Buku berjudul Ekonomi Neo Klasik dan Sosialisme Religius adalah salah satu karya terakhir Mas Dawam. Buku tersebut mengupas sepak terjang aksi dan pragmatisme pemikiran Ekonomi Politik Mr Syafrudin Prawiranegara. Seorang Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukit Tinggi. Sukarno-Hatta ditangkap Belanda dalam Agresi Belanda II.
Inspirasi dari Mr Syafrudin Prawiranegara
Yogyakarta sebagai Ibukota Negara RI dibombardir oleh Pesawat tempur Belanda.
Sementara di sisi yang lain, Panglima Besar Jenderal Soedirman terus berjuang melakukan perlawanan melalui perang Gerilya terhadap Belanda. Hingga kemudian meletuslah Serangan Oemoem Sebelas Maret, yang dimaksudkan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa TNI dan rakyat masih eksis berjuang mengusir Belanda dari Indonesia. Sayangnya kemudian sejarah tentang PDRI dan Serangan Oemoem Sebelas Maret tersebut masih menjadi versi Pemerintah Soeharto saja.
Mr Syafruddin Prawiranegara merupakan Gubernur Bank Indonesia yang memberlakukan pemotongan nilai mata uang Rupiah, Rp. 1.000,- menjadi Rp.1,- Sosok Syafruddin menggambarkan tokoh negarawan yang sangat berintegritas. Ia mencerminkan secara umum perilaku politik Tokoh-tokoh Masyumi secara umum, yang tetap hidup sederhana dan bersahaja. Mereka mampu memisahkan urusan Bangsa dan Negara dari urusan Partai, apalagi urusan Pribadi.
Berbeda dengan hari ini, di mana politisi negeri sama sekali tidak mencerminkan sikap kenegarawanan. Semua berlomba tanpa malu untuk merebut kekuasaan dengan segala cara. Praktik money politic makin subur. Pejabat bergelimang kemewahan. Sementara rakyat makin hidup kesusahan.
Sulitnya memberantas money politic hari ini karena kondisi rakyat sudah berada di titik nadir terkait urusan isi perut mereka. Sehingga rakyat umumnya akan tutup mata, dan cukup senang dengan sejumlah uang dua puluh, lima puluh atau seratus ribu rupiah, beserta paket sembako yang dapat mereka terima walaupun hanya pada saat Pemilu berlangsung. Itulah ironi produk demokrasi kita hari ini. Reformasi semakin bergeser dari maknanya.
Pemikiran Ekonomi M Dawam Rahardjo
Dalam sebuah diskusi bersama Mas Dawam sembari ngeteh di selasar hotel Tugu Malang, ditemani Mas Hamam Hariadi (PD PM Kota Malang), saya menangkap sebuah elan vital visi perjuangan ekonomi Mas Dawam. Mas Dawam saat itu masih aktif menjabat Direktur Pasca Sarjana UMM. Sehingga, beliau rutin dalam tiap pekan datang ke Kota Malang.
Visi dan Pemikiran Ekonomi Mas Dawam menggambarkan sebuah keinginan dan ambisi besar yang saat itu masih belum terlalu saya pahami. Hingga, kemudian saya mendengarnya kembali saat Mas Dawam sebagai Ketua Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah memaparkannya dalam Sidang Tanwir Muhammadiyah di Islamic Center Kota Bandung tahun 1999.
Proyek KATAM (Kartu Anggota Muhammadiyah) yang multiguna, dan berbagai terobosan Usaha Dakwah di bidang Ekonomi diluncurkan Muhammadiyah mulai periode ini. Satu-satunya kelemahan mendasar dari berbagai program yang dirancangnya tersebut, adalah terletak di tataran aksi. Hal mana di internal Muhammadiyah secara umum masih gagap meletakkan diri untuk berpijak secara kaffah terhadap sistem ekonomi syariah, di tengah kompetisi bisnis ekonomi konvensional yang begitu ketat.
Mas Dawam dan Jurnal Ulumul Qur’an
Setelah menyelesaikan S2 Ilmu Perencanaan Wilayah dan Pembangunan Perdesaan, saya memulai karir profesional sebagai konsultan proyek-proyek sektor pertanian dan Perikanan.
Saya bergabung dengan Perusahaan Konsultan “Multi Area Conindo” yang merupakan Holding Company dari “Pusat Pengembangan Agribisnis (PPA).” Pusat Pengembangan Agribisnis, dirintis bersama oleh Prof M Amin Aziz (IPB), Abdillah Toha, M Dawam Rahardjo, Adi Sasono, termasuk Prof AM Saefuddin yang pernah menjabat sebagai Menteri Negara Pangan dan Hortikultura periode Presiden Habibie.
Suatu hari ketika saya sedang mempersiapkan Proposal Tender di Kementerian Dalam Negeri, bersama Team Business Development PT Macon, kami mengadakan sebuah meeting di sebuah bangunan tua di Jalan Empang Tiga Kalibata-Jaksel. Usai meeting saya baru menyadari bahwa dari ruang itulah Mas Dawam melahirkan karya berupa Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an yang sangat fenomenal.
Perkenalan saya dengan Mas Dawam bermula dari Jurnal Ulumul Qur’an, di samping Jurnal Prisma yang telah lebih dulu melegenda. Dari Jurnal Ulumul Qur’an pula saya mendapatkan banyak pencerahan pemikiran Agama Islam kontemporer. Saya mulai akrab dengan tulisan-tulisan Fachry Ali, M Syafi’i Anwar, Budhy Munawar-Rahman, Ihsan Ali Fauzi, Komaruddin Hidayat, dan lain-lain.
Setiap terbit rasanya tidak pernah saya lewatkan untuk membaca Jurnal Ulumul Qur’an. Waktu itu saya hanya bisa membacanya di Perpustakaan Kampus. Selain itu, saya sangat gemar membaca Jurnal Prisma. Bacaan ilmu yang sangat berbobot dan kadang butuh waktu ekstra untuk dapat mencernanya.
Intelektual Langka
Mas Dawam adalah sosok langka yang dimiliki Indonesia. Ia dikenal sebagai sui generis (umum) dan romantis. Mas Dawam tidak bisa dikategorikan. Sebagai intelektual, pemikiran Mas Dawam melampaui sekat-sekat batas sosial, politik, ekonomi, budaya, filsafat, agama, dan sejarah.
Sajak-sajak karya Mas Dawam bertebaran sejak ia masih muda. Bahkan, Mas Dawam nyaris menjadi penandatangan Manifesto Kebudayaan tahun 1963. Di masa tuanya, Mas Dawam rajin menulis cerita pendek. Salah satu cerpennya mampu memenangkan penghargaan cerpen terbaik dari Harian Kompas.
Sebagai ekonom, Mas Dawam telah menghasilkan ratusan karya di berbagai jurnal ilmiah, diterbitkan menjadi buku, dan dimuat di berbagai media massa. Namun, Mas Dawam adalah juga seorang “agamawan”. Buku Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci (1996) menjadi cermin luasnya cakrawala pemikiran seorang Dawam Rahardjo.
Siang itu, usai Duhur di pekan kedua Ramadhan 1439 Hijriyah, saya hadir berkumpul di Taman Makam Pahlawan Kalibata-Jakarta, untuk memberikan penghormatan atas prosesi pemakaman Prof Dr M Dawam Rahardjo. Jenazahnya dibaringkan di samping makam sahabatnya, Nurcholish Madjid (Cak Nur).
Hari itu menjadi saksi pertama kali saya memasuki area pemakaman TMP Kalibata. Saya mencatat beragam tokoh bangsa ikut hadir untuk memberikan penghormatannya kepada almarhum Dawam Rahardjo. Hal mana menunjukkan luasnya spektrum pergaulan beliau semasa hidup. Bahkan pemikiran beliau telah mampu menjangkau sudut-sudut kehidupan yang jarang disentuh oleh intelektual pada masanya.
Adalah Moh Shofan, seorang aktivis IMM Malang, yang kemudian berpetualang menjadi aktivis JIMM (Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah) menceritakan langsung kepada saya, tentang sosok Dawam yang begitu peduli memperhatikan “kadernya”. Shofan memiliki kecerdasan dalam mengaksentuasikan gagasan dan pemikiran Dawam, sehingga bisa lebih mudah dicerna publik. Mas Dawam bahkan meminta Shofan untuk ikut tinggal bersamanya. Hampir setahun Shofan pernah tinggal di rumah Mas Dawam.
Satu lagi catatan saya terkait integritas Mas Dawam. Ketika di internal Muhammadiyah beliau banyak dikritik, bahkan dihujat, karena dianggap terlalu liberal. Sebagian kalangan konservatif Muhammadiyah masih belum bisa menerima sikap dan pembelaan Dawam atas berbagai kasus Ahmadiyah, Syiah, Lia Eden, dan berbagai kelompok minoritas lainnya. Dawam menyatakan: “ra Muhammadiyah ra patheken.” Ini menunjukkan sosok Dawam yang begitu merdeka. Walaupun begitu, kecintaan Dawam terhadap Muhammadiyah tidak pernah luntur hingga akhir usia.
Editor: Arif