Sepanjang lebih dari empat belas abad, entah sudah berapa ribu sajak yang digubah maupun ditulis oleh umat muslim untuk menyatakan atau meluapkan cinta dan rindu kepada Nabi Muhammad Saw, sang pembawa cinta dan kasih sayang bagi alam semesta.
Bahkan gubahan sajak atau sastra kecintaan terhadap Nabi Muhammad Saw bukan saja datang dari pihak Muslim sendiri, melainkan datang dari lintas agama, mazhab, negara, atau pemikiran dari seluruh dunia. Salah satunya adalah Johann Wolfgang von Goethe sang pujangga masyhur asal Jerman pun tak ketinggalan merangkai kata pujian kepada Nabi Muhammad Saw dan Islam.
Biografi Singkat Johann Wolfgang von Goethe
Johann Wolfgang von Goethe dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1749 di Frankfrut. Ayah Goethe, yaitu Johann Kaspar Goethe adalah seorang penasehat pemerintah (Kaiserlicherrat). Sedangkan ibunya adalah Katharina Elisabeth Textor Goethe, putri seorang saudagar dari Frankfrut. Dari ayahnya, Goethe mewarisi sikap yang teguh. Sedangkan dari ibunya, Goethe mewarisi sikap kreatif dan daya imajinasi yang tinggi.
Wolfgang von Goethe termasuk penyair yang berbakat dan memiliki kejeniusan yang tinggi. Berkat kejeniusannya, Goethe pernah mendapatkan pujian dari Napoleon yang mengatakan “voila un homme”, yang artinya ini dia anak muda. kejeniusan Goethe menurut Napoleon layak disejajarkan dengan orang besar seperti, William Shakespeare. Goethe merupakan sastrawan Jerman yang banyak membuat karya sastra dari berbagai genre, mulai dari drama, roman, dan puisi (Nurfiyah, 2013).
Johann Wolfgang von Goethe tentang Islam dan Nabi Muhammad
Sebagai seorang sastrawan besar, Goethe memiliki sejumlah karya yang menulis tentang pujiannya tentang agama Islam dan Nabi Muhammad. Buku kumpulan puisi “West-Ostlicher Divan” yang ditulis oleh Goethe, seluruhnya berisi kekaguman Goethe terhadap Islam dan Nabi Muhammad Saw. “a marvelous collection of poems that reveals admiration to the religion of Islam”, atau “suatu koleksi syair mengagumkan yang mencerminkan kekaguman Goethe pada agama Islam”.
Dalam kumpulan syair-syairnya yang penuh kekaguman kepada Al-Qur’an dan Nabi Muhammad tersebut, Goethe antara lain menulis (Markus, 2019):
“Gottest ist der Orient, Gottest ist der Occident, Nord’ und Sucdliches Gelaende, Ruht im Freiden seiner Haende” (Timur adalah milik Tuhan, Barat adalah milik Tuhan, demikian juga Utara dan Selatan. Semuanya damai di tangan-Nya).
Penulisan syair ini diilhami oleh Al-Qur’an surah Al-Baqarah 2:115, “Dan kepunyaan Allah Timur dan Barat. Maka ke mana saja kamu menghadap di sanalah wajah Allah”. Karena kekagumannya pada Islam, Al-Qur’an, dan Nabi Muhammad Saw, ia mengejawantahkan kekagumannya dalam kumpulan syair “West-Ostlicher Divan”. Tidak mengherankan bila banyak orang menyangka bahwa Goethe telah diam-diam memeluk Islam. Menurut peneliti asal Jerman bernama Berthold Damshauser, Goethe tak menolak ketika orang menganggapnya sebagai seorang muslim. Bahkan Goethe mengaku bahwa ia merasa lebih dekat dengan agama Islam daripada agama Kristen (Arni, 2010).
Syairnya yang lain dalam kitab kedai minuman atau das schenkenbuch, Goethe mengungkapkan:
“Apakah Al-Qur’an abadi? Itu tak kupertanyakan! Apakah Al-Qur’an ciptaan? Itu tak kutahu! Bahwa ia kitab dari segala kitab, sebagai muslim wajib kupercaya. Tapi, bahwa anggur sungguh abadi, tiadalah ku sangsi. Bahwa ia dicipta sebelum malaikat, mungkin juga bukan cuma puisi. Sang peminum, bagaimana pun juga, memandang wajah-Nya lebih segar belia”.
***
Sajak di atas merupakan bentuk pengungkapan penyerahan diri kepada Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam, sekaligus juga pemujaan terhadap anggur. Pemujaan terhadap anggur ini merupakan istilah untuk umat muslim yang mampu membawa pada religiusitas sejati atau sikap sufisme Islam. Dari sajak ini, Berthold Damshauser menegaskan bahwa Islam yang dikenal, dipahami, dan dipuja oleh Goethe adalah Islam yang sejuk, damai, serta terbuka (Arni, 2010).
Mengenai sosok Nabi Muhammad Saw, Goethe menulis “Mahomets Gesang” (Nyanyian Muhammad) yang merupakan ekspresi ketertarikan Goethe kepada Nabi Muhammad Saw, dalam ekspresinya tersebut, Goethe menggambarkan sosok Nabi Muhammad adalah seorang nabi dan bukan seorang penyair dan oleh karena itu Al-Qur’an harus dilihat sebagai hukum Tuhan dan bukan merupakan buku biasa.
Pada kesempatan lain Goethe juga berkata bahwa, “Aku mencari tentang teladan utama untuk manusia dalam sejarah, maka aku menemukannya ada pada diri Nabi Muhammad Saw” (As-Sirjani, 2014).
Agama Islam cukup menonjol di beberapa karya Goethe dan Goethe sangat bersimpati terhadapnya. Dalam puisinya berjudul “ich sah, mit staunen und vergnugen” (aku memandang, takjub dan girang). Goethe sebutkan Al-Qur’an sebagai khasanah suci sang ilmu, dan dalam puisi itu terdapat kalimat yang terkenal, yakni “bila makna Islam pada Tuhan berserah diri, maka dalam Islam semua kita hidup dan mati” (Goethe, 2022).
Daftar Referensi
Arni, N. (2010, Maret 2). Goethe dan Islam. Retrieved from Dw.com.
As-Sirjani, R. (2014). Nabi Sang Penyayang. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Goethe, J. W. (2022). Telah Berpilin Timur dan Barat. Yogyakarta: DIVA Press.
Markus, S. (2019). Dunia Barat dan Islam (Cahaya di Cakrawala). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nurfiyah, A. (2013). Makna Puisi An Schwager Kronos Karya Johann Wolfgang von Goethe: Analisis Semiotika Riffaterre. Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta.
Editor: Yahya