Cerita menarik dari allahuyarham Prof. Dr. dr. Kabat bin Muarip. Famili dekat, tetangga dari kampung sebelah.
Saat praktik sebagai dokter muda setelah lulus dari ‘sekolah dukun’, ini cerita saya dengar sendiri bersama lebih dari lima atau tujuh orang saat saya diajak berkunjung bersama keluarga ziarah haji di Pucangadi Surabaya 30 tahun lalu.
Karena cerita ini didengar oleh lebih dari lima orang, maka saya anggap ini masyhur atau mutawatir. Apalagi saya ikut mendengarnya langsung. Kebetulan cerita diulang saat ada kerabat mantu di tengah wabah pagi tadi. Cerita kembali menjadi diskursus hangat.
Prof. Kabat bercerita bahwa saat ia ditugaskan sebagai dokter muda di sebuah kampung pedalaman di Tuban, seorang pasien mengeluhkan sakitnya. Dadanya kerap nyeri dan sering sesak napas. Prof Kabat mendengar penuh khidmah hingga berkata bahwa ibu sangat sehat, kuat, dan tidak perlu kawatir. Kemudian saya tulis resep untuk ditukar di apotek— ia pun pamit pulang.
Sebulan berlalu, sang ibu balik ke tempat saya praktik. Ia bawa segala macam hasil kebun: beras, pisang, ketela, termasuk madu hutan kesukaanku. Dengan muka berseri, ia bilang telah sembuh dari keluhan sakitnya. Ia pun berkata bahwa rendaman air dengan ‘kertas bertuliskan nama obat’ (resep) yang ia sebut rajah sangatlah manjur. Ia minum sehari sekali dan kini ia sembuh. Saya kaget campur heran dan tertawa, kata Prof. Kabat dengan mimik serius.
Lain pula kebiasaan lama para orang tua kita dahulu. Bermula dari kebiasaan menanam ‘delingu bawang’. Pada saat menanam padi yang ditaruh di bagian paling atas tempat air masuk mengaliri semua tanaman, bagi kami yang tinggal di kampung ‘delingu bawang’ ini begitu sakti, sebab ia bisa menangkal berbagai penyakit padi termasuk tikus, wereng, ulat, dan hama lain yang merusak. Dan itu terbukti.
Percaya Obat Bisa Sembuhkan Penyakit: Musyrik!
Ada beberapa tanaman yang dulu pernah diyakini punya ‘kesaktian’ menjaga isi rumah dari serangan demit, pageblug, dan makhluk halus lainnya. Salah satunya tanaman pandan, jahe, kunci, suruh, diyakini punya daya imun kuat. Di rumah-rumah peninggalan Belanda, kerap kita jumpai tanaman cemara dari berbagai jenis.
Dalam perkembangan, perdukunan kalah kompetitif dengan kedokteran. Bahkan mengalami kekerasan teologis karena dianggap mengancam iman. Berobat ke dukun dicap musyrik berbanding terbalik dengan berobat ke dokter meski bisa saja keduanya sama-sama punya potensi merusak iman bila niatnya salah.
Virus, bakteri, demit, pageblug, atau lelembut hanyalah istilah teknis yang dirujuk untuk memudahkan para praktisi menjelaskan pada sang pasien. Sedang obat, vaksin, air yang diludahi, atau rendaman resep yang diminum, hanyalah wasilah bergantung bagaimana kita menata niat, bukan vaksin, dokter, atau dukun yang menyembuhkan, tapi Allah. Jika antum percaya bahwa dokter dan obat sebagai penyembuh, antum sama juga musyrik.