Peradaban Islam di masa lalu yang begitu masyhur agaknya dapat membangkitkan semangat mengembalikan kejayaan dan kemajuan Islam. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditangani oleh para tokoh terlampau ahli pada waktu itu, membuat Islam memperoleh puncak kegemilangan.
Bahkan, sebelum menjadi ikon kemajuan peradaban dunia sebagaimana saat ini, Barat tidak mampu menyaingi Islam. Karena ia mengalami suatu keadaan yang sama sekali tidak tertolong, disebut dengan The Dark Age.
Warisan yang ditinggalkan para ilmuwan dan filosof Muslim tidak tanggung-tanggung. Doktrin agama yang diselaraskan dengan budaya dan peradaban lain khususnya Yunani tanpa mengurangi esensi dari setiap hal tersebut, menghasilkan produk berupa turats yang eksis hingga saat ini dan sampai kepada kita. Bahkan warisan dari peradaban Islam tersebut juga sebagai inspirator sekaligus titik tumpu dari bangkitnya peradaban Barat.
Makna Istilah Turats
Turats merupakan akar dari kata waritsa yang memiliki makna tinggal. Yang dalam hal ini merujuk pada suatu peninggalan atau tetap. Dalam kosakata bahasa Arab, warisan disebut dengan mīrāts.
Secara harfiah, turats mengacu pada warisan (heritage, inheritance), berupa sesuatu yang sifatnya baik materi maupun non materi. Seperti halnya kekayaan ilmu pengetahuan yang ditinggalkan atau diwariskan oleh para pendahulu (al-qudama) yang sebagian di antara mereka adalah para ulama.
Menurut Abid al-Jabiri sebagai penggagas pertama munculnya istilah turats, katatradisi kiranya sangat tepat dalam memberi makna untuk istilah tersebut. Karena tradisi yang dimaksud di sini yaitu segala bentuk peninggalan yang ditinggalkan oleh orang-orang Muslim dari masa awal Islam muncul hingga mengalami sesuatu yang dinamakan kemunduran pada abad ke-8 Hijriah.
Mengutip kembali pendapat Abid al-Jabiri dalam jurnal Mustaqbal al-Arabi yang terbit pada tahun 1986, istilah turats sendiri sebenarnya baru dikenal pada zaman kontemporer. Mengingat kata turats paling sering disebut dan digunakan untuk merujuk pada diskursus pemikiran Arab kontemporer.
Selain itu, istilah turats juga tidak ditemukan dalam literatur bahasa Arab periode klasik. Oleh karena itu, istilah turats tergolong baru dan diketahui belum lama ini.
Turats yang begitu kuat menancapkan akarnya terhadap pemikiran-pemikiran Islam hasil pengembangan para ulama dahulu sepanjang peradaban Islam, banyak melahirkan tradisi dan keilmuan yang beragam macam.
Mereka mengolah pemikirannya sedemikian rupa dengan mendasarkannya pada ajaran doktrinal, syariat, sastra, bahasa, kalam, serta tasawuf. Seperti halnya Ibn Sina yang mewariskan ilmu kedokteran serta al-Khawarizmi yang mewariskan aljabar dalam ilmu matematika.
Sayangnya, turats atau tradisi yang begitu luar biasa itu sampai saat ini masih belum dapat mengembalikan semangat umat Islam untuk mengakhiri statusnya yang berada dalam masa kemunduran.
Stagnasi Umat Islam
Isu-isu sektoral yang berkembang di kalangan umat Islam menyebabkan kita mengalami situasi dan kondisi yang stuck sehingga tidak ada progresivitas sama sekali. Bagaimana tidak, orang-orang hanya mempersoalkan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan.
Seperti halnya hukum memakai cadar atau niqab bagi perempuan Muslim. Mengingat tradisi dan lingkungan tempat tinggal yang berbeda menyebabkan perbedaan berbagai pendapat dalam menanggapinya. Hal ini merupakan salah satu bentuk kesalahan dalam menyikapi tradisi.
Selain itu, kesalahan lainnya yang menyebabkan Umat Islam mengalami stagnasi yakni ketika mereka memahami wahyu dan sunah. Sebagian Umat menganggap bahwasannya apa yang telah tertulis di dalam kedua teks tersebut harus dilaksanakan sebagaimana mestinya tanpa melihat konteks peradaban sekarang.
Seperti yang terjadi di negara-negara Timur-Tengah saat ini, saling memerangi dengan meneriakkan prinsip menegakkan agama Ilahi. Padahal itu hanyalah topeng untuk menyelamatkan kepentingan pribadi serta golongan yang menaungi.
Rasulullah SAW yang notabene ikon tauladan bagi seluruh umat manusia dan sebagaimana mestinya, dijadikan kambing hitam oleh mereka yang enggan ikut serta dalam membangkitkan dan memajukan kembali kegemilangan Islam.
Dengan dalih mengikuti cara berperilaku Rasulullah jika ingin dianggap lebih Islami tanpa memperhatikan konteks tradisi serta lingkungan antara dahulu dan kini.
Sikap serta pandangan yang terlalu idealis terhadap ajaran Islam yang bersifat totalistik, juga ikut menjadi faktor pendorong mandeknya peradaban Islam. Penolakan unsur-unsur asing yang dalam hal ini Barat digarisbawahi sebagai penerimanya, dianggap menodai kemurnian dari ajaran Islam.
Padahal, tidak semua yang datang dari Barat itu buruk. Kita dapat mengambil hikmah kebaikannya. Seperti halnya memanfaatkan teknologi untuk saling berkomunikasi dan beraktivitas.
Semangat Turats untuk Resurgence (Kebangkitan) Islam
Kegagalan atas kebangkitan Islam harus segera diakhiri dan dibangun kembali seperti tujuan yang telah ditetapkan. Menjadikan parameter peradaban Islam di masa lampau yang mencapai puncak kejayaannya agaknya dapat memberikan pukulan semangat untuk meraihnya kembali.
Upaya untuk menghidupkan kembali turats haruslah dibarengi dengan paradigma berpikir kritis serta inovatif sehingga umat Islam mampu bersaing dengan Barat. Mengingat kita sudah sangat tertinggal jauh oleh Barat yang telah maju di segala bidang.
Selain itu, bersatunya umat Islam sangat diperlukan terutama dalam upaya resurgence atau kebangkitan kembali Islam. Umat Islam harus meletakkan kepentingan bersama di atas kepentingan egonya guna memperoleh prestise serta harga diri Islam kembali.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat dalam perjuangannya menegakkan pilar agama ini. Tanpa persatuan segala sesuatu yang hendak dicapai hanya akan menjadi planning saja tanpa ada realisasi yang pasti dan berakhir menjadi harapan yang sukar sekali untuk diraih.
Editor: Yahya FR