Perspektif

Trilogi Persaudaraan, Kunci Harmonis dalam Keberagaman

3 Mins read

Dunia akan menjadi lebih buruk jika agama mengajarkan para pengikutnya untuk membenci atau menyerang orang-orang beriman yang setia.

Bangsa Indonesia yang Multikultural

Sebuah realitas sosiologis, bahwa bangsa Indonesia terdiri dari masyarakat multikultural yang harus dijunjung tinggi, dihormati, dan dipelihara. Justru dengan mengakui keanekaragaman itulah bangsa Indonesia terbentuk.

Salah satu bentuk keberagaman di Indonesia adalah masalah agama. Indonesia bukan negara sekuler, bukan pula negara agama, tetapi pengakuan agama oleh negara hanya mencakup enam agama, yaitu Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katolik, dan Kong Hu Chu.

Ketika melihat dari sisi kebebasan beragama dalam konstitusi, sebenarnya apa yang ditentukan oleh negara ini bertentangan dengan kebebasan hak warga negara, karena negara memberikan batasan jumlah keyakinan yang harus dianut. Dengan kata lain, agama selain yang ditentukan tersebut tidak boleh tinggal di Indonesia.

Indonesia, secara tipikal merupakan masyarakat yang plural. Pluralitas masyarakat Indonesia tidak saja karena keanekaragaman suku, ras, dan bahasa, tetapi juga dalam agama. Dalam hubungannya dengan agama, beberapa waktu terakhir memberikan kesan yang kuat akan mudahnya agama menjadi alat provokasi dalam menimbulkan ketegangan dan kekerasan, baik intern maupun antarumat beragama.

Penyebab Ketegangan dalam Beragama

Ketegangan dalam beragama antara lain disebabkan karena:

Pertama, umat beragama seringkali bersikap untuk memonopoli kebenaran ajaran agamanya. Sementara, agama lain diberi label tidak benar.

Kedua, umat beragama seringkali bersikap konservatif, merasa benar sendiri (dogmatis), sehingga tidak ada ruang untuk melakukan dialog yang kritis dan bersikap toleran terhadap agama lain.

Dua sikap keagamaan seperti itu membawa implikasi adanya beragama tanpa memedulikan keberagamaan orang lain. Sikap ini juga akan menyebabkan keretakan hubungan antarumat beragama.

Baca Juga  Mengapa Agama Mudah untuk Dipolitisasi?

Hubungan antarumat beragama pada skala nasional, terwakili dengan mereka para tokoh-tokoh agung, pemimpin bangsa dengan segala aktivitasnya. Kehidupan yang beragam dalam aras nasional belum tentu merasa bahagia pada aras lokal.

Hidup bersaudara dengan beragamnya agama, etnis, ras, dan suku di Indonesia memberikan sebuah pelajaran yang amat sangat penting, yakni menciptakan suatu ruang yang dapat difungsikan untuk saling bertukar pikiran dalam membangun dan merawat keharmonisan.

Indikasinya ialah terletak pada insan yang berperan dalam perawatan kehidupan yang majemuk. Karena tatanan yang berada di tingkat negara belum sampai pada tingkat lokal, hal itu memungkinkan adanya daya besar untuk mendayagunakan bahu-bahu setempat untuk bergerak dalam mendakukan diri sebagai dalang keharmonisan.

Sebenarnya, keadaan yang hari ini dipandang biasa akan menimbulkan bercak-bercak sejarah ketika bisa didaulat menjadi lokus perdamaian, semua itu dimulai dari sumber daya manusianya. Perlu ditekan, kenapa? Karena persaudaraan (ukhuwah) pada ranah apapun itu, baik agama, ras, suku, dan etnis, perlu terus terjalin demi kelangsungan hidup dalam keberbedaan dengan penuh keindahan.

Trilogi Persaudaraan

Dalam kubangan sesama umat, kita harus membangun keumatan yang indah, karena itu akan membangun konsep hidup beragama. Ukhuwah tersebut bisa disebut dengan ukhuwah islamiyah.

Persaudaraan atas dasar keyakinan keagamaan ini menyebabkan seorang muslim mempunyai saudara yang jumlahnya sangat banyak. Ia memiliki saudara yang bertebaran di muka bumi, di berbagai desa, kota, bahkan negara. Dengan demikian, umat Islam mempunyai potensi yang besar untuk memberi konstribusi nyata bagi terciptanya tatanan kehidupan sosial yang tenteram dan damai.

Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar berbuat baik kepada sesama manusia. Tuntunan itu menjadi lebih besar lagi bila di antara manusia terdapat ikatan yang lain, seperti kekerabatan dan ketetanggaan.

Baca Juga  Seputar Kasus Muslim Uighur: Bagaimana Sikap Indonesia?

Ikatan-ikatan tersebut dalam Islam harus dijaga dan dipelihara agar tercipta suasana yang rukun, kerja sama, dan tolong menolong antarmanusia, terlebih antarumat Islam. Semua itu perlu di rajut untuk membentuk kehidupan yang terikat pada sebuah persaudaraan yakni ukhuwah islamiyah.

Pada pembentukan sumber daya manusia lebih lanjut ialah membangun persaudaraan pada umat seluruh bangsa dan setanah air, yakni ukhuwah wathaniyah. Bangsa Indonesia merasa senasib dan sepenanggungan, berjuang melawan penjajahan Belanda dan Jepang, untuk mencapai kemerdekaan yang didambakan dan dicita-citakan.

Semua perjuangan Indonesia dari berbagai latar belakang, etnis, suku, agama, sosial, dan budaya, melancarkan perjuang melawan penjajah untuk meraih kemerdekaan Indonesia.

Pengorbanan jiwa, raga, dan harta yang diwarnai oleh kucuran darah dan air mata menjadi saksi sejarah para pejuang untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Semua itu karena disatukan oleh ukhuwah wathaniyah. Meskipun berbeda latar belakang, tapi perjuangan untuk mempersatukan bangsa ialah perjuangan yang digagas dengan persatuan manusia seluruh Indonesia.

***

Selanjutnya, dalam menyatukan diri antarsesama manusia, harus mempunyai jiwa yang bersatu untuk maju karena perdamaian. Sehingga, persatuan dalam saudara antarsesama manusia harus terjalin, maka dibangunkanlah yang namanya ukhuwah insaniyah.

Ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia) merupakan konsep bersaudara untuk menyatukan keberbedaan yang perlu dirajut untuk membangun perdamaian negeri. Adam dan Hawa melahirkan keturunan, keturunannya melahirkan keturunan lagi, dan begitu seterusnya hingga menyebar ke seluruh dunia.

Maka, terbentuklah kelompok-kelompok masyarakat yang disebut bangsa, suku bangsa, etnis, dan ras, dengan warna kulit yang berbeda, serta bahasa, tradisi, seni dan budaya yang berbeda pula. Perbedaan dan keberagaman bangsa merupakan sunatullah yang memang dikehendaki oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai ciri khas manusia untuk saling mengenal satu sama lain.

Baca Juga  Agama bagi Masyarakat Sekuler Eropa

Dengan mengajarkan trilogi persaudaraan (ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah insaniyah), khususnya untuk konteks Indonesia, trilogi ajaran Islam tersebut sangat relevan dan ikut memberikan konstribusi signifikan bagi penguatan dan penegakan pilar-pilar nasionalisme, konstitusionalisme, multikulturalisme, dan pluralisme di bawah naungan sejuk Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Editor: Lely N

Ahmad Zainuri
24 posts

About author
Ahmad Zainuri, lahir di Jember, 19 Desember 1997. Suka nulis, sejak SMA dan hingga kuliah. Hobi, sepak bola, menulis, makan. Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds