Fikih

4 Prinsip Ibadah, Agar Tidak Memberatkan Jamaah Haji Lansia!

3 Mins read

Pada tahun 2023, Kemenag RI mengusung tema #HajiRamahLansia. Hal ini mengingat banyaknya jemaah haji lansia yang beresiko tinggi berangkat ke tanah suci. Untuk itu, ada beberapa prinsip ibadah penting untuk jadi pedoman dalam beribadah, agar tidak memberatkan lansia.

Sejatinya ibadah tidak bermaksud untuk memberat-beratkan manusia dan tidak bertujuan menjadikannya sebagai hukuman kepadanya, melainkan untuk memberikan pengayaan spiritual dan kemanfaatan rohaniah baginya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan perintah agama, termasuk ibadah, terdapat beberapa prinsip yang diatur dalam ketentuan syariah guna menjaga terwujudnya kemaslahatan yang menjadi tujuan agama.

Adalah Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. H. Syamsul Anwar, MA dalam bukunya Fikih Ibadah (2023) menjelaskan ada empat prinsip ibadah (1) prinsip kemudahan, (2) prinsip sesuai kemampuan, (3) prinsip tidak menimbulkan mudarat, dan (4) prinsip sesuai ajaran (sunnah) Nabi Saw.

Prinsip Kemudahan

Karena tujuan syariah adalah untuk mewujudkan maslahat bagi manusia, maka pelaksanaannya berpatokan kepada prinsip kemudahan. Prinsip ini ditegaskan dalam sejumlah ayat Al-Qur’an, hadis, dan kaidah fikih sebagai berikut,

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ [البقرة: 185].

Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran [Q 2: 185].

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ [الحج: 78].

Dan Dia tidak membuat kesukaran bagi kamu (dalam) pelaksanaan agama [Q 22: 78].

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا [رواه البخاري واللفظ له ومسلم].

Dari Anas Ibn Mālik, dari Nabi saw [diriwayatkan bahwa] beliau bersabda: Mudahkanlah dan jangan mempersukar; gembirakanlah dan jangan menimbulkan ketidaknyamanan [HR al-Bukhārī dan Muslim].

المشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرُ [القاعدة الفقهية].

Kesukaran membawa kemudahan [kaidah fikih].

Prinsip kemudahan ini dapat dilihat penerapannya dalam sejumlah ketentuan detail (al-akām al-farʻiyyah) baik di bidang ibadah maupun di luar bidang ibadah.

Baca Juga  Hukum Masbuk bagi Jamaah Shalat Jumat

Prinsip Sesuai Kemampuan

Pelaksanaan perintah agama termasuk ibadah dilakukan sesuai dengan kemampuan manusia. Hal ini mendapat penegasan dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi Saw. Antara lain sebagai berikut,

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا [البقرة 282].

Allah tidak membebani seseorang melainkan sejauh yang mampu dilakukannya [Q 2: 282].

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ [التغابن: 16].

Bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu [Q 64: 16].

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ … وَإِذَا أمَرْتُكُمْ بأمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ [متفق عليه].

Dari Abū Hurairah, dari Nabi saw [diriwayatkan bahwa] beliau bersabda: … … … dan jika aku perintahkan kamu melakukan sesuatu, kerjakanlah sejauh kemampuanmu [Hadis muttafaq alaih].

Manusia adalah makhluk yang memiliki keterbatasan di mana dalam sejumlah keadaan ia menghadapi kesulitan-kesulitan dan keterbatasan kemampuan sehingga tidak semua hal dapat dilakukannya.

Untuk itu, ia diberi tuntunan untuk melakukan apa yang dapat dilakukan, tanpa meninggalkan semuanya. Ia harus membuat pilihan dan prioritas atas apa yang harus dilakukannya. Dalam kaitan ini terdapat dua kaidah fikih yang berbunyi sebagai berikut,

مَا لَا يُدْرَكُ كُلُّهُ لَا يُتْرَكُ كُلُّهُ.

Apa yang tidak dapat dicapai seluruhnya tidak ditinggalkan semuanya.

اَلْأَهَمُّ مُقَدَّمٌ مِنَ اْلُمهِمِّ.

Yang lebih penting didahulukan dari yang penting.

Prinsip Tidak Menimbulkan Mudarat

Pelaksanaan agama tidak boleh menimbulkan mudarat karena tujuan agama itu sendiri adalah untuk mewujudkan kemaslahatan. Islam tidak mengajarkan cara pencapaian nilai spiritual yang tinggi melalui penderitaan. Segala mudarat dan penderitaan harus dihilangkan.

Berdasarkan hal di atas, maka dalam ketentuan syariah terdapat prinsip-prinsip, antara lain,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ [رواه مالك وأحمد واللفظ للأخير].

Baca Juga  Argumentasi Fikih dan Naqli Shalat Jumat di Rumah

Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidak ada kemudaratan kepada diri sendiri dan tidak ada kemudaratan kepada orang lain [HR Mālik dan Aḥmad, dengan lafal dari yang terakhir].

اَلضَّرَرُ يُزَالُ [القاعدة الفقهية].

Kemudaratan itu dihilangkan [kaidah fikih].

اَلْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ [القاعدة الفقهية].

Kebutuhan mendesak menempati kondisi kedaruratan [kaidah fikih].

Prinsip Sesuai Tuntunan Sunnah Nabi Saw

Pelaksanaan ibadah harus sesuai dengan tuntunan Nabi Saw dan tidak boleh membuat-buat bentuk ibadah yang tidak diajarkan dan tidak dicontohkan oleh beliau. Dalam hadis Anas di bawah ini beliau menegaskan bahwa soal agama, dalam hal ini ibadah, harus berpulang kepada beliau. Sedangkan dalam hadis Aisyah berikutnya ia menegaskan bahwa bentuk ibadah yang dibuat-buat dan tidak beliau contohkan dinyatakan ditolak. Dalam dua hadis berikutnya lagi beliau memerintahkan bahwa salat harus dilakukan seperti yang beliau lakukan dan manasik haji harus diambil dari praktik yang beliau tunjukkan.

عَنْ أَنَسٍ قَالَ … … … قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَأَنْتُمْ أَعْلَمُ بِهِ فَإِذَا كَانَ مِنْ أَمْرِ دِيْنِكُمْ فَإِلَيَّ [رواه أحمد واللفظ له وابن ماجه وابن حبان وابن خزيمة].

Dari Anas [diriwayatkan bahwa] ia berkata: … … … Rasulullah saw bersabda: Apabila ada suatu urusan duniamu, maka kamu lebih tahu mengenainya, dan apabila ada suatu urusan mengenai agamamu, maka kembali kepadaku [HR Aḥmad, Ibn Mājah, Ibn Ḥibbān, dan Ibn Khuzaimah].

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهاَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ [متفق عليه].

Dari ‘Āisyah [diriwayatkan bahwa] ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barang siapa mengada-adakan dalam agama kami ini sesuatu yang tidak termasuk ke dalamnya, maka hal itu ditolak [Hadis muttafaq ‘alaih].

Baca Juga  Jihad, Melawan Kebodohan dan Kefakiran

عَنْ أَبِيْ قِلاَبَةَ قاَلَ حَدَّثَناَ مَالِكٌ أَنَّ النَّبِيَّ صّلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: … … … وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى [رواه البخاري].

 Dari Abū Qilābah [diriwayatkan bahwa] ia berkata: Mālik mewartakan kepada kami bahwa Nabi saw bersabda: … … … dan salatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku melakukan salat [HR al-Bukhārī].

عَنْ جاَبِرٍ قاَلَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْمِيْ عَلَى رَاحِلَتِهِ يَوْمَ النَّحْرِ يَقُولُ لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّي لَا أَدْرِي لَعَلِّيْ لَا أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِي هَذِهِ [رواه أحمد].

Dari Jābir [diriwayatkan bahwa] ia berkata: Saya melihat Nabi saw menaiki untanya pada hari nahar (hari kurban) sambil berkata: Hendaklah kalian mengambil manasik haji kalian [dariku], siapa tahu barang kali aku tidak bisa berhaji lagi sesudah haji ini [HR Aḥmad].

Atas dasar itu para fukaha merumuskan suatu kaidah,

إِنَّ الْأَصْلَ فِي الْعِبَادَاتِ التَّوْقِيفُ فَلَا يُشْرَعُ مِنْهَا إِلَّا مَا شَرَعَهُ اللَّهُ.

Pada asasnya ibadat itu adalah taukif dan tidak sah dikerjakan kecuali yang disyariatkan Allah.

Atas dasar ayat dan hadis-hadis di atas para fukaha merumuskan suatu prinsip terkait ibadah bahwa ibadah yang sah dilaksanakan adalah ibadah yang jelas ada dasar syarʻi yang melandasinya. Oleh karena itu, tidak boleh membuat-buat atau mengada-adakan bentuk ibadah yang tidak ada dalil yang mensyariatkannya.

Secara spesifik untuk ibadah tertentu dalam hal ini salat, Nabi Saw menekankan agar ibadah ini dilakukan seperti praktik yang beliau jalankan. Dalam sebuah hadisnya beliau bersabda, Salatlah kamu seperti kamu melihat aku mengerjakannya [HR asy-Syāfiʻī dan al-Bukhārī]. Untuk ibadah haji beliau bersabda, Ambillah manasik ibadah hajimu dariku [HR aṭ-Ṭabarānī dan al-Baihaqī].

Naskah: Azaki
Editor: Soleh

Avatar
1343 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *