AkhlakPerspektif

Persaudaraan, Ajaran Otentik Islam

3 Mins read

Oleh Hendriana*

Sikap tidak menerima perbedaan kerap kali muncul ke permukaan. Merendahkan dan tidak menerima karena status ekonomi yang berbeda, tidak menerima karena suku yang berbeda, menghinakan karena persoalan fisik yang berbeda serta tidak menerima, karena perbedaan pandangan politik bahkan hanya karena berbeda pemahaman agama.

Belakangan ini sangat marak bermunculan terlebih datangnya perhelatan Pemilu. Seluruh isu yang menjadi kelemahan lawan digoreng sedemikian rupa. Hingga tidak malu disampaikan di depan publik, bahkan di televisi. Hingga hari ini, kita masih mendengar persoalan yang diributkan pada tahun 2019 kemarin. Hal ini tentu menjadi sesuatu yang akan merusak integerasi sesama anak bangsa. Terlebih di beberapa daerah akan kembali melakukan perhelatan politik memilih kepala daerah.

Persaudaraan dalam Islam

Sudah menjadi barang tentu konflik antar pendukung akan kembali lagi memanas, saling hina, menyebarkan kebencian serta saling serang dengan berita bohong bahkan hingga menumpahkan darah, tentu tidak akan terhindarkan lagi. Apalagi suhu pilpres yang belum stabil, meskipun kedua kubu telah melakukan rekonsiliasi. Terlebih di masyarakat bawah yang bersentuhan langsung satu sama lain.

Apabila ini berlanjut tentu tidak baik bagi kehidupan di masyarakat.  Persoalan tersebut lahir karena sebagian orang lupa dengan dasar negara, yang seharusnya dijadikan nafas dalam setiap langkah kehidupan, sila ketiga Pancasila, persatuan pndonesia. Persatuan merupakan wadah bagi terwujudnya nilai dan cita-cita luhur bangsa dan menjadi condition sine qua non. Ditambah dengan semboyan negara “Bhineka Tunggal Ika” artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua, harus dipahami dengan segenap jiwa setiap warga negara tanpa memandang pandangan politik dan sebagainya.

Terlebih masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, seharusnya tetap menjadi pelopor persatuan bagi bangsa ini dan tidak membuat gaduh. Apalagi ribut dengan saudara seagama, menjadi sebuah kerugian bagi pelakunya.

Baca Juga  Benarkah Al-Qur'an Zaman Sekarang Tidak Otentik?

Salah satu ajaran otentik Islam adalah rasa persaudaraan yang sangat tinggi terhadap saudara seiman. Terlihat jika seorang Muslim melintas ke satu negara yang berbeda, dan ia menyatakan bahwa Ia Muslim, maka suasana akrab kerap kali menghiasi pertemuan tersebut. Begitu pula dengan tetangga rumah, desa maupun daerah sangat terasa rasa persaudaraannya. Ini menjadi modal utama bagi bangsa kita, apabila diterapkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Perbedaan adalah Keniscayaan

Rasa persaudaraan ini dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, ketika beliau hijrah ke Madinah. Nabi SAW menyaudarakan antara anggota masyarakat baru Madinah, terutama imigran dari Makkah dengan kaum penyambut atau penolong di Madinah. Hingga akhirnya sangat terasa kekentalan persaudaraan tersebut, meskipun tidak memiliki darah yang sama.

Bahkan ajaran waris-mewarisi sempat disebarkan, meskipun pada akhirnya dibatalkan karena tidak sejalan dengan ajaran Islam, tetapi setidaknya kita dapat lihat rasa persaudaraan mereka dapat kita tiru. Terlebih Allah menegaskan bahwa setiap muslim adalah bersaudara, di manapun dan dalam kondisi apapun. Seperti terdapat dalam Q.S. al-Hujurat ayat 10:

“Sesungguhnya mereka yang beriman itu adalah bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu sekalian; dan bertakwalah kepada Allah agar supaya kamu semua dirahmati-Nya”.

Perbedaan memang sudah menjadi sesuatu yang wajar disebabkan manusia diciptakan berbeda-beda, telah menjadi sunatullah. Apalagi Allah tidak membedakan keniscayaan tersebut, termasuk kepada orang-orang yang beriman, satu sama lain diberikan potensi dan pemahaman. Namun tentu jangan dijadikan dasar untuk memutuskan persaudaraan antara sesama Muslim, dan hendaknya dihiraukan.

Menghindari Olok-olok

Mengingat betapa fundamentalnya persaudaraan, tentu jika menemukan sikap muslim yang berbeda, tidaklah boleh bersikap absolutik “kami benar, kalian yang salah!”. Llebih baik bersikap relativistik, seperti yang pernah dicontohkan oleh Imam Abu Hanifah “Saya benar, tapi bisa jadi salah, orang lain salah tetapi bisa jadi benar”. Apalagi sampai memperolok muslim yang lainnya, hal tersebut dilarang, sebagaiman firman Allah dalam Q.S. al-Hujurat ayat 11 :

Baca Juga  Mereka Kecewa Ternyata Muhammadiyah Moderat

Hai orang-orang beriman! Janganlah ada suatu golongan memperolok golongan yang lain; boleh jadi yang satu (yang diperolok) lebih baik daripada yang lain (yang memperolok): juga jangan ada perempuan menertawakan perempuan; boleh jadi yang seorang (yang diperolok) lebih baik daripada yang lain (yang memperolok): Janganlah kamu salingmencela dan memberi nama ejekan. Sungguh jahat nama yang buruk itu setelah kamu beriman. Barang siapa tidak bertobat, orang itulah yang zalim.

Jika seperti itu tentu persaudaraan akan rusak, berhati-hati dalam menjaga sikap terhadap yang berbeda, begitupun dengan sikap terbuka sesama Muslim harus ditampilkan. Terbiasa dengan kritik yang dilakukan oleh orang lain, tentu bagi kemajuan bagi suatu saat nanti. Dengan begitu tidak akan ada kesalahpahaman, melakukan tabayun terrhadap sesuatu yang tidak valid kebenarannya. Sehingga tidak akan terjadi ribut karena ketidakbenaran berita terhadap sesuatu. Apabila itu terjadi maka tidak akan ada disintegerasi antara sesama anak bangsa.

Selain itu nilai dan cita luhur bangsa ini akan terwujud, disebabkan persaudaraan yang telah dibangun oleh seluruh lapisan anak bangsa. Tentu tidak mudah memang, tetapi dengan kerja keras yang kita lakukan, hal ini tidak akan mustahil didapatkan. Apalagi potensi anak muda bangsa yang membanggakan, ditambah dengan dorongan iman dan ketakwaan yang dimiliki oleh umat Muslim.

*) Mahasiswa Hukum Keluarga Islam Universitas Muhammadiyah Bandung.

Editor: Nabhan

Admin
185 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds