Kita, tidak diasingkan lagi dengan sebuah kata yang bernama “mimpi”. Terkadang mimpi bisa benar-benar terjadi atau hanya sebuah bunga tidur. Setiap malam, saat kita ingin memejamkan mata, tidak lupa mengucap kalimat pengiring tidur, yakni doa.
Bunga tidur yang dikatakan banyak orang ini terkadang tidak beralasan, apakah kita harus memercayainya? Atau kita hiraukan saja mimpi tersebut? Ataukah di dalam mimpi tersebut terdapat makna atau petunjuk untuk kehidupan yang sedang kita jalani saat ini? Lalu, bagaimana sikap kita sebagai seorang muslim ketika kita didatangkan kepadanya sebuah mimpi?
Muhammad Ibnu Sirin dalam Tafsir Mimpi menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, menjelaskan bahwa setiap mimpi mengandung dua sisi: kebaikan dan keburukan. Sisi yang paling baik hanya diberikan kepada orang-orang saleh, sedangkan sisi yang buruk diberikan kepada orang yang jahat.
Walaupun mimpi tersebut memiliki berbagai aspek yang beragam, berlawanan, bertentangan, dan berbeda, mimpi itu tetap berakhir pada satu aspek saja. Ia tidak akan bermuara ke aspek lain, kecuali adanya bukti tambahan dan argumentasi yang terpendam dalam hati pemimpi, atau adanya bukti tempat yang tepat sebagaimana yang dilihatnya di dalam mimpi.
Menyikapi Mimpi Baik dan Mimpi Buruk
Sebuah mimpi kadang-kadang berkenaan dengan peristiwa yang telah berlalu, lewat, dilupakan, dan benar-benar telah berakhir. Melalui mimpi itu, kita diingatkan untuk mensyukuri apa yang telah diterima, mengingat kemaksiatan yang telah dilakukan atau risiko yang mungkin timbul dari suatu tindakan, atau tobat yang dilalaikan.
Kadang-kadang mimpi yang dialami berkenaan dengan apa yang tengah di alami manusia atau mengenai peristiwa yang akan datang. Lalu, mimpi itu menginformasikan sesuatu yang akan terjadi, baik berupa kebaikan maupun keburukan, seperti kematian, kemuliaan, kehinaan, kesengsaraan, dan kesejahteraan.
Rasulullah bersabda:
Dari Abu Sa’id Al Khudriy ra. bahwasanya ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu bermimpi dengan impian yang disukainya, maka sesungguhnya impian itu dari Allah Ta’ala, oleh karena itu hendaknya ia memuji kepada Allah dan menceritakannya kepada orang lain.”
Dan di dalam riwayat yang lain dikatakan: “Janganlah ia menceritakan impian itu kecuali kepada orang-orang yang disukainya.”Dan apabila ia bermimpi dengan impian yang tidak disukainya maka sesungguhnya impian itu dari setan, maka hendaklah ia berlindung diri dari kejelekan impiannya dan janganlah ia menceritakan impian itu kepada siapa pun juga, karena impian itu tidak akan membahayakan dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mimpi, Bagian dari Kenabian
Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda:
Dari Abu Qatadah ra.; ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Impian yang bagus-dan di dalam riwayat yang lain dikatakan: Impian yang baik-itu dari Allah, dan impian yang buruk itu dari setan, oleh karena itu barang siapa yang mimpi sesuatu yang tidak disukainya, maka hendaklah ia meniupkan sebelah kiri tiga kali, dan hendaklah ia berlindung diri dari setan (membaca ta’awwudz, yaitu A’UUDZU BILLAHI MINASYSYAITHAANIR RAJIIM); sesungguhnya impian itu tidak akan membahayakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Serta, hadis lainnya mengenai mimpi, Nabi saw. bersabda:
“Mimpi itu ada tiga macam: mimpi berupa kabar gembira dari Allah, mimpi dari setan, dan mimpi yang berasal dari manusia itu sendiri.” (Shahihul Jami’)
Lanjutnya, Muhammad Ibnu Sirin menjelaskan, mimpi yang baik berasal dari Allah, walaupun seluruh mimpi itu merupakan ciptaan Allah juga. Mimpi yang baik ialah mimpi yang benar, yang membawa kabar gembira dan peringatan. Mimpi inilah yang dinilai oleh Rasulullah sebagai satu bagian dari 46 bagian kenabian.
Sedangkan, mimpi yang tidak disukai berasal dari setan, karena mimpi yang tidak disukai itu ada yang menimbulkan ketakutan, kesedihan, kebatilan, atau yang menimbulkan fitnah, tipu daya, dan kecemburuan. Mimpi yang tidak disukai ialah mimpi yang tidak memperingatkan manusia dari dosa, tidak memperingatkannya dari kelalaian, dan tidak mencegahnya dari aneka perbuatan yang mencelakakan. Hal semacam itu tidak layak dilakukan kecuali oleh setan. Dialah yang biasanya menyuruh manusia berbuat aneka perkara yang keji. Karena itu pula, maka mimpi yang buruk disandarkan kepada setan, sebab dialah yang menyeru manusia kepada keburukan.
Editor: Lely N