Perspektif

Penggunaan Kata Sulit Membuat Kita Terlihat Pintar atau Bodoh?

3 Mins read

Dalam sebuah survey, 110 mahasiswa S1 Standford University  mengaku bahwa mereka sering menggunakan istilah-istilah berat atau kata-kata sulit saat  menulis bertujuan agar dosen menganggap mereka sangat cerdas. 

Walau  sepertinya cukup banyak yang yakin bahwa orang-orang menggunakan kata-kata sulit agar dikagumi dan dikira cerdas, alasan dan penyebab pengguna melakukan hal itu sesungguhnya ada banyak ragam. 

Dosen New York University, Joshua Spodek, PhD MBA, mengatakan  bahwa banyak lulusan Ivy League yang menggunakan kata-kata sulit saat bicara. Penyebabnya bukan untuk membuat pendengarnya terkesan melainkan karena mereka meragukan kecerdasan mereka sendiri.

Alasan lain adalah karena ada kalanya kata sederhana tak mampu secara utuh merangkum makna yang hendak disampaikan.  Misalnya, kita tak bisa serta-merta mengganti kata ‘tesis dan ‘antitesis’ dengan ‘opini dan bantahan.’

Kecerdasan hanya bisa diperoleh salah satunya  lewat  membaca. Kebiasaan ini  tentu saja berpengaruh pada pengetahuan pembaca tentang jumlah dan makna kata. Semakin cerdas seseorang, kian banyak kata rumit yang ia ketahui.

Oleh karena itulah, tak semua orang yang  menggunakan kata-kata sulit melakukannya karena haus penghargaan. Ada yang terbiasa menggunakan kata-kata sulit karena sering memiliki ide kompleks yang isinya tak bisa utuh dituangkan oleh kata-kata sederhana.

Ada  juga yang melakukannya  karena  ia memang sering membaca ‘bacaan berat’ atau karena mereka berada di lingkungan yang kerap menggunakan kata-kata semacam itu. Mereka bahkan tak sadar bahwa sesungguhnya kata-kata yang mereka pakai adalah kata-kata yang tak umum. 

***

Orang cerdas banyak yang menggunakan kata-kata sulit. Sebagai pendengar atau pembaca sangat mungkin kita punya pengetahuan atau intuisi bahwa mereka menggunakan kata-kata berat  dengan tujuan baik: Menyampaikan pesan, membagikan ide  yang rumit, dan sebagainya.  

Baca Juga  Bagaimana Upaya Menghidupkan Kembali Pancasila?

Walau demikian, ada baiknya   para pegguna paham bahwa bilamana mungkin, mereka sebaiknya memilih kata-kata yang sederhana.  Penelitian di Princeton University  menunjukkan bahwa pemilihan ini membuahkan kesan positif .

Riset yang dikerjakan pada tahun 2005 ini  layak disebut brilian karena substansinya yang sederhana disampaikan lewat judul yang rumit: Consequences of Erudite Vernacular Utilized Irrespective of Necessity: Problems with Using Long Words Needlessly.

Dalam riset itu Daniel M. Oppenheimer, Ph.D menunjukkan bahwa orang yang  menggunakan kalimat-kalimat pendek dan sederhana dipandang lebih cerdas dibandingkan mereka yang  mengutarakan kalimat-kalimat panjang (dan font yang terlihat rumit). 

Saat meneliti, Oppenheimer mengganti kata-kata yang  memiliki 8-9 huruf dengan sinonim berhuruf sedikit yang ada  di dalam Microsoft Word 2000 Thesaurus. Teks yang digunakan adalah abstrak disertasi dari mahasiswa Sosiologi dan  ”Meditation IV” yang ditulis Rene Descartes, filsuf Perancis abad 17.  Hasilnya sama. Pemikir besar sekalipun dianggap lebih cerdas saat menulis dalam kalimat-kalimat yang lebih pendek.

 Menuangkan ide kompleks dengan istilah sederhana dan atau kalimat yang lebih pendek butuh tingkat abstraksi yang tinggi. Berhasil melakukannya berpotensi membuat kita dipandang cerdas: Dibutuhkan kemampuan untuk menganalisa informasi serta mengenali pola dan relasi dari konsep-konsep yang hendak disampaikan. Ini menuntut  logika dan kecerdasan linguistik yang tinggi.

Lihat saja gambar terlampir:Bagian-bagian dari pesawat ulang alik dijelaskan dengan menggunakan 1000 kata Bahasa Inggris yang paling sering digunakan orang awam. Penulisnya adalah Randall Munroe,  fisikawan  yang  meninggalkan pekerjaanya di NASA untuk menjadi komikus.

***

Buku-buku Munroe  laku keras karena ia berhasil menjelaskan sains secara sederhana. Munroe lulus dari universitas yang tak masuk ranking 1-500 dunia. Bagaimanapun,  belum tentu apa yang ia lakukan bisa dikerjakan oleh profesor dari universitas  yang rankingnya  selalu masuk lima besar dunia.

Baca Juga  Riuh Pilpres 2024: Bela Capres Udah Kayak Bela Agama

Kesimpulannya? Tak serta-merta orang yang gemar menggunakan kata-kata sulit adalah orang yang tidak percaya diri atau orang bodoh. Ada kalanya orang yang sangat cerdas mengalami kesulitan untuk menyederhanakan bahasa. Bagi mereka,  menyederhanakan kata identik dengan mengurangi atau memperkecil makna.

Menggunakan kata-kata sulit  tidak haram tapi kita sebaiknya ingat bahwa  kata-kata sederhana berpotensi membuat komunikasi jadi lebih baik. Posisi  pengguna dan pendengar relatif akan setara karena  tak ada gap bahasa yang lebar.  Ini membuat situasi jadi lebih cair.

 Menggunakan kata-kata sulit  kadang tak bisa dielakkan namun menggunakannya  berkali-kali saat tidak diperlukan  akan membuat kita terlihat bodoh atau tidak percaya diri.

Percayalah, jika kita benar-benar tak  menguasai bahan yang  kita sampaikan, menggunakan kata-kata sulit bukan hanya membuat kita terlihat bodoh tapi akan membuat kita ketahuan bodoh.

Editor: Wulan

Avatar
2 posts

About author
Pengajar
Articles
Related posts
Perspektif

Kurikulum Merdeka adalah Kunci Kemajuan Pendidikan Masa Kini

4 Mins read
Hari Pendidikan Nasional Tanggal 2 Mei (HARDIKNAS) merupakan momentum bagi setiap insan pendidikan untuk memperingati kelahiran pelopor Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara….
Perspektif

Tunisia dan Indonesia: Jauh Secara Jarak tapi Dekat Secara Kebudayaan

2 Mins read
“Tunisia dan Indonesia Jauh secara Jarak tetapi dekat secara Kebudayaan”, tetapi sebaliknya “Tunisia dan Eropa itu jaraknya dekat, tapi jauh secara Kebudayaan”…
Perspektif

Gelombang Protes dari Dunia Kampus Menguat, Akankah Terjadi 'American Spring'?

4 Mins read
Pada tahun 2010-2011 terjadi demonstrasi besar-besaran di sejumlah negara Arab. Protes tersebut menuntut pemerintahan segera diganti karena dianggap tidak lagi ‘pro-rakyat’. Protes…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *