Di Indonesia, nama Katip Çelebi mungkin tidak terlalu banyak dikenal. Namanya tertutup oleh kepopuleran dari intelektual Muslim, seperti Ibn Khaldun, Ibn Sina, Ibn Rusyd, Khawarizmi, Al-Biruni dan lain-lain. Tidak banyak yang tahu jika Katip Çelebi, ulama dan intelektual dari Istanbul ini, memberikan kontribusi yang penting untuk Indonesia.
Tak banyak yang tahu jika tangan dingin Katip Çelebi telah memberikan kontribusi besar bagi pengetahuan geografi Indonesia, yaitu dengan dibuatnya peta Indonesia pada abad ke-17. Peta tersebut dibuat jauh sebelum orang-orang Belanda memetakan wilayah Indonesia sekarang. Dalam peta tersebut, Katip menggambarkan Pulau Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua. Katip juga menggambarkan Pulau Bali yang sekarang menjadi tujuan para wisatawan mancanegara jika datang ke Indonesia. Peta tersebut dapat dilihat secara online dalam Barry Lawrence Ruderman Map Collection, Stanford University.
Melihat kontribusi Katip yang cukup besar, maka tentunya kita bertanya-tanya, siapakah dirinya? Bagaimanakah kehidupan dan karirnya? Mengapa karya-karyanya begitu penting untuk dipelajari dan diketahui?
Katip Çelebi memiliki nama asli yaitu Mustafa bin Abullah Katip Çelebi atau dikenal juga dengan Hacı Halife. Ulama kelahiran Istanbul 1609 ini merupakan intelektual yang banyak memahami berbagai macam bidang keilmuan, seperti sejarah, geografi, Alquran, Hadis, matematika, filsafat dan lain-lain. Ketika itu, ilmu pengetahuan belum terspesialisasi dan spesifik seperti hari ini. Seorang sarjana tidak hanya dituntut untuk memahami satu bidang spesialis, tetapi harus mampu mengkombinasikan ilmunya dengan disiplin lain.
Ayahnya bernama Abdullah. Menurut Orhan Saik Gokyay, Abdullah dibesarkan di dalam Sekolah Enderun, Istana Topkapı. Besar kemungkinan dia direkrut langsung oleh sultan Usmani melalui sistem devşirme untuk dididik sebagai pegawai pemerintah. Ketika itu Imperium Usmani merekrut anak-anak Kristen dari wilayah Balkan untuk dididik menjadi tentara dan pegawai pemerintah. Sistem perekrutan ini disebut dengan devşirme.
Karena ayahnya pegawai pemerintahan, ia sudah terbiasa dengan lingkungan pendidikan yang maju. Ketika itu, abad ke-17, Istanbul menjadi pusat pendidikan, budaya, sosial dan ekonomi di dunia Muslim. Gokyay mencatat beberapa nama guru dari Katip Çelebi, yaitu İsa Halife el-Kırımı, İlyas Hoca, dan Böğrü Ahmed Çelebi. Gurunya yang paling terkenal adalah Kadizade Mehmet Efendi (wafat 1635). Kadizade merupakan ulama Islam revivalis yang menentang praktek sufisme di Imperium Usmani. Melalui Kadizade, ia berkenalan dengan literatur-literatur Islam, seperti Ihya Ulumuddin karya Abu Hamid al-Ghazali dan al-Tariqa al-Muhammadiya karya Birgivi Mehmet Efendi.
Karena kepiawaiannya dalam ilmu pengetahuan, Katip Çelebi dipekerjakan di kesekretariatan Istana Topkapi, Istanbul. Tercatat dia juga pernah dikirim dallam ekspedisi militer, diantara ke Erzurum untuk menumpas pemberontakan Abaza Paşa. Kemudian dia juga pernah dikirim dalam ekspedisi penaklukkan kota Baghdad. Antara tahun 1625-1629, Istanbul mengirimkan tentara Usmani untuk merebut kembali Baghdad dari para pemberontak. Katip menuliskan dengan detail peristiwa penaklukkan Baghdad dalam buku sejarahnya yang berjudul Fezleketü’t-tevarih.
Sejarawan Gottfried Hagen mencatat bahwa Katip juga ikut serta dalam ekspedisi melawan Imperium Safavid dari Iran. Dia melakukan ekspedisi militer sejauh Arab, Terevan hingga Tabriz. Pada 1635 dia kembali ke kota kelahirannya, Istanbul. Setelah itu tidak ada catatan mengenai keikutsertaannya pada ekspedisi militer lagi.
Dengan ‘pensiun’ dari kehidupan militer dan birokrasi, Katip Çelebi justru menggunakan waktunya untuk memperdalam ilmu-ilmu yang diminatinya, seperti ilmu hukum, teologi, astronomi dan matematika. Berdasarkan ketrtarikannya terhadap banyak disiplin ilmu maka tidaklah heran jika Katip Çelebi menjadi ulama dan intelektual paripurna yang produktif. Dia banyak menelurkan karya-karya hebat pada zamannya.
Salah satu masterpiece dari Katip adalah buku Cihannüma. Buku ini memberikan sumbangsih penting untuk ilmu geografi dan astronomi. Dalam Cihannüma, ia dengan tegas menyatakan bahwa bumi itu bulat. Buku inilah yang mengantarkan nama Katip Çelebi sebagai ulama dan intelektual Muslim yang berpengaruh di Barat. Saking terkenalnya, buku Cihannüma juga sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa Eropa. Dalam buku ini, ia memperlihatkan ketajamannya dalam ilmu geografi. Dia mendeskripsikan dengan detail profil negara-negara, termasuk bentang alam, sistem politik hingga adat istiadat.
Selain Cihannüma, Katip Çelebi juga telah menerbitkan karya-karya luar biasa dalam bidang ilmu sejarah, ilmu agama, hukum dan lain-lain. Buku agama karyanya yang juga terkenal berjudul Mizanu’l-hak fi ihtiyari’l-ehak. Dalam buku ini, ia memberikan pandangannya mengenai beberapa masalah keagamaan. Salah satu polemik keagamaan yang dibahas dalam buku ini adalah mengenai budaya minum kopi. Ketika itu kopi merupakan minuman yang masih diperdebatkan kehalalan dan keharamannya oleh para ulama di Istanbul. Terdapat cerita bahwa sebelum menyelesaikan buku ini Katip Çelebi bermimpi bahwa tidak lama setelah dia berhasil menyelesaikan buku ini maka dia akan wafat. Ternyata benar, tidak lama setelah karya ini selesai (tahun 1656), maka Katip Çelebi wafat tiga tahun kemudian (tahun 1659).
Katip Çelebi merupakan ulama dan intelektual dari Istanbul yang perlu menjadi teladan. Produktifitas Katip Çelebi dalam menulis karya-karya yang bermanfaat menjadikannya sebagai figur ulama dan intelektual Muslim yang banyak dikagumi oleh Barat. Kontribusinya dalam membuat peta Indonesia pada abad ke-17, seharusnya dapat menjadi penyemangat bagi para sarjana Indonesia untuk meneliti lebih jauh mengenai Katip Çelebi.
Editor: Dhima Wahyu Sejati
Nama Katib Celebi pertama kali saya baca keahui dari buku Bernard Lewis, Political Language of Islam. Disebutkan dalam buku itu katib Celebi dipanggil oleh Sultan Turki Mehmed IV untuk menjelaskan tentang keadaan negaranya. Mehmed IV merasa heran mengapa keuangan Turki tidak lagi mampu menutup anggaran belanja kebutuhan negara, termasuk membeli kapal perang, padahal ia seorang yang cukup hemat. Katib Celebi menjelaskan tentang metafora tubuh dan negara. Tubuh manusia tumbuh dari anak-anak yang lemah menjadi dewasa yang kuat, dan kelak akan menua dan mati. Demikian pula negara. Apa yang dikatakan oleh Katib Celebi menunjukkan pengaruh Alfarabi dan Ibnu Khaldun. Benarkah demikian?