Inspiring

Ulama Mandar dan Sulawesi: Riwayat dan Perbandingan dengan Ulama Sumatra-Jawa

3 Mins read

Dalam salah satu tulisannya Ahmad M Sewang di pengantar buku Hikmah dalam Hikam karangan KH Ilham Saleh, anak dari KH Muhammad Saeh, mengatakan bahwa salah satu perbedaan antara Ulama Sumatra dan Ulama Sulawesi adalah bahwa Ulama Sumatra sangat piawai dalam membuat tulisan. Sedangkan ulama Sulawesi (termasuk ulama Mandar) lebih ahli dalam hal safawiyah.

Artinya Ulama Sulawesi bukanlah ulama penulis melainkan Ulama yang lebih banyak mengekspresikan pengetahuannya melalui lisan, pidato dan ceramah. Kedua daerah ini merupakan tempat lahirnya ulama ulama besar. Namun kelebihan yang dimiliki oleh Ulama Sumatra adalah mereka meninggalkan tulisan-tulisan dalam bentuk buku.

Ulama Mandar dan Ulama Sumatra

Salah satu Ulama yang sangat produktif yang berasal dari Sumatra adalah Buya Hamka, yang meninggalkan karya tulis kurang lebih 119 buah. Bahkan salah satu karya terbesar dari Buya Hamka yakni Tafsir Al Azhar yang berjilid jilid ditulis sewaktu Buya Hamka berada dalam penjara.

Namun demikian kualitas Ulama-ulama yang ada di kawasan Sulawesi tidak kalah dengan Ulama-ulama yang ada di Sumatra maupun yang ada di Pulau Jawa. Wilayah Sulselbar yang dulunya adalah Sulsel adalah tempat banyak melahirkan Ulama-ulama besar, di antaranya adalah AG Ambo Dalle, KH As’ad, KH Muhammad Nur, KH Yunus Maratang, Imam Lapeo, KH Muh Saleh dan masih banyak lagi Ulama-ulama lain yang lahir wilayah Sulawesi.

Kebesaran Ulama-ulama dulu masih dirasakan oleh generasi generasi yang hidup di era modern sekarang ini. Salah satu ulama fenomenal khususnya di tanah Mandar adalah KH Muhammad Thahir Imam Lapeo dan KH Muhammad Saleh. Keduanya dilahirkan di Pambusuang dan perjalanan intelektual kedua ulama ini, sangatlah panjang.

Mereka meninggalkan kampung untuk menimba ilmu di berbagai tempat, bahkan sampai ke Mekkah. kedua ulama yang banyak di kunjungi makamnya oleh masyarakat baik yang ada di tanah Mandar maupun di luar Mandar. Daya tarik kedua ulama ini sangat luar biasa, Imam Lapeo diyakini masyarakat Mandar punya keberkahan dan karamah.

Terbukti sampai sekarang kunjungan peziarah ke makam Imam Lapeo tidak pernah surut. Bahkan mobil mobil yang lewat di depan Masjid Imam Lapeo selalu berhenti untuk mengambil berkah dan menyumbang ke Masjid Imam Lapeo.

Baca Juga  Bung Tomo, Radio Pemberontakan, dan Detik-detik Revolusi 10 November

KH Muhammad Saleh

Begitupun dengan KH Muhammad Saleh. Setiap memperingati Haul dan Shalat di malam 27 Ramadan, ribuan pengunjung jamaah tharekat Qadiriyah yang merupakan tarekat KH Muhammad Saleh, mengunjungi Pambusuang sebagai pusat kegiatan Haul.

Pengembaraan intelektual KH Muhammad Saleh sama dengan Kyai Kyai besar yang ada di Jawa, yang meninggalkan kampung mereka untuk menuntut ilmu di tanah Makkah sebagai pusat keilmuan Islam pada masa itu.

Selama bertahun-tahun KH Muhammad Saleh memanfaatkan momentum untuk mengais ilmu-ilmu keislaman dan berguru kepada para ulama besar yang ada di Mekkah pada waktu itu, utamanya kepada Sayyid Alwi Al Maliki. Keberadaannya di Mekkah selama 16 tahun betul betul dimanfaatkan untuk fokus mengaji keilmuan dan ibadah.

Di akhir perjalanan intelektual KH Muhammad Saleh di tanah Mekkah, dia memfokuskan diri untuk mempelajari ilmu tasawuf. Ini sama dengan perjalanan intelektual Imam Al Gazali, yang di akhir pengembaraannya sangat tertarik dengan dunia tasawuf.

Bekal belajar selama bertahun-tahun di Mekkah dengan berbagai ilmu keislaman itulah yang menjadi bekal KH Muhammad Saleh dalam menyebarkan wawasan keilmuannya di tanah Mandar. Pengajian-pengajian yang disampaikan di berbagai daerah, lebih banyak difokuskan kepada ilmu tasawuf atau pengajian pengajian tarekat, khususnya tarekat Qadiriyah.

Kontribusi yang diwariskan oleh KH Muhammad Saleh dalam memberikan pencerahan pencerahan keagamaan membuahkan hasil yang sangat luar biasa. Jamaah Qadiriyah berbondong-bondong datang menghadiri setiap ada perheletan Haul yang dilaksanakan setiap tahun. Itu merupakan amal jariyah KH Muhammad Saleh yang telah ditanam bertahun tahun sejak dari kepulangannya menuntut ilmu dari tanah makkah.

Warisan Biologis dan Ideologis

Sebagaimana dalam hadis yang sangat masyhur bahwa ketika anak Adam meninggal dunia maka terputuslah dalam melakukan amal. Kecuali tiga yang masih akan berjalan, yaitu ilmu yang bermanfaat yang ditorehkan selama di dunia, meninggalkan anak yang saleh yang selalu mendoakan dan sadaqah yang selalu jariyah.

Baca Juga  Irwan Akib, Lejitkan Mutu UNISMUH Lewat Pola Manajemen Matematis

Setidaknya KH Muhammad Saleh telah menitipkan keilmuan yang selama ini dia lakukan pengajian di berbagai tempat di tanah Mandar. Dia telah mewakafkan dirinya untuk memberikan pencerahan pencerahan keilmuan di tanah mandar. Ini terbukti dengan sangat berkembangnya jamah Qadiriyah setiap tahunnya. Ini adalah salah satu bentuk amal jariyah yang telah diwariskan oleh KH Muhammad Saleh.

Kemudian anak yang saleh yang selalu mendoakannya. Dia telah mewariskan begitu banyak anak yang saleh, berupa anak biologis dan anak ideologis, sebagai pelanjut tongkat estafet dalam menyampaikan ajaran ajaran keagamaan yang terlembagakan dalam ajaran tarekat. Tongkat estafet ajarannya telah dilanjutkan oleh putranya KH Ilham Saleh yang juga mengikuti jejak ayahnya, dalam pengembaraan intelektualnya sempat menimba ilmu di tanah makkah.

Namun demikian sebagaimana yang menjadi pernyataan Prof Ahmad M Sewang bahwa eksistensi ulama yang ada di wilayah Sulawesi kurang memiliki gaung jika dibandingkan dengan yang ada di Pulau Sumatra dan Jawa. Ini karena karya karya intelektual sangat minim.

Ulama-ulama kita dahulu mungkin terlalu banyak terporsir waktunya untuk umat sehingga tidak punya waktu lagi untuk menuangkan karya intelektual berupa penulisan kitab atau buku. Begitupun dengan generasi sesudahnya, seharusnya punya kemauan yang keras untuk menciptakan atau menulis perjalanan keilmuan untuk ulama ulama terdahulu.

***

Hanya secuil saja kita bisa membaca lewat tulisan perjalanan intelektual dari ulama kita. Tulisan tentang KH Muhammad Saleh sangat sedikit, kita hanya bisa dapatkan dalam buku Hikmah dalam Hikam karya KH Ilham Saleh. Ini adalah sebuah tantangan buat kita semua, khususnya para generasi muda yang punya kepedulian terhadap jasa jasa atau peninggalan intelektual para ulama terdahulu untuk ditulis dalam suatu karya intelektual.

Baca Juga  Mohammad Roem (4): Mas Ranuwihardjo, Pegawai yang Memilih Aktif di PSII

Itulah sekelumit catatan singkat perjalanan intektual ulama yang ada di kawasan Mandar. Ulama-ulama yang punya kontribusi sangat dalam melakukan perjalanan dakwah di wilayah Mandar.

Editor: Nabhan

Avatar
40 posts

About author
Kepala Madrasah Aliyah Nuhiyah Pambusuang, Sulawesi Barat.
Articles
Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds