Feature

Kader Macam Apa Saya Ini?

3 Mins read

Muhammadiyah Keturunan

Sebagai anak yang lahir dari keluarga yang berlatar belakang Muhammadiyah, bisa dibilang penulis merupakan kader Muhammadiyah secara biologis alias keturunan.

Meski kedua orangtua bisa dibilang tidak begitu aktif di organisasi secara struktural, namun waktu kecil, saya sering melihat seragam Nasyiatul ‘Aisyiyah dikenakan ibu ketika menghadiri pengajian.

Salah satu yang teringat, ketika menghadiri tabligh akbar. Di mana, Prof. Din Syamsuddin bertindak sebagai pengisi acara. Saat itu, beliau masih menjabat ketua PP Muhammadiyah di periode pertamanya. Dan hingga saat ini, penulis masih mengidolakan tokoh Muhammadiyah tersebut, yakni Prof. Dr. K.H. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, M.A.

Di Muhammadiyahkan oleh Pendidikan

Sejak tingkat kanak-kanak hingga perguruan tinggi, pendidikan yang penulis tempuh merupakan sekolah Muhammadiyah, TK ABA, MI, MTs, SMA, sampai Universitas semuanya Muhammadiyah.

Namun, dengan belajar mata pelajaran Kemuhammadiyahan dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, apakah saya sudah bisa dikatakan kader otentik?

Pernah merasakan berorganisasi ketika di sekolah menengah, menjadi bagian dari Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) di sekitaran tahun 2004 membuat penulis mengenal apa itu organisasi.

Ditempatkan pada posisi bidang kaderisasi selama 2 periode, seakan mengkader diri sendiri. Banyak ilmu dan pengalaman yang didapat, namun sama sekali tak mempunyai sertifikat.

Mengikuti IRM sampai kembali berubah nama menjadi IPM dengan amanah yang sama, dan diakui sebagai anggota dengan bukti KTA. Di tingkat perguruan tinggi, rasanya malas untuk berorganisasi.

Meski setiap hari dan tidurpun di markas salah satu komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di Malang pada tahun 2010, namun kembali hanya mengambil ilmu dari senior tanpa menjadi anggota yang resmi.

Otentik kah Saya sebagai Kader?

Di Muhammadiyah, perkaderan dimulai dan dilakukan diberbagai lini, salah satunya pendidikan. Jika di sekolah ada Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), di perguruan tinggi ada IMM.

Baca Juga  Bayang-Bayang Seni Kiai Dahlan di Muhammadiyah

Dari pengalaman yang pernah dialami, tak pernah satu pun penulis mendapatkan sertifikat (syahadah). Meski sekarang dalam keseharian berada dalam organisasi yang didirikan KH. Ahmad Dahlan itu, yakni di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) bidang pendidikan, rasanya penulis masih menjadi kader yang ‘ilegal’, belum otentik terutama dari segi administrasi.

Perkaderan yang diikuti era IRM, tak sekalipun menghasilkan apa yang disebut syahadah. Turut serta dalam kegiatan ranting, menjadi salah satu pimpinan di Pemuda Muhammadiyah tingkat desa, serta KTAM ditangan pun seakan hanya sebagai simbol bahwa benar-benar warga Persyarikatan.

Apakah ini hanya dialami oleh saya? Ternyata tidak. Dilingkungan sekitar, banyak para kader, bahkan orangtua mempunyai peran serta kontribusi yang besar bagi Muhammadiyah di ranting tanpa memiliki syahadah ataupun KTAM.

Tipe-tipe Kader Muhammadiyah

Militansi mereka tidak diragukan lagi, pengajian yang diadakan baik di sekitaran Cabang sampai di Daerah tetangga pun hadir. Mungkin ini salah satu bentuk menghidupkan Muhammadiyah. Jika Ninin Karlina pernah menulis 6 tipe kader Muhammadiyah di sangpencerah.id di antaranya kader biologis, yakni orang yang lahir dari keluarga yang sudah menjadi warga Muhammadiyah, yang secara ideologis aktivis belum tentu sesuai harapan orang tuanya.

Kader ideologis dan aktivis, merupakan orang-orang yg bermuhammadiyah karena sejak lama ikut dalam kegiatan dan pendidikan kader Muhammadiyah.

Hal itu ditandai dengan tergabungnya dirinya dalam struktur organisasi Muhammadiyah mulai dari organisasi otonom Muhammadiyah hingga Majelis Muhammadiyah, kader inilah yang mampu menggerakan Roda Persyarikatan.

Lalu kader honoris, mereka orang yang ber-Muhammadiyah dikarenakan dia bekerja di AUM tapi tidak mau bergabung dalam kegiatan dan struktur organisasi Muhammadiyah, termasuk orang yang mendadak mendapatkan NBM tapi demi kepentingan pribadi.

Baca Juga  Berhentilah Menjadi Orang Baik di Masa Covid

Kemudian kader simpatis, seseorang yang menyukai kegiatan Muhammadiyah tapi belum mengenal Muhammadiyah secara mendalam. Inilah kader potensial agar dapat menjadi kader ideologis dan aktivis. Termasuk pula para pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah.

Ninin Karlina, kader PDNA Sukoharjo itu juga mengkategorikan ada yang sebagai kader artis, kader yang numpang tenar. Mereka ialah orang yang mengaku dan bangga bermuhammadiyah karena merasa memiliki kepandaian intelektual yang baik sehingga dapat menangkap pergerakan Muhammadiyah yang dianggap realistis, tapi untuk ikut berjuang dalam persyarikatan Muhammadiyah mereka banyak argumen.

***

Terakhir adalah kader penghianat dan semoga yang terakhir penulis bukan termasuk darinya. Mereka adalah orang-orang yang memanfaatkan Muhammadiyah untuk tujuan tertentu.

Setelah tujuannya tercapai, mereka berbalik memusuhi, acuh, dan tidak memperdulikan Muhammadiyah. Kader macam apa saya ini? Lalu masuk yang manakah saya? Biologis? Ideologis? Aktivis? Honoris? Simpatis? Artis?

Mungkin yang bisa menjawab hanya diri sendiri, namun orang lain berhak menilai dengan kacamata yang arif dan bijak tentunya, bukan dengan kebencian terhadap diri pribadi penulis.

Ber-Muhammadiyah Lilahi Ta’ala

Sejatinya, ber-Muhammadiyah adalah dengan tujuan rida Allah SWT, bukan demi sertifikat, syahadah, bahkan jabatan. Begitu pula Muhammadiyah dalam perannya selama ini.

Sampai saat tulisan ini ditulis atau dibaca oleh orang banyak, penulis sendiri tidak mengetahui seperti apa dan apa standarisasi kader yang dikatakan otentik.

Apakah yang punya syahadah/sertifikat sebagai bukti keikutsertaan dalam perkaderan? Apa yang punya kartu anggota? Karena, sering sekali melihat suatu musyawarah atau suatu kegiatan, sering kali syahadah sebagai syarat.

Jika syahadah menjadi unsur atau syarat ke-otentikan kader, maka penulis hanyalah kader tanpa sertifikasi.

Gerakan Muhammadiyah yang berdasarkan kepada keyakinan, ketauhidan, Al-Qur’an dan hadis yang tertulis pada matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah adalah suatu sistem paham Organisasi Muhammadiyah dalam memperjuangkan gerakan untuk mencapai tujuan.

Baca Juga  Inilah Khittah Muhammadiyah Tahun 1956-1959

Atau dengan kata lain, substansi ideologis yang mengandung paham agama yang fundamental. Terima kasih Muhammadiyah, karena Muhammadiyah telah berjasa banyak pada diri penulis, melalui ilmu, pengalaman, dan lain sebagainya.

Dan penulis insyaAllah akan tetap menjadi warga dan kader Muhammadiyah dengan semangat menghidupkan dakwahnya, meski tanpa syahadah, dengan tujuan rida Allah SWT, dan bermanfaat bagi umat.

Editor: Yahya FR

Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds