Tasawuf

Fikih-Sufistik, Produk Tasawuf Pesantren

3 Mins read

Kehadiran pesantren tidak bisa dipisahkan dengan tasawuf. Dalam sejarah, tasawuf pesantren termasuk sebagai materi yang diajarkan kepada para santrinya. Sejak abad ke-16 Masehi di pesantren-pesantren telah diajarkan kitab-kitab tasawuf seperti Ihya’ ‘Ulumuddin, Bidayat al-Hidayah, dan Talkish al-Minhaj.

Di samping itu juga, meskipun agak terbatas dipelajari juga karya-karya tentang wahdat al-wujud dan al-insan al-kamil karya al-Jili. Bahkan, kitab karya Ibnu ‘Athaillah al-Sakandari yakni al-Hikam dan Hidayat al-Atqiya’ ila Thariq al-Awliya’ karya Zain al-Din al-Malibari.

Integrasi Tasawuf Pesantren dengan Pemahaman Fikih

Secara edukasional, peran kitab-kitab klasik adalah memberikan informasi kepada para santri. Informasi tersebut bukan hanya mengenai warisan yursiprudensi masa lalu atau jalan terang mencapai hakikat ubudiyah kepada Tuhan. Namun juga mengenai peran-peran kehidupan di masa depan bagi suatu masyarakat.

Di dalam pendidikan pesantren peran ganda kitab-kitab klasik itu adalah memelihara warisan masa lalu dan legitimasi bagi para santri dalam kehidupan masyarakat di masa depan.  Kehadiran tasawuf memiliki makna korektif terhadap ideologisasi dan formalisasi Islam yang dilakukan masing-masing kaum modernis Islam dan fuqaha’.

Alam pikiran fuqaha’ lebih menekankan agama sebagai hukum formal dan kaum modernis mengembangkannya menjadi semacam ideologi. Kaum modernis dan fuqaha’ mendekati Tuhan secara kalkulatif rasional, sedangkan kaum sufi mendekati Tuhan dengan menggunakan bahasa cinta dan bersifat intuitif.

Pola keberagamaan ahli fikih dan kaum modernis terutama diwujudkan dalam bentuk ketaatan hamba kepada tuannya. Konstruk keberagamaan seperti ini kurang memberi kemungkinan untuk menghayati dimensi kedalaman dari agama (Islam). Tasawuf memberikan reaksi keras terhadap formalisasi dan ideologisasi Islam.

Tasawuf mengupayakan pengembangan spiritualitas, dengan menghadirkan Tuhan sebagai yang bisa dikenal oleh pengetahuan manusia. Kaum sufi memandang Tuhan sebagai Sang Kekasih. Karena itu, keberagaman diwujudkan dalam bentuk kecintaan sang perindu kepada Yang Dirindukan (al-Ma’syuq).

Baca Juga  Tasawuf di Muhammadiyah (3): Praktik Tasawuf dalam Muhammadiyah

Kebutuhan jangka panjang umat Islam sekarang adalah bukan penafian konsep-konsep fikih yang legal-formalistik, melainkan bagaimana fikih itu memiliki dimensi spiritualitas. Perjumpaan antara lahiriah fikih dan batiniyah tasawuf inilah yang dimaksud dengan fikih-sufistik.

Konvergensi antara fikih dan tasawuf ini dimaksudkan untuk membela agar fikih tidak terjebak pada logosentrisme, formalisme, dan simbolisme yang terus melorot kehilangan spirit dan rohnya. Perkembangan tasawuf yang cukup signifikan mengantarkan pesantren menjadi institusi terbaik untuk membentuk pribadi-pribadi muslim.

Tasawuf Pesantren sebagai Nilai Tradisi

Pengaruh nilai-nilai yang dikembangkan tasawuf memberikan bekal yang baik bagi para santri di pesantren. Pesantren telah menjadi sebuah komunitas tersendiri, dimana kyai, ustadz, santri, dan pengurus pesantren hidup bersama dalam satu lingkungan pendidikan.

Pesantren berlandaskan norma-norma agama Islam lengkap dengan norma-norma dan kebiasaan-kebiasaannya sendiri, yang secara eksklusif berbeda dengan masyarakat umum yang mengitarinya. Kajian fikih-sufistik di satu pihak dan pendalaman ilmu fiqih melalui berbagai macam alat bantu di dalam dunia pesantren.

Pesantren telah melahirkan ulama-ulama yang mempunyai ciri khas dan karakter berbeda dengan ulama-ulama di daerah-dearah lain terutama Timur Tengah. Ulama ulama pesantren tetap berpegang pada akhlak sufistik yang telah berkembang selama berabad abad di Indonesia.

Dari latar belakang historis keagamaan dan keilmuan Islam inilah, tradisi keilmuan Islam di pesantren berasal. Penguasaan atas ilmu-ilmu keislaman dalam arti pendalaman yang menuju pada penguasaan fikih merupakan kekhasan pesantren di Indonesia. Namun pada saat yang sama, tradisi tersebut secara istiqomah berpegang teguh kepada fikih-sufistik yang merupakan topangan tradisi keilmuan Islam sebelum abad ke-19 Masehi.

Orientasinya bukan pendalaman ilmu dalam arti penguasaan untuk berargumentasi semata yang menjadi tujuan pesantren. Melainkan pengamalan ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah sebagai ukuran utama kesantrian atau kekyaian seseorang. Fikih-sufistik tumbuh dan berkembang dari tradisi keilmuan pesantren yang memiliki asal usul sangat kuat, yaitu tasawuf dan pendalaman ilmu-ilmu fikih.

Baca Juga  Pemikiran Kosmologi Sufistik Ibnu Arabi

Pesantren mempunyai watak yang secara kuat mengajarkan dan mendidik para santrinya untuk memperkaya amalan-amalan ibadah, shalat, dzikir, puasa, membaca Al-Quran dan sejenisnya, bukan sekadar menajamkan intelektualitas pengetahuan keislaman.

Sebab, doktrin yang dikembangkan di pesantren adalah bahwa ilmu itu bermanfaat jika bisa mendekatkan diri kepada Allah. Jadi, karena inti ajaran tasawuf adalah taqarrub kepada Allah, maka tasawuf menempati posisi utama dalam pesantren.

Pesantren salafi adalah pendidikan yang memposisikan pribadi pada pelatihan untuk menjadi manusia yang mendekati alam lahut. Seorang sufi, setinggi apapun ilmunya, maka dia akan semakin tawadhu’ dan semakin menyeleksi ucapannya dan tindakannya. Seorang sufi memiliki kebiasan menyedikitkan tidur, makan dan menyedikitkan perkataan.

***

Hal ini yang mendorong pesantren mendidik santri dalam kehidupan yang zuhud sehingga akan senantiasa menjauhkan diri dari paham materialis. Pada ketaatan terhadap ajaran Islam dalam praktik sesungguhnya, sistem nilai fikih-sufistik pesantren memainkan peranan penting dalam membentuk kerangka berfikir santri dan komunitas pesantren.

Literatur yang menjadi sumber pengamalan niai adalah kepempinan kyai dan literatur universal yang digunakan oleh pesantren. Pengamalan ajaran-ajaran Islam secara total dalam praktik kehidupan sehari-hari menjadi legitimasi bagi kepemimpinan kyai dan bagi penggunaan literatur universal hingga sekarang.

Editor: Shidqi Mukhtasor
Ahmad Naufal Rohman
1 posts

About author
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Articles
Related posts
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (3): Praktik Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah tidak menjadikan tasawuf sebagai landasan organisasi, berbeda dengan organisasi lainnya seperti Nahdlatul Ulama. Akan tetapi, beberapa praktik yang bernafaskan tentang tasawuf…
Tasawuf

Tasawuf di Muhammadiyah (2): Diskursus Tasawuf dalam Muhammadiyah

4 Mins read
Muhammadiyah pada awal mula berdirinya berasal dari kelompok mengaji yang dibentuk oleh KH. Ahmad Dahlan dan berubah menjadi sebuah organisasi kemasrayarakatan. Adapun…
Tasawuf

Urban Sufisme dan Conventional Sufisme: Tasawuf Masa Kini

3 Mins read
Agama menjadi bagian urgen dalam sistem kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pasti memiliki titik jenuh, titik bosan, titik lemah dalam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds