Tajdida

Pikiran Kiai Dahlan: Antara Abduh, Ridha, dan Renan

1 Mins read

Saat berkunjung ke Prancis, Syaikh Abduh berkata: “Saya tidak melihat Muslim di sini, tapi merasakan (nilai-nilai) Islam. Sebaliknya, di Mesir saya melihat begitu banyak Muslim…. tapi hampir tak melihat Islam.”

***

Kiai Dahlan begitu terpesona dengan pikiran-pikiran Syaikh Abduh dan Syaikh Ridha. Jurnal al-Urwatul Wustqa kerap beliau baca dan banyak mengilhami pergerakan Muhammadiyah di kemudian hari.

Salah satu pertanyaan Syaikh Rasyid Ridha yang beliau pahamkan adalah: Limadza ta akharaa muslimuuna wa taqaddamu ghairuhum?

Syaikh Abduh begitu geram kepada Renan, seorang filsuf besar Prancis saat itu yang kerap menyudutkan umat Islam. Kepada Renan beliau jelaskan, betapa Islam adalah agama yang sangat hebat dan mulia, cinta ilmu, suka membaca, bersih, jujur, dan lainnya. Tapi Renan menjawab ringan: “Saya tahu persis kehebatan semua nilai Islam dalam Al-Quran, tapi tolong tunjukkan satu komunitas Muslim di dunia yang bisa menggambarkan kehebatan ajaran Islam….”

***

Syaikh Abduh terdiam. Jawaban Renan begitu telak. Dan menggugah semua pikirannya. Ajaran mulia Islam tak seindah realitas. Umat Islam terpuruk. Terjajah karena kurang baca. Sesama muslim bahkan saling bertengkar dan berselisih. Bahkan, semua bertolak belakang dengan ajaran Islam.

Lugas Syaikh Abduh mengatakan: “Al Islamu mahjuubun bil muslimin.” Ini pula yang mengilhami Kiai Dahlan. Sebab, umat Islam makin jauh dari al-Quran dan as-Sunah. Kemuliaan Islam tertutupi oleh kebodohan umat Islam sendiri.

Paradoks. Eropa berubah maju karena meninggalkan agama (Kristen dan konsep sekularisasi). Tapi Arab dan negeri-negeri Islam justru mundur dan terbelakang karena meninggalkan Islam. Dua hal yang secara simetris sama, tapi berbeda dalam hal produk.

***

Gagasan pembaharuan dan tajdid Kiai Dahlan cukup efektif. Selama 100 tahun ini pergerakan pemikiran yang dibingkai dalam Muhammadiyah cukup signifikan mengubah pola dan mainstream berpikir umat. Dampaknya kuat terasa. Pikiran bening Kiai Dahlan kerap menjadi suar dan ditirukan, dan itulah yang semestinya. Tapi jangan pernah lupa: Kiai Dahlan pun sempat tidak setuju ketika gerakan pemikiran (State of mind) ini dilembagakan. Beliau khawatir, ke depan kita hanya sibuk ngurusi organisasi dan lupa pada gerakan pemikiran. Wallahu taala A’lam.

Editor: Arif

Baca Juga  Perbedaan Wacana Sufisme di NU dan Muhammadiyah
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds