Inspiring

Sejak Kapan Muhammadiyah Shalat Id di Lapangan?

2 Mins read

Praktik penyelenggaraan Shalat Id di tanah lapangan yang sudah menjadi ciri khas Muhammadiyah hingga kini tidak ditemukan dalam rekam jejak kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan. Pertanyaannya, sejak kapan Muhammadiyah mempraktikkan penyelenggaraan Shalat Id di tanah lapangan?

Memang sulit untuk menjawabnya. Tapi sebagai fakta historis, sesulit apapun pertanyaan ini tentu tersedia jawabannya, sekalipun mungkin masih perlu diverifikasi kembali. Hasil penelusuran beberapa dokumentasi Muhammadiyah periode awal memang tidak menemukan indikasi, apalagi bukti, bahwa praktik penyelenggaraan Shalat Id di tanah lapangan pada masa K.H. Ahmad Dahlan, tetapi pada masa kepemimpinan K.H. Ibrahim.

Sampai sejauh ini, sumber-sumber primer maupun sekunder yang memuat informasi praktik penyelenggaraan Shalat Hari Raya di tanah lapangan pada masa K.H. Ahmad Dahlan belum ditemukan.

Dalam artikel ”Agama Islam” yang ditulis langsung oleh K.H. Ahmad Dahlan di majalah Soewara Moehammadijahno. 2 tahun 1915 tidak ditemukan penjelasan praktik Shalat Id di tanah lapangan. Begitu juga artikel ”HARI-RAIA” yang ditulis oleh Junus Anis di majalahSoewara Moehammadijah(edisi no. 5 & 6 th. 1923) tidak menyebutkan indikasi tentang pelaksanaan Shalat Id di tanah lapangan. Termasuk sumber sekunder riwayat hidup K.H. Ahmad Dahlan yang ditulis oleh Junus Salam (2009) juga tidak ditemukan penjelasan praktik Shalat Id di lapangan.

Ketika menyebut tentang Shalat Id, dalam artikelnya, K.H. Ahmad Dahlan memaparkan: ”Sunat ’Ainitu, seperti: Shalat Hari Raya dua (Hari Raya Haji dan Hari Raya Fitri), dan Shalat Gerhana ada dua (gerhana matahari dan bulan)…” (lihat Soewara Moehamamdijahno. 2 th. 1915).

Sedangkan Yunus Anis ketika menulis artikel ”HARI-RAIA” tidak menyinggung sama sekali pelaksanaan Shalat Id di tanah lapangan. Berikut saya kutip sepenggal tulisannya: ”Ketika terbit MATAHARI-RAIA, jang ditoenggoe-toenggoe oleh segenap kaoem Moeslimin dari moelai petang hari, bergilang-goemilanglah mereka itoe dari senang dan girang dari moelai tjahaja sinarnja menerangi Doenia Islam. Karena telah selesih dan tjoekoep bolehnja mendjoendjoeng beban kewajiban jang diperintahkannja oleh Toehan Allah Jang Maha Koeasa jang akan memberi anoegerah dan pahla bagai di Doenia dan Acherat…”

Penelusuran dokumentasi Muhammadiyah yang memuat informasi tentang praktik penyelenggaraan Shalat Id di tanah lapangan mulai menemukan kejelasan ketika dalam Almanak Muhammadiyah 1394 H/1974 Mterdapat tulisan kronik peristiwa dengan judul ”Peristiwa-peristiwa Bersejarah dalam Muhammadiyah” yang ditulis oleh H. Surono W. Dengan sangat kreatif, Surono menginventaris peristiwa-peristiwa berdasarkan urutan tahun, dimulai dari tahun 1918 hingga 1971. Pada tahun 1926, Surono menulis peristiwa ”SHALAT ’IED DI TANAH LAPANG: Kongres ke-15 di Yogya memutuskan: menjalankan Sholat ’Ied di tanah-tanah lapang” (lihat Almanak Muhammadiyah1394 H/1974 M: 19). Informasi seputar awal pelaksanaan Shalat Id di tanah lapangan dalam sejarah Muhammadiyah ’hampir’ menemukan titik terang.

Baca Juga  Haedar Nashir: Dalam Konflik Rusia-Ukraina, Resolusi PBB Tidak Efektif

Kenapa hampir? Bukankan sudah jelas dan tegas kronik yang disusun oleh Surono itu? Kita janganlah gegabah menerima dan langsung mencerna data sejarah tanpa proses verifikasi. Kekuatan sejarah terdapat pada bagaimana suatu sumber diverifikasi secara ketat sehingga menjadi data yang valid.

Berdasarkan sumber Surono (1974), sangat jelas disebutkan dua jenis data: pertama, Kongres ke-15 di Yogya. Kedua, keputusan kongres tentang pelaksanaan shalat Id di tanah lapang. Jika dianalisis kedua data tersebut menggunakan sumber-sumber sejarah yang lain, maka ditemukan hubungan yang tidak singkron antara keduanya. Terutama karena data pertama tidak sesuai dengan data kronologi peristiwa kongres-kongres Muhammadiyah yang disusun oleh Djarnawi Hadikusuma (1977).

Kongres Muhammadiyah ke-15 yang diselenggarakan pada tahun 1926 sudah benar, tetapi tempat pelaksanaannya tidak di Yogyakarta—merujuk sumber Surono, tetapi di Surabaya—merujuk sumber Djarnawi Hadikusuma. Kongres Muhammadiyah ke-15 pada tahun 1926 di Surabaya diselenggarakan pada masa kepemimpinan K.H. Ibrahim.

Dengan demikian, sejarah pertama kali Shalat Id di tanah lapangan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah pada tahun 1926, melalui keputusan Kongres ke-15 di Surabaya, pada masa kepemimpinan K.H. Ibrahim.

Avatar
157 posts

About author
Pengkaji sejarah Muhammadiyah-Aisyiyah, Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *