Perspektif

Kuntowijoyo (1): Iman dan Kemajuan

3 Mins read

Oleh: Kuntowijoyo

Titik tolak dari bahasan ini ialah sudut pandang sejarah yang mencoba meletakkan kemajuan Muhammadiyah dan sistem pendidikannya dalam kerangka perubahan sosio-ekonomi dan kultural. Di antara pembaharuan dalam agama dan pendidikan, barangkali Muhammadiyah menempati kedudukan tersendiri, karena usahanya yang keras untuk memadukan iman dan kemajuan, seperti juga Taman Siswa yang mencoba memadukan Kebudayaan Barat dan Timur dan filsafat pendidikannya.

Masalah iman dana kemajuan tidak akan pernah selesai dipersoalkan, karena menyangkut nilai-nilai yang abadi di satu pihak dan nilai-nilai yang temporer (bersifat sementara) di lain pihak. Dalam hal ini, Muhammadiyah telah mengambil langkah yang tepat, dengan memurnikan kembal nilai-nilai yang abadi berarti melepaskan beban kultural yang menempel pada pelembagaan nilai-nilai itu, sehingga agama dapat didandani kembali dengan busana kultural baru.

Di bawah ini akan dibicarakan bagaimana Muhammadiyah telah membebaskan diri dari beban kul­tural itu dan menjadikan dirinya sebagai perwujudan dari kemajuan gerakan keagamaan modern.

Tetapi sebelumnya perlulah kami mohon maaf, jika dalam pembahasan ini setidak-tidaknya tersirat bahwa gerakan pemurnian agama, seperti pemberantasan bid’ah dan khurafat, dianggap sebagai gerakan kebudayaan lebih daripada gerakan keagamaan. Hal ini semata-mata dimaksudkan untuk menunjukkan bagaimana gerakan keagamaan mempunyai pengaruh besar dalam perubahan-perubahan sosio-ekonomi dan kultural.

Dalam sejarah kita mengenal gerakan-gerakan agama yang semata-mata sebagai akibat dari dialektika dalam dari sejarah pemikiran theologis dan ada pula gerakan-gerakan yang timbul karena perbenturan dengan dunia luar. Muhammadiyah barangkali termasuk kedua-duanya. Di satu pihak usaha pemurnian agama adalah hasil langsung dari cita-cita kemajuan keagamaan dengan perkembangan zaman. Dalam pengertian inilah, pembaharuan Muhammadiyah dan sistem pendidikannya akan dibahas.

Gerakan pemurnian agama dan pembaharuan pendidikan Muhammadiyah mempunyai hubungan erat dengan lingkungan sosio-ekonomi dan kultural masyarakat kota. Sebagai seorang yang telah lama mengenal gerakan-gerakan pemurnian di Timur Tengah, KH Ahmad Dahlan membawa cita-cita pembaharuan itu di tengah-tengah kehidupan ke­agamaan Islam yang sinkretis di satu pihak dan tradisional di lain pihak. Islam-sinkretis diwakili oleh kebudayaan Jawi yang pusatnya tidak lain ialah daerah Kejawen dengan dua kerajaan Jawa yang secara tradi­sional mengaku sebagai wakil yang sah dari kewenangan Kejawaan. Islam-tradisional diwakili oleh Kiai dan para santri di daerah pedesaan yang tersebar di tengah-tengah lingkungan Islam sinkretis dan tradisional. Di Kampung Kauman, sistem budaya Islam sinkretis bertemu dengan sistem budaya Islam tradisional. Posisi Masjid Besar Kauman adalah strategis untuk sebuah gerakan yang berusaha memurnikan agama dan memperbaharui pendidikan.

Baca Juga  Menggairahkan Passion Pedagang di Tengah Wabah Corona

Sasaran strategis dari pembaha­ruan Muhammadiyah yaitu syirik, bid’ah, dan khurafat yang melekat pada kedua sistem budaya itu merupakan bagian dari sistem yang se­cara fungsional melayani kepentingan kelestarian sistem itu. Syirik berupa takhayul merupakan bagian dari budaya Islam sinkretis, sedangkan bid’ah dan khurafat berupa ajaran agama yang mengada-ada merupakan bagian dari budaya Islam tradisional.

Kedua bentuk budaya itu di lingkungannya ternyata mempunyai peranan yang penting. Syirik seperti tampak dalam cerita-cerita tentang sing mbau rekso mempunyai hubungan erat dengan tata masyarakat desa. Konsep tentang kekuatan super­natural dapat menjamin ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan masya­rakat desa. Demikian pula konsep tentang Nyai Roro Kidul mempunyai hubungan erat dengan legitimasi politik kerajaan-kerajaan Kejawen.

Dalam hal ini, gerakan pemurnian berarti rasionalisasi yang berusaha menghilangkan kepercayaan-kepercayaan semacam itu. Akibat dari rasionalisasi ini mempengaruhi perubahan pola tingkah laku masyarakat.

Demikian pula bid’ah, seperti tam­pak dalam upacara tahlil, barzanji, dan kenduri di desa merupakan sarana bagi keutuhan masyarakat dan pemerataan pendapat penduduk desa dapat terancam oleh gerakan anti bid’ah dari Muhammadiyah. Contoh-contoh semacam ini dapat diperpanjang lagi, namun pembahasan ini akan membatasi diri pada persoalan sekitar pendidikan saja.

Sekilas sudah tampak bahwa rasi­onalisasi dan pemurnian agama me­rupakan ideologi baru dalam masya­rakat Indonesia. Ideologi baru ini sering dihubungkan dengan perubahan-perubahan sosial dari masya­rakat desa ke masyarakat kota, masyarakat agraris ke masyarakat industrial, dan masyarakat tradisional ke masyarakat modern.

Muhammadiyah mewakili masya­rakat baru, yaitu masyarakat kota, industrial, dan modern. Sistem pen­didikan Muhammadiyah ditujukan untuk mempertahankan iman dan menyesuaikan lembaga-lembaga keagamaan dengan perubahan sosial.

Sistem sekolah adalah contoh yang paling jelas dari usaha ini. Muham­madiyah menyadari bahwa untuk hidup dalam masyarakat industrial orang harus belajar melalui Pendidikan formal yang mengajarkan ketrampilan-ketrampilan tertentu. Substansi, proses, dan produk dari pendidikan formal itu sangat berbeda denganpendidikan pondok pesantren.

Baca Juga  Kalau Pindah Agama, Jangan Menjelekkan Agama Sebelumnya!

Pendidikan Muhammadiyah berusaha memenuhi pasaran kerja baru dalam birokrasi, industri, pendidikan perdagangan, dan sebagainya; sedangkan pondok pesantren hanya mampu melayani masyarakat desa dan pertanian.

Dengan kata lain, pendidikan Muhammadiyah berada dalam lingkaran pemasaran modern, sedangkan pondok pesantren dalam lingkungan pemasaran tradisional. Tanpa Muhammadiyah, tidak bisa dibayangkan adanya golongan Muslim terpelajar yang sanggup hidup di tengah-tengah peradaban modern tanpa terpecah kepribadian dan imannya. BERSAMBUNG

Sumber: “Iman dan Kemajuan” karya Kuntowijoyo (SM no 11/ Th. ke-62/1982).

Editor: Arif

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds