Perspektif

Upaya Rekonsiliasi #DiRumahAja VS Jiwa Muda Candu Kongkow-Kongkow

4 Mins read

Dalam jangka waktu kurang dari satu bulan, perlahan tapi pasti masyarakat dikejutkan dengan jumlah pasien positif Covid 19 yang semakin hari semakin bertambah. Pertambahan jumlah yang tidak normal, pertambahan jumlah yang unpredictable dan tentunya di luar kendali semua elemen. Mulai dari pemerintahan sampai ke lapisan masyarakat yang paling bawah. Indonesia seakan dikejutkan oleh virus yang saat ini telah resmi ditetapkan sebagai pandemi global oleh World Health Organization (WHO).

Sampai detik ini, belum ada pertanda atau bahkan pendapat ahli yang memprediksi bahwa Covid 19 ini akan mereda dalam waktu dekat. Yang terjadi setiap harinya ialah penambahan demi penambahan jumlah korban yang terdeteksi. Mirisnya lagi, Indonesia merupakan satu dari beberapa negara yang jumlah pasien meninggalnya jauh lebih banyak melebihi jumlah pasien yang berhasil sembuh.

Indonesia pada hari ini benar-benar berada pada titik yang tidak menguntungkan alias memprihatinkan. Hanya persatuan untuk terus berusaha dan berdoalah yang akan membangkitkan optimisme untuk bangkit dan melawan virus yang mengerikan ini.

Kampanye #DiRumahAja belakangan ini menjadi kutipan yang gencar didengungkan. Gaung hastag ini cukup masif di dunia maya. Hashtag ini mulai viral menyusul kebijakan pemerintah yang menginstruksikan penduduk untuk tetap di rumah. Terkecuali jika kepentingan mendesak mengharuskan kita untuk keluar rumah. Berangkat dari hashtag inilah kemudian banyak yang dengan sadar menahan diri untuk tetap di rumah.

Efektifkah #DiRumahAja?

Masih jelas dalam ingatan, saat sebelum pandemi Covid 19 masuk dan bertamu ke Indonesia, para elit pemerintahan dengan bangganya berkelakar dengan aneka candaan. Karena izinnya susah, karena rakyat indonesia sehari-hari bercengkerama dengan bakteri, dan masih banyak lagi lelucon yang seakan-akan menunjukan keangkuhan dan sikap mengaggap remeh pandemi yang justru sampai hari ini menjadi persoalan paling pelik yang harus segera ditemukan jalan keluarnya. Inilah yang kemudian membuat elit pemerintah seakan bungkam dan mati langkah. Seperti kebingungan dalam mengambil langkah.

Baca Juga  Darurat Kualifikasi Dosen Indonesia

Hemat penulis, #DiRumahAja dirasa cukup efektif terutama di kalangan milenial. Kita ketahui bersama bahwasanya pendekatan yang paling mengena terhadap generasi milenial ialah pendekatan melalui kecanggihan teknologi dan informasi. Salah satu buktinya ialah dengan waktu yang cukup singkat, #DiRumahAja seakan menghipnotis milenial pengguna media sosial untuk ikut mengkampanyekan.

Untuk ukuran kebijakan yang dikeluarkan secara tiba-tiba, kebijakan dengan hashtag #DiRumahAja dinilai cukup efektif. Karena selain tepat sasaran yakni generasi milenial, juga bersifat insidental. Artinya kebijakan ini dikeluarkan sebagai respon untuk fenomena yang terjadi dewasa ini.

Kampanye #DiRumahAja merupakan langkah positif yang ditempuh oleh pemerintah dan diteruskan dengan sangat masif oleh milenial. Dengan tujuan agar supaya penduduk dan seluruh masyarakat bisa diajak kompromi demi memutus penyebaran Covid 19. Mengingat penyebaran yang sangat cepat ke seluruh wilayah yang ada di indonesia.

Efektifitas langkah #DiRumahAja sebenarnya sangat ditentukan oleh kesadaran masing-masing individu. Semakin banyak orang yang sadar, maka akan semakin efektif langkah ini. Tentunya akan bermuara kepada berhentinya penyebaran Covid 19 di Indonesia.

Kesadaran diri menjadi sangat penting dimiliki oleh penduduk, mengingat sampai tulisan ini hadir, Indonesia menempati urutan pertama dengan jumlah kematian terbanyak akibat Covid19 di wilayah Asia Tenggara.

Naluri Jiwa Muda Candu Kongkow-Kongkow

Sebagai kaum muda, menjadi hal yang sangat lumrah ketika memiliki naluri yang kuat untuk selalu bersosialisasi. Naluri ini merupakan sebuah keniscayaan. Kaum muda yang notabenenya terdiri dari pelajar dan mahasiswa merupakan elemen yang sangat energik dan selalu bersemangat mencari tantangan.

Gelora yang membara dalam diri seorang pemuda selalu merangsang untuk berinteraksi dengan semua orang. Tidak heran jika 10 Pemuda mampu mengguncang dunia. Juga dengan lirik kagu Bang Haji Rhoma Irama yang sangat memuji Pemuda, “Darah Muda”. Sheila On Seven juga menyindir pemuda. “Kita selalu berpendapat, kita ini yang terhebat, kesombongan di masa muda yang indah”. Kira-kira seperti itulah liriknya.

Baca Juga  Soeharto dan Bahasa Pembangunannya

Sedikit berbicara terkait dengan kecanduan anak muda akan yang namanya kongkow-kongkow, merupakan fenomena yang tidak bisa dihindarkan dari kehidupan anak muda khususnya mahasiswa. Betapa banyak konsepan brilian yang ditelurkan mahasiswa melalui forum kongkow-kongkow warung kopi.

Dewasa ini, kehidupan mahasiswa khususnya yang memiliki kesadaran sosial yang tinggi, sangat tidak bisa dilepaskan dari warung kopi. Keduanya laksana bumi dan bulan yang senantiasa bersama berjalan mengelilingi matahari. Begitulah kira-kira perumpamaan anak muda dengan kedekatannya dengan warung kopi dan budaya kongkow-kongkownya.

Jiwa muda yang candu akan kumpul bareng alias kongkow-kongkow merupakan medan magnet yang berlawanan arah dengan visi yang yang dibangun oleh #DiRumahAja. Mengapa demikian, karena keduanya memiliki kepentingan yang berbeda dan sangat sulit untuk diakomodir keduanya.

Ialah ketentuan tidak tertulis yanga pada kubu budaya kongkow-kongkow anak muda merupakan perkara yang paling tidak bisa diterima dalam kubu #DiRumahAja. Karena hal yang paling dihindari dan menjadi pantangan bagi kampanye hashtag di rumah aja ialah tidak dibolehkan adanya kontak langsung.

Kampanye yang menjadi pendukung #DiRumahAja adalah kampanye social distancing yang baru-baru ini oleh WHO di rumah menjadi Physical Distancing. Perubahan ini disandarkan kepada anggapan bahwa kedekatan fisik boleh saja dijauhkan. Akan tetapi, kedekatan sosial tidak boleh dijauhkan, bahkan dalam situasi semacam ini haruslah menjadi momen yang mampu untuk semakin mengeratkan kepekaan sosial di antara sesama.

Upaya Rekonsiliasi

Berangkat dari pertentangan kedua medan magnet yang seakan tidak bisa disatukan ini, maka penulis mencoba untuk merajut kembali benang yang telah terurai diantara keduanya. Upaya ini memang tidak mudah dan cenderung mustahil. Namun mau tidak mau harus dan penting untuk kemudian disatukan. Benang merah harus ditarik sehingga mampu mengakomodir kepentingan keduanya.

Baca Juga  Jabatan adalah Amanat: Jangan Dikejar!

Adalah kecanggihan teknologi dan informasi yang telah mengalami kemajuan pesat diharapkan mampu tampil sebagai wasit dan juru damai diantara #DiRumahAja dengan naluri kongkow-kongkow jiwa muda. Menurut hemat penulis, inilah saat yang tepat untuk kemudian memainkan peran penting di tengah suasana yang genting. Ungkapan yang dulu sempat popular dan sedikit memojokkan teknologi informasi dalam hal ini media sosial ialah “mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat”.

Penulis berpendapat bahwa ungkapan ini harus tampil sebagai pendobrak benteng yang mengahalangi antara #DiRumahAja dengan substansi dari kongkow-kongkow anak muda. Betapa tidak, jiwa muda akan yang notabenenya merupakan generasi milenial adalah pengguna aktif media sosial.

Alangkah indahnya apabila media sosial yang ada, dimaksimalkan untuk merajut silaturrahmi (kongkow-kongkow) sehingga dalam situasi genting sekalipun, konsepan dan gebrakan khas anak muda tetap akan lahir berkat canggihnya alat komunikasi.

Maka dengan itu, upaya rekonsiliasi antara #DiRumahAja dengan naluri jiwa muda candu kongkow-kongkow akan berujung kepada kolaborasi yang apik dan mendamaikan. #DiRumahAja #TetapProduktifWalaudiRumah #HidupJiwaMuda.

Editor: Yahya FR
2 posts

About author
Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Malang Raya. Mahasiswa Hukum Keluarga Islam UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds