Perspektif

Ulama Pewaris Para Nabi, Harus Mewarisi Sifat-sifat Nabi

3 Mins read

Ajaran Islam adalah ajaran yang mengandung banyak aspek kehidupan, atau dalam istilah Prof Harun Nasution Islam itu bisa ditinjau dari berbagai aspek. Ada aspek teologi, aspek hukum, aspek filsafat, aspek mistisisme, aspek sejarah, aspek kemasyarakatan, dan aspek-aspek yang lain. Peran ulama sebagai pewaris para nabi pun jadi kunci dalam membumikan ajaran Islam. Karenanya, ulama harus mewarisi sifat-sifat nabi.

Ulama Pewaris Para Nabi

Buku Harun Nasution adalah merupakan buku wajib bagi mahasiswa IAIN di tahun 70-an, 80-an, dan 90-an. Bahkan sampai saat ini masih banyak yang mengkaji pemikiran pemikiran Pak Prof Harun Nasution. Ia sangat berjasa dalam pengembangan pemikiran islam khususnya di IAIN.

Di samping tentu juga banyak pemikiran pemikirannya yang kontroversial di zamannya. Seperti contohnya bahwa rukun iman itu cuma lima, karena itu yang diinformasikan di Al-Qur’an.

Banyak pemikir muslim yang mencoba memberikan kemudahan-kemudahan dalam memahami Islam. Karena banyaknya aspek yang harus menjadi perhatian bagi seorang muslim untuk memahami Islam. Sehingga ulama ulama dulu maupun sekarang, mencoba memberikan pemikiran pemikiran solutif dalam mempermudah pemahaman terhadap keislaman.

Para ulama sangat intens untuk memberikan pemahaman baru dalam memahami Islam. Karena perkembangan keilmuan juga semakin maju, jadi diperlukan pemikiran pemikiran  ulang dalam menterjemahkan kembali keislaman yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Berbeda dengan dengan zaman nabi, referensi utama dalam memberikan pemahaman atau interpretasi atas permasalahan agama, sosial dan kemasyarakatan hanya merujuk kepada penjelasan nabi. Setiap ada permasalahan yang ditanyakan kepada nabi, nabi tinggal menunggu saja wahyu, atau melalui ijtihad beliau.

Dalam perkembangan pasca wafatnya nabi, persoalan keumatan, keagamaan, diserahkan kepada ulama. Karena ulama-lah pelanjut atau juru bicara nabi dalam persoalan persoalan keumatan. Sebagaimana diinformasikan dalam hadis nabi,  “Al Ulamau warasatul anbiya”, bahwa ulama itu adalah pewaris para nabi.  Jadi posisi ulama itu sangat mulia. Karena menempati posisi nabi dalam memberikan pencerahan terhadap umat.

Baca Juga  Belajar Tidak Percaya dari Kisah Nabi Adam As

Sifat-sifat Nabi Muhammad

Menempati posisi nabi dalam memberikan pencerahan kepada umat bukanlah perkara mudah. Nabi adalah manusia pilihan Tuhan, tentunya nabi sudah difasilitasi oleh Tuhan dengan berbagai kelebihan dan senjata kenabian yakni mukjizat. Nabi adalah manusia biasa yang diberikan keistimewaan oleh Tuhan. Sedangkan ulama tidak punya mukjizat, ada fasilitas yang lain biasa dimiliki oleh seorang ulama yaitu karamah.

Karamah ini juga pemberian Tuhan untuk hambanya yang saleh. Mukjizat memang dipersiapkan oleh Tuhan untuk nabinya karena tantangan yang dia hadapi sangat berat. Tidak ada nabi yang tidak mengalami tantangan yang berat. Terutama nabi yang masuk dalam kategori ‘ulul azmi.

Di samping fasilitas mukjizat, nabi juga punya sifat yang agung, Nabi Muhammad terkenal dengan empat sifat yang utama, yakni shiddiq, amanahtabligh, dan fathanah. Keempat sifat ini menyatu dalam diri nabi. Sebelum menjadi nabi, Muhammad sudah sangat dikenal sebagai manusia yang terpercaya, atau al-amin.

Didalam Al-Qur’an dipersyaratkan untuk menjadi seorang pemimpin adalah orang yang kuat dan terpercaya. “Inna khaira manista’jarta alqawiyyun al amin” (sesungguhnya yang terbaik untuk dijadikan pemimpin adalah yang kuat dan terpercaya). Tentu saja kuat di sini,  bukan hanya kuat secara fisik. Tetapi mencakup kuat secara intelektual, kuat secara spritual dan kuat secara emosional.

Disamping dikenal sebagai al-amin, terpercaya, nabi itu dikenal sangat cerdas, atau fatonah, bahkan itulah yang pertama sekali diajarkan Tuhan kepada Muhammad yakni kecerdasan. Lewat perintah membaca. Ketiga kecerdasan itu sudah terkumpul dalam konsep iqra yang diajarkan oleh Tuhan kepada Muhammad lewat malaikat Jibril.

Iqra‘ dan Kecerdasan

Iqra pertama tersambung antara iqra dan rabbuka ini artinya bahwa disitu ada dua kecerdasan, yaitu intelektual dan spritual. Di iqra kedua kita diperintahkan untuk membaca terus, atau jangan pernah berhenti untuk belajar. Butuh kesabaran yang panjang dalam belajar, itulah yang diistilahkan dengan kecerdasan emosional, dan akhirnya Tuhan akan memberikan kepada kita kemurahannya atau dalam istilah “wa rabbukal akram“.

Baca Juga  Tunisia dan Indonesia: Jauh Secara Jarak tapi Dekat Secara Kebudayaan

Salah satu kelebihan nabi adalah tabligh, dalam bahasa modern sekarang ini, tabligh adalah komunikatif. Pembicaraannya mudah dipahami dan sangat sarat dengan makna. Nabi dikenal pembicaraannya dengan istilah “jamiul kalimi“, dia dapat menjelaskan sesuatu yang panjang menjadi singkat, padat, dan jelas.

Disamping itu Nabi sangat mudah memahami  lawan bicaranya. Beliau juga sangat beretika dalam melakukan dialog dengan lawan bicaranya dan jarang memotong pembicaraan seseorang atau lawan bicara. Dalam ilmu komunikasi, Muhammad itu punya retorika yang sangat bagus. Sehingga banyak dari kafir Quraisy yang takjub dengan bahasa beliau.

Itulah sebabnya ada dari pembesar kafir Quraisy, yang menuduh Muhammad memakai sihir ketika menyampaikan dakwahnya.

Itulah sifat sifat yang seharusnya diadopsi oleh ulama, sebagai pewaris para nabi. Seorang ulama tidak layak disebut pewaris para nabi bilamana dia tidak memiliki kelebihan-kelebihan sifat yang disandang oleh seorang nabi.

Mereka yang Tidak Layak

Pewaris tidaklah sama dengan yang mewarisi. Tapi setidaknya seorang ulama yang menjadi figur sentral umat, haruslah punya kelebihan dengan manusia manusia pada umumnya. Kelebihan ilmu, kelebihan spritual, punya sifat kesabaran yang tinggi. Karena ulama itu punya beban yang sangat berat sebagai simbol pewaris nabi.

Ulama-ulama yang muncul di era modern ini banyak yang bermasalah, seperti yang banyak muncul kemarin, dengan memakai simbol simbol agama. Mereka menamakan diri sebagai ulama. Sementara yang sudah lama belajar agama, mereka anggap bukan ulama, karena tidak sepaham dengan apa yang mereka perjuangankan.

Mereka tidak layak disebut sebagai pewaris nabi, karena bertentangan dengan sifat yang dimiliki oleh seorang nabi. Sifat amanah, sifat shiddiq atau jujur, sifat fatanah atau cerdas dan sifat tabligh atau komunikatif, dapat menyampaikan ajaran islam dengan baik, moderat, tidak mudah mengkafirkan karena perbedaan pemahaman.

Baca Juga  Regenerasi Politik Indonesia Hari Ini: Dimana Posisi Milenial?

Akhirnya mari kita menjaga warisan para nabi yang begitu berharga. Kita perlu belajar dari sejarah nabi yang sejak kecil mendapat predikat al-amin, kemudian masa kenabian atau periode makkah, lanjut ke periode madinah, sampai ke fathu Makkah atau pembebasan Kota Makkah dari kekuasaan kafir Quraisy.

Editor: Nabhan

Avatar
40 posts

About author
Kepala Madrasah Aliyah Nuhiyah Pambusuang, Sulawesi Barat.
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds