Terbelah dan Terpolarisasinya Ummat Islam
Dewasa ini, kita tidak sulit menjumpai ummat Islam Indonesia yang kerapkali bertikai, berdebat, hingga saling mencaci maki. Baik di dunia maya, maupun di dunia nyata. Peristiwa semacam ini tentu saja dapat menimbulkan polemik, perpecahan, dan terkotak-kotaknya ummat ke dalam kelompok-kelompok kecil yang semakin hari semakin menjadi-jadi.
Jika kondisi seperti ini dibiarkan terus-menerus, bukan tidak mungkin lagi ummat Islam akan semakin berjarak, bersitegang, bahkan meresahkan banyak pihak.
Dulu, barangkali kita hanya mengenal NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang mapan di negeri ini. Namun, belakangan bermunculan aliran-aliran baru atau kelompok-kelompok kecil yang lain. Sebut saja Persis, Al-Irsyad, HTI, FPI, MTA, dan masih banyak yang lain.
Dengan bertambahnya organisasi, kelompok, atau aliran, sudah barang tentu ummat Islam akan semakin terbelah dan terpolarisasi. Bukan hanya itu, ummat Islam akan semakin sulit pula untuk disatukan menjadi ummatan wahidah alias persatuan ummat yang diidam-idamkan oleh banyak kalangan.
Fenomena demikian rupanya jauh-jauh hari sudah menjadi perhatian banyak pihak. Bahkan, tempo hari pernah dijadikan topik diskusi oleh para sesepuh kita, baik dari tokoh NU maupun Muhammadiyah.
Seminar ”Menuju Satu Ummat: Potensi dan Kendalanya”
Semula berasal dari Seminar Nasional yang yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya pada Juli 1989 di gedung serbaguna UM Surabaya denga tema ”Menuju Satu Ummat: Potensi dan Kendalanya” (Suara Muhammadiyah Edisi 16-31 Agustus 1989).
Acara yang dihelat atas kerjasama UM Surabaya dengan Harian Pagi “Jawa Pos” itu menghadirkan beberapa cendekiawan muslim, seperti: KH. Yusuf Hasyim, H. Abdurrachim MA, Dr. H.M. Amien Rais, Dr. Fuad Amsyari, Drs. Djalaludin Rahmat, serta Dahlan Iskan.
Dalam kesempatan itu, KH. Yusuf Hasyim, Ketua Perhimpunan Pengembangan Pesantren Masyarakat kala itu, menyebutkan bahwa untuk mewujudkan ummat yang satu dalam satu wadah bukanlah pekerjaan mudah. Paling tidak, menurutnya, harus diciptakan suatu forum untuk mempertemukan berbagai organisasi itu.
Yusuf Hasyim: NU dan Muhammadiyah Bertemu, Separo Permasalahan Ummat Selesai
Bagi KH. Yusuf Hasyim, bila saja NU dan Muhammadiyah bisa saling bertemu dan membuat pendekatan forum semacam itu, maka separo permasalahan ummat Islam di Indonesia dapat terpecahkan. Sebab, kedua organisasi itu memiliki potensi besar, di samping jumlah anggotanya yang besar pula.
Tak berhenti di situ, Rois Syuriah PBNU itu juga menawarkan alternatif memukau yang boleh jadi tak pernah terpikiran sama sekali dalam benak kita. Menurutnya, untuk merealisasikan hal itu, para tokoh dari kedua pihak, baik NU dan Muhammadiyah dihimbau untuk membuka kesempatan dan diperbolehkannya keanggotaan rangkap. Artinya, menjadi anggota NU sekaligus menjadi bagian dari anggota Muhammadiyah.
Apa yang disampaikan oleh putra pendiri NU tersebut mendapat tanggapan hangat dari Amien Rais. Menurutnya, Muhammadiyah membuka pintu lebar-lebar apabila warga NU ingin jadi anggota Muhammadiyah. Bahkan, ia juga menganjurkan agar Pemuda Muhammadiyah menikahi Fattayat, begitupun sebaliknya.
Meskipun seminar atau diskusi itu sudah cukup lama waktu berlalu, namun hingga saat ini, tema demikian masih saja relevan dengan kondisi Indonesia mutakhir. Terlebih lagi jika kita melihat konflik-konflik yang mencuat dan mencerminkan kemerosotan kerukunan antar muslim. Pertanyaannya, sampai kapan kita akan terus-terusan bertengkar seperti ini?
Usaha Mempersatukan Kembali Umat Islam
Pertengkaran demi pertengkaran antar muslim memang bukanlah barang baru. Sejak masa Nabi, kita sudah mengenal berbagai macam perdebatan yang berujung pertengkaran. Hanya saja pada masa itu, persengketaan tidak berlarut-larut hingga terpecahnya perang saudara karena dapat dikendalikan oleh Rasulullah Saw.
Puncaknya, pada masa Khalifah Keempat, yakni Ali bin Abi Thalib. Pertempuran antar muslim kala itu pecah. Ummat muslim terbelah menjadi beberapa kubu, dan tentu tak dapat dikendalikan kembali.
Semenjak peristiwa itu, sejarah Islam terus diselimuti pertempuran demi pertempuran yang mencekamkan, bahkan hingga sekarang.
Menilik fenomena demikian, ummat muslim di dunia sebenarnya bukan tanpa usaha. Bahkan, mereka sempat mengadakan Konferensi Islam Internasional di Amman, Yordania pada 4-6 Juli 2005 tentang toleransi dan persatuan Islam.
Konferensi itu menghasilkan beberapa rumusan yang kemudian dikenal dengan Risalah Amman. Di antaranya adalah seluruh ummat dihimbau untuk membuang segenap perbedaan di antara sesama Muslim dan menyatukan kata dan sikap. Bukan hanya itu, ummat Islam juga dianjurkan untuk saling mendukung, saling cinta di jalan Allah.
Akan tetapi, himbauan ulama dunia yang tertuang dalam Risalah Amman bak angin berlalu. Seolah tak didengarkan oleh ummat Muslim. Menguap begitu saja. Faktanya, sampai saat ini, pertikaian antar kelompok muslim masih saja terjadi, dan begitu mudah dijumpai.
Pada akhirnya, jika saja ummat Islam di dunia selalu diselimuti sikap su’dzon atau berprasangka buruk kepada liyan. Kiranya cukup sulit untuk dapat menyatukan ummat.
Bukan hanya itu, kalau saja pendidikan atau pengetahuan kita sempit, tampaknya akan semakin sulit pula untuk mewujudkan persatuan ummat yang diidam-idamkan.
Editor: Yahya FR