan kita bisa saling melengkapi dalam hal itu. Namun, ketika kita sudah memasuki ranah akidah  masing-masing, maka kita tidak perlu saling mengomentari atau saling mengurusi masalah ibadah agama yang bukan kita anut.

Kalau kita melewati batas-batas itu, maka kita sudah mencederai makna toleransi  tersebut. Kita tidak perlu saling melakukan perayaan agama secara bersama sama kecuali dalam agama tersebut memang diperbolehkan.

Sebagai contoh, kita orang-orang Islam dilarang mengikuti berbagai perayaan agama lain,  maka orang-orang di luar Islam harus bisa memahami itu sebagaimana orang-orang di luar Islam bisa memahami kalau dalam Islam makan babi adalah haram. Di antara kita, tentu bisa saling berdiskusi dengan beberapa orang yang saling sepakat untuk melakukan pembelajaran perbandingan agama. Maka, sah-sah saja kita saling memberikan pertanyaan seperti; kenapa orang Islam harus shalat 5 waktu?, kenapa kristen menganut trinitas?, kenapa kalian orang hindu ketika meninggal jenazahnya dibakar?, dan seterusnya. Hal-hal seperti ini tentu bisa kita bahas dalam meja diskusi.

Kesimpulannya, toleransi dalam bergama itu harus dilakukan dengan mengingat pada batasan-batasan ajaran agama masing-masing  dan kita harus fokus bahu membahu dalam menjaga Indonesia dari segala macam upaya perpecahan karena kita bangsa yang besar yang harus bisa saling menghormati satu sama lain.

Baca Juga  Teori Hudud dalam Penafsiran Alquran
Editor: Yahya FR
Related posts
Tafsir

Apakah Allah Bisa Tertawa?

4 Mins read
Sebagaimana menangis, tawa juga merupakan fitrah bagi manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Najm [53]: 43 mengenai kehendak-Nya menjadikan…
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds