Prof William Montogomery Watt dalam karyanya, Muslim-Christian Encounters, William Montogomery Watt menyebutkan Kristen pada masa Nabi Muhammad Saw, adalah Kristen dari golongan Nestorian dan Monofisit.
Seorang ahli teologi, Hans Kung menyatakan Kristen yang paling baik yang dikenal masyarakat Mekah di masa itu adalah kelompok-kelompok kecil umat Kristen dari latar belakang Yahudi.
Kelompok-kelompok ini tetap mengaku Yesus sebagai juru selamat namun bukan sebagai Tuhan. Orang Kristen Arab ini hanya memiliki pengetahuan yang amat sedikit tentang agamanya sendiri.
Ada pula sebagian umat Kristen Byzantine di Mekah dari waktu ke waktu adalah para ahli pertukangan. Jadi, masyarakat di Mekah mengetahui adanya agama Yahudi dan Kristen, namun informasi yang akurat tentang kedua agama ini hanya sedikit sekali dan kurang memadai.
Dasar-Dasar yang Sederhana dalam Agama Islam dan Kristen
Muhammad Husein Haekal dalam Hayatu Muhammad menyebutkan pada waktu itu, orang Arab terutama penduduk Mekah, mengikuti berita-berita perang antara Persia yang beragama Majusi dan Romawi yang beragama Kristen.
Orang Kafir Mekah bergembira sekali melihat kekalahan kaum Kristen sebab kaum Kristen juga ahli kitab seperti Muslimin.
Sebaliknya, pihak Muslimin merasa sedih sekali karena pihak Rumawi juga ahli kitab, seperti mereka.
Muhammad Saw dan sahabat-sahabatnya tidak mengharapkan kemenangan pihak Majusi dalam melawan Kristen. Perselisihan kaum Muslimin dan kaum kafir di Mekah ini sampai menimbulkan sikap saling berbantah dari kedua belah pihak.
Kemudian, turun wahyu kepada Nabi dalam QS. Ar-Rum ayat 1-6: (1), Alif Lam Mim, (2), Bangsa Romawi telah dikalahkan, (3) di negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang, (4) dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan setelah (mereka menang). Dan pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, (5) karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dia Mahaperkasa, Maha Penyayang, (6) (Itulah) janji Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
***
Benar sekali, tahun 625 M, Romawi menang melawan Persia. Syam direbutnya kembali dan Salib besar dapat diambil lagi. Besar sekali kegembiraan kaum Muslimin atas kemenangan Romawi dan kaum Nasrani itu.
Husein Haekal menyatakan, hubungan persaudaraan antara mereka yang menjadi pengikut Muhammad Saw dengan mereka yang percaya pada Isa, selama hidup Nabi, sangat baik, mesikipun antara keduanya sering terjadi perdebatan.
Tetapi tidak demikian halnya kaum Muslimin dengan pihak Yahudi yang pada mulanya bersikap Yahudi yang pada mulanya bersikap damai, lambat laun berubah menjadi permusuhan dan membawa akibat keluarnya masyarakat Yahudi dari seluruh jazirah Arab.
M Husein Haekal menyatakan, kemudian kita melihat kedua agama ini mempunyai konsep tentang hidup dan ahlak yang dapat dapat dikatakan sama.
Akan kita lihat dalam Al-Qur’an yang telah menyebutkan Isa dan Maryam dengan penghormatan serta penghargaan dari Allah sehingga kita pun karenannya turut bersimpati pula, terbawa oleh rasa persaudaraan.
Perdebatan Nabi Muhammad Saw dengan Kaum Kristen (Nasrani)
Pada masa Nabi Muhammad Saw, perbedaan hebat antara Nasrani dan Islam hanya berdebat dengan menggunakan Al-Qur’an. Masyarakat Nasrani di semenanjung Arab khususnya dari Najran mengajak Nabi Muhammad Saw berdebat. Nabi mendengarkan semua tanggapan mereka itu dan mengajaknya berdiskusi dengan cara yang lebih baik.
Pada suatu hari Nabi Muhammad diberitahu akan datangnya delegasi umat Nasrani Najran. Rombongan itu diperkirakan berjumlah enam puluh orang.
Mereka sengaja ingin menemui Nabi Muhammad Saw untuk mengajak diskusi tentang persoalan-persoalan teologi (ketuhanan). Ketika utusan kaum Nasrani Najran tiba, Nabi mempersilakan mereka turun di Masjid Nabawi.
Manakala waktu ibadah mereka tiba, para delegasi itu meminta izin Nabi untuk beribadah di Masjid Nabawi. Para sahabat bekeberatan dengan permintaan mereka itu.
Dalam pikiran mereka, orang-orang kafir itu tidak patut melakukan kegiatan ibadah keagamaan di Masjid Nabawi. Tetapi Nabi Muhammad Saw justru mengizinkan. Beliau membiarkan mereka beribadah di Masjid Nabawi. Mereka kemudian beribadah di sana.
Usai kebaktian, mereka mengajak Nabi berdiskusi. Nabi menyambut mereka dan mempersilakan Masjid Nabawi sebagai tempat diskusi. Beliau menerima ajakan itu dengan lapang dan dan pikiran terbuka. Beliau menanggapi pertanyaan-pertanyaan dan kritik-kritik mereka dengan cara yang paling santun.
Meskipun dalam perdebatan itu mereka kemudian kalah, beliau tidak memaksa mereka masuk Islam, tetapi memberikan mereka kebebasan untuk memilih. Manakala mereka tiba kembali ke negerinya, sebagian di antara mereka masuk Islam (Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, II/158; Wahidi dalam Asbab al-Nuzul, dan al-Rahiq al-Makhtum).
Surat Perjanjian Nabi Muhammad Saw terhadap Kristen Hingga Akhir Zaman
Prof. Muhammad Quraish Shihab menyampaikan tentang surat perjanjian Nabi Muhammad Saw terhadap Kristen. Dalam manuskrip itu dinyatakan bahwa, semua penganut agama Nasrani di seluruh dunia berada dalam perlindungan Allah dan pembelaan Muhammad Rasulullah.
“Demikian janji Rasulullah Muhammad Saw (diriwayatkan antara antara lain oleh Abu Daud, dan dikutip dengan berbagai riwayat oleh Abi Yusuf dalam bukunya “al-Kharaj”, Ibnu Al-Qayyim dalam “Zad al-Ma’ad).
Sebagai kepala negara, Nabi Muhammad Saw melindungi kaum Kristen. Nabi dan kaum Muslimin berperang dengan mereka jika mereka terlebih dahulu memerangi dan bersikap bermusuhan, kebencian pada kaum Muslimim. Allah berfirman dalam QS. Al-Mumthananh ayat (8):
Artinya: Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
Jadi, tampak jelas bagaimana Nabi Muhammad Saw dan kaum Muslimin memperlakukan orang Kristen Arab. Adakah agama lain di dunia ini yang lebih toleransi dari agama Islam?
Bahkan Islam adalah pelopor perdamaian antara agama dan bangsa di dunia. Islam memberikan konsep yang lebih besar daripada toleransi yaitu prinsip tasaamuh, al-ikhtimal.