Riset

Ukuran Benih Tumbuhan: Makna Mauzunun dalam QS al-Hijr Ayat 19

3 Mins read

Agus Purwanto (2015) telah mengidentifikasi bahwa Q.S. Al-Hijr (15) ayat ke-19 memuat wawasan tentang ukuran. Dalam ayat itu, ukuran diungkapkan dengan kata ” موزون “.

Benarkah hasil identifikasi tersebut? Jika benar, apa makna kontekstual ukuran dalam ayat tersebut? Uraian tentang hal itu, selengkapnya sebagai berikut. 

Makna Tekstual Kata ” موزون “

Khalid bin ‘Utsman al-Sabt (1999) telah memberikan sebuah kaidah tafsir sebagai berikut.

كل معني مستنبط  من القرآن غير جار على اللسان العربي فليس من علوم القرآن

Kaidah itu oleh Salman Harun (2017) diterjemahkan “setiap makna yang dipahami dari Al-Qur’an yang tidak sesuai dengan bahasa Arab tidak dipandang Ilmu Al-Qur’an sedikitpun”. Sebagai tindak lanjut penerapan kaidah itu, untuk memaknai kata ” موزون ” dalam artikel ini digunakan dua kamus Arab-Indonesia, yakni karya Mahmud Yunus dan Ahmad Warson Munawwir. 

Mahmud Yunus (1972) dalam buku Kamus Arab Indonesia mengartikan kata ” موزون ” sebagai “yang ditimbang, yang disya’irkan”. Sementara itu, Ahmad Warson Munawwir (1997) dalam Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir memberikan arti kata ” موزون ” sebagai “yang ditimbang”. Dari kedua arti tersebut, manakah arti yang lebih tepat? 

Untuk menentukan arti yang lebih tepat, kita gunakan kaidah tafsir yang disampaikan oleh Khalid bin ‘Utsman al-Sabt (1999) sebagai berikut:

في تفسير القرآن بمقتضي اللغة  يراعي المعني الاغلب  والا شهر والافصح دون الشاذ او القليل

Kaidah tersebut berarti “dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan bahasa, perlu diperhatikan maknanya yang lazim, lebih dikenal, dan resmi, bukan makna yang jarang atau sedikit keterpakaiannya” (Salman Harun, 2017). 

Jika kaidah tafsir di atas diterapkan untuk memaknai kata ” موزون “, berdasarkan informasi dari dua kamus Arab-Indonesia karya Mahmud Yunus dan Ahmad Watson Munawir di atas, maka makna tekstual kata ” موزون ” adalah “yang ditimbang“.

Baca Juga  Salafisme dan Etno-Religion yang Gaduh di Balkan

Lantas, bolehkah kata ” موزون ” diartikan dengan “yang berukuran“?

Untuk mengartikan kata ” موزون ” sebagai “yang berukuran” perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak melanggar kaidah tafsir Al-Qur’an. Ada sebuah kaidah tafsir Al-Qur’an sebagai berikut (Khalid bin ‘Utsman al-Sabt, 1999). 

لا يجوز حمل الفاظ الكتاب على اصطلاح حادث

Terjemahan kaidah tersebut adalah “kosakata-kosakata Al-Qur’an tidak boleh digiring maknanya kepada terminologi baru” (Salman Harun, 2017). Oleh karenanya, agar tidak menyalahi kaidah di atas, kita perlu melihat terminologi “menimbang”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V, terminologi menimbang adalah mengukur (menentukan) berat benda (dengan neraca dan sebagainya). Dari definisi menimbang tersebut, output dari kegiatan menimbang adalah ukuran berat benda. Dengan demikian, mengartikan kata ” موزون ” dengan makna “yang berukuran” tidak menyalahi kaidah tafsir di atas. Dengan kata lain, kata ” موزون ” boleh diartikan dengan “yang berukuran“.

Makna Kontekstual Kata “موزون” dalam Q.S. Al-Hijr (15): 19

Dari makna tekstual di atas, kita memperoleh informasi bahwa kata ” موزون ” merupakan kata sifat (نعت). Sebagaimana telah kita pahami bersama dalam Ilmu Nahwu bahwa kata sifat (نعت) merupakan kata yang mensifati sesuatu. Adapun sesuatu yang disifati dengan kata sifat (نعت), dalam Ilmu Nahwu dikenal dengan istilah ” منعوت “. Gabungan keduanya merupakan satu bab tersendiri dalam Ilmu Nahwu, yakni نعت و منعوت. 

Kata ” موزون ” dalam Q.S. Al-Hijr (15): 19 merupakan نعت dari kosakata ” كل شيء “. Perpaduan نعت dan منعوت tersebut merupakan ism al-majrur dari harf al-jarr  ” من “. Gabungan harf al-jarr ” من ” dan ism al-majrur  ” كل شيء موزونmenjadi sebuah frasa ” من كل شيء موزون”.

Baca Juga  Keistimewaan Jahe, Minuman Para Penghuni Surga

Frasa ” من كل شيء موزون ” merupakan frasa keterangan kedua (الخبر الثانى) dari frasa  ” و انبتنا “, sedangkan frasa keterangan pertama (الخبر الاول) adalah frasa ” فيها “. Adapun objeknya (مفعول به) tidak eksplisit tertulis, tetapi tersirat di dalam frasa ” انبتنا “.

Frasa ” انبتنا ” berasal dari kata kerja  ” انبت – ينبت “. Menurut Mahmud Yunus (1972), kata kerja ” انبت – ينبت ” mempunyai arti “menumbuhkan”. Contohnya kalimatnya adalah ” انبت الله البقل ” yang berarti “Allah menumbuhkan sayur”.

Ahmad Warson Munawwir (1997) juga sependapat dengan Mahmud Yunus. Dalam kamus Arab-Indonesia al-Munawwir, juga dituliskan bahwa kata kerja ” انبت – ينبت ” mempunyai arti “menumbuhkan”.

Subyek (فاعل ) dari kata kerja ” انبت ” dalam Q.S. Al-Hijr (15) ayat ke-19 adalah kami (Allah). Hal tersebut dapat dicermati dengan digunakannya kata ganti (dlamir) ” نا “. Dengan demikian, frasa ” وانبتنا ” dapat diterjemahkan “dan Kami (Allah) telah menumbuhkan”.

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa obyek dari frase ” وانبتنا ” adalah terkandung di dalam kata kerjanya. Dengan demikian, obyeknya adalah tumbuh-tumbuhan. 

***

Dari analisis semantik tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa makna kata ” موزون ” dalam Q.S. Al-Hijr (15) ayat ke-19 adalah ukuran dari sesuatu dimana tumbuh-tumbuhan itu berasal. Darimana asal-muasal tumbuh-tumbuhan? Dari benih.

Jika kita menengok KBBI V, terdapat enam definisi benih untuk berbagai konteks. Dua dari enam definisinya terkait dengan benih tumbuhan-tumbuhan.

Dalam konteks tumbuh-tumbuhan, benih adalah biji atau buah yang disediakan untuk ditanam atau disemaikan. Benih juga diartikan bibit atau semaian yang akan ditanam. 

Baca Juga  Bencana Alam: Peringatan Agar Manusia Menghargai Sains

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa makna kontekstual kata ” موزون ” dalam Q.S. Al-Hijr (15) ayat ke-19 adalah “ukuran benih tumbuhan”.

Khulashah

Dari kajian semantik di atas, dapat disimpulkan bahwa makna tekstual kata ” موزون ” adalah “yang ditimbang“. Namun demikian, kata ” موزون “dapat pula diartikan dengan “yang berukuran“. 

Dari kajian semantik di atas, dapat disimpulkan pula bahwa makna kontekstual kata ” موزون ” dalam Q.S. Al-Hijr (15) ayat ke-19 adalah “ukuran benih tumbuhan”. Pesan deskriptif dan preskriptif dari makna kontekstual “ukuran benih tumbuhan” tersebut, akan disampaikan dalam artikel berikutnya.

Semoga pengertian di atas dapat menambah wawasan Islam kita. Semoga dengan mengimplementasikan wawasan dan nilai-nilai Islam, kehidupan kita menjadikan lebih maju. Semoga amal kebaikan kita di dunia, dapat membuahkan kebaikan di kehidupan akhirat. Aamiin.

Semoga bermanfaat.

Wa Allah a’lamu bi al-shawab.

Editor: Yahya FR
Avatar
35 posts

About author
Staf Pengajar UIN Sunan Kalijaga, Fakultas Sains dan Teknologi. Santri Pondok Pesantren Islam al-Mukmin Ngruki Tahun 1991-1997.
Articles
Related posts
Riset

Di mana Terjadinya Pertempuran al-Qadisiyyah?

2 Mins read
Pada bulan November 2024, lokasi Pertempuran al-Qadisiyyah di Irak telah diidentifikasi dengan menggunakan citra satelit mata-mata era Perang Dingin. Para arkeolog baru…
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds