Bagi orang yang tidak bergelut di bidang sains, seperti saya, memahami kompleksitas wabah corona secara medis dan biologis, tentu bukan persoalan yang praktis. Karena itu, saya berusaha menghadirkan peristiwa ini dari sudut pandang lain, yakni sudut pandang hikmah.
Kita semua tahu, wabah ini telah menghadirkan derita bagi umat manusia. Namun, itu tak bermakna hanya ada satu sisi untuk mencernanya. Pada hakikatnya, tidak ada ciptaan Allah di semesta ini yang sia-sia. Dalam setiap kejadian, senantiasa terdapat hikmah dan manfaat, bagi akal yang mau bekerja. Demikianlah pula dengan wabah corona. Salah satunya adalah hikmah teologis.
Hikmah Teologis
Hikmah Teologis adalah pelajaran di balik kejadian dalam bentuk peningkatan keimanan kepada Tuhan, Allah SWT. Kita menyadari, salah satu cara menghadirkan dan meningkatkan keimanan adalah dengan merenungkan ciptaan-ciptaan Tuhan.
Virus adalah ciptaan Allah yang sangat kecil. Para ahli menyebut ukuran virus adalah nanometer. Meskipun di kalangan ilmuwan terdapat perdebatan apakah virus merupakan makhluk hidup atau bukan; namun satu hal yang pasti, virus adalah ciptaan Tuhan.
Tetapi makhluk kecil yang tak terlihat mata telanjang itu ternyata telah menyedot energi dunia. Maka dari sudut pandang hikmah, wabah corona adalah sebuah momen tepat untuk melakukan perenungan atas keimanan. Semakin jauh perenungan dilakukan, keinsyafan manusia atas kuasa Allah akan semakin mendalam.
Dalam kecilnya ciptaan Tuhan, kita mendapatkan hukum logika terbalik. Kecilnya makhluk ciptaan Allah ini, bukan menunjukkan kelemahan Tuhan. Kenyataan itu justru menunjukkan begitu Maha Kuasanya Allah SWT. Dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 26, Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak malu menjadikan perumpamaan nyamuk (kutu busuk) atau yang lebih kecil dari itu. Bagi orang-orang yang beriman, mereka segera mengetahui sesungguhnya itulah kebenaran dari Tuhan mereka. Sementara bagi orang-orang yang ingkar, maka mereka bertanya apa yang sesungguhnya diinginkan oleh Allah dengan perumpamaan ini? Tersesatlah dengan sebabnya kebanyakan manusia dan mendapatkan petunjuk darinya kebanyakan manusia. Dan tidaklah tersesat kecuali orang-orang yang fasik.” (Q.S. al-Baqarah: 26).
Kata ba’udhah dalam ayat ini memang masih diperdebatkan oleh para ahli tafsir. Ada yang mengartikannya sebagai nyamuk. Namun, ada pula yang mengartikannya dengan kutu busuk. Dalam Tafsir al-Misbah, Profesor Quraish Shihab menganut pandangan yang terakhir. Namun, baik dalam arti nyamuk maupun kutu busuk, keduanya sama-sama tidak mengurangi esensi dan tujuan ayat ini, yakni menunjukkan kekuasaan Allah.
Ba’udhah dalam arti kutu busuk, memiliki keistimewaan yang hanya bisa diketahui melalui perenungan dan penelitian. Kutu busuk adalah serangga kecil, tetapi mampu mematikan gajah dengan antena kecil yang ada di kepalanya. Sementara jika bau’dhah diartikan sebagai nyamuk, itupun tak kalah dahsyatnya.
Nyamuk dan Virus Corona
Seiring dengan perkembangan akal manusia dan hakikat rasa ingin tahunya, aneka makhluk hidup, bahkan yang kecil dan tak kasat mata, dijadikan sebagai objek penelitian untuk memperoleh pengetahuan baru. Nyamuk bukan pengecualian.
Rupanya, menurut penelitian ilmiah, nyamuk adalah serangga dengan berbagai fakta mencengangkan, karena memiliki struktur yang sangat rumit di tubuhnya. Sebuah penelitian menyebut, jika dilihat dengan mikroskop dan dibesarkan 400 kali, maka akan terlihat dengan jelas kerumitan struktur nyamuk itu. Ternyata, nyamuk memiliki 100 mata di kepalanya, 48 gigi, 3 jantung dalam tubuhnya, mampu mengeluarkan bius, sehingga saat jarumnya (atau yang dalam bahasa ilmiah disebut dengan probosis) menusuk kulit manusia dan mengisap darahnya, kita tak merasakannya dan baru beberapa saat kemudian kita merasakan, karena tak lama setelah nyamuk melepaskan gigitannya, daya bius itu hilang.
Dari sini pula, para ilmuwan menemukan bahwa rupanya hanya nyamuk betina yang menghisap darah sebagai makanan. Sementara nyamuk jantan menjadikan nektar bunga sebagai makanannya. Menariknya lagi, nyamuk mampu merasakan kehadiran manusia melalui suhu badan mereka dan mampu mendeteksi dari jarak sekitar 30 meter.
Dalam Tafsir al-Maraghi, Ahmad Mustafa al-Maraghi menyebutkan, berdasarkan riwayat Ibn Abbas bahwa ayat ini turun sebagai bukti keajaiban al-Qur’an untuk menjawab tuduhan atau keraguan umat Yahudi yang menganggap remeh permisalan-permisalan yang menggunakan serangga kecil dalam al-Qur’an. Sebelum ayat yang dikutip di atas, Allah memang menyebutkan dua serangga yakni laba-laba dan lalat.
Dalam Surat al-Ankabut ayat 41 Allah berfirman: “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba, sekiranya mereka mengetahui.”
Ayat lainnya terdapat dalam Surat al-Hajj ayat 73: “Wahai manusia! Telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah. Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebut kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah.”
Ayat yang menyebutkan nyamuk di atas juga menegaskan bahwa tak hanya nyamuk, bahkan Allah pun tidak malu menciptakan makhluk yang lebih kecil dari nyamuk. Dengan melihat apa yang terjadi dalam kehidupan global hari ini melalui wabah corona, atau penyakit lain yang disebabkan oleh virus sejenis pada waktu-waktu terdahulu, sungguh firman Allah menampakkan bukti kebenarannya.
Virus corona yang jauh lebih kecil dari nyamuk telah melahirkan inovasi-inovasi baru dalam dunia pengobatan modern melalui riset-riset yang serius dan lama. Baik sebelum, dan apa lagi setelah wabah ini terjadi, pastilah riset-riset ilmiah tentang corona akan semakin banyak dilakukan. Ini bermakna bahwa dalam makhluk ciptaan Allah yang jauh lebih kecil dari nyamuk, ternyata mampu menghadirkan ilmu pengetahuan bagi manusia, sepanjang manusia mau melakukan perenungan dan refleksi.
Wabah dan Keimanan
Lebih mendasar lagi, perenungan yang lebih jauh akan memberikan keinsafan bahwa di hadapan Tuhan, sesungguhnya manusia ini teramat lemah dan kecil. Menghadapi makhluq ciptaan Allah yang teramat kecil ini saja, manusia telah mengerahkan aneka daya usaha yang melibatkan ragam disiplin dan lintas sektoral.
Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar menulis: “Tidak ada rupanya yang soal kecil. Kita bertambah iman bahwa daerah kekuasaan Allah Ta’ala pun meliputi akan kehidupan mereka semuanya. Janganlah kita menjadi orang fasik yang tersesat karena kebekuan hati dan kesombongan. Berlagak tahu padahal tidak tahu.” (Tafsir al-Azhar Jilid I, h. 148).
Maka, sekali lagi, corona memang telah menghadirkan bencana kemanusiaan pada level global. Namun, hikmah teologis yang ia bawa, jika dihadirkan dan direnungkan secara sungguh-sungguh, akan menambah kualitas keimanan umat Islam.
Tentu saja, menambah ketakutan kepada Allah. Tetapi bukan ketakutan dalam wujudnya yang fatalistik, sebagaimana kini banyak diperdengarkan oleh kelompok-kelompok yang mengaku sebagai penegak agama.
Editor: Nabhan