Perspektif

Ainur Rofiq Al-Amin, Mantan Aktivis HTI yang Anti Radikalisme

3 Mins read

Tumbuhnya gerakan radikalisme di Indonesia bukan hanya dari dalam, melainkan bersamaan dengan infiltrasi dari luar. Di era sekarang, tumbuh suatu kelompok baru yang disebut dengan radikal. Kelompok radikal tersebut seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Munculnya HTI tidak bisa lepas dari Hizbut Tahrir di Palestina pada tahun 1953 yang didirikan oleh Taqiyuddin An-Nabhani. Tujuan Hizbut Tahrir yaitu untuk menghidupkan konsep politik atau sistem politik Islam yang disebut dengan istilah khilafah.

Konsep khilafah ini merupakan sistem politik yang ingin diterapkan di Indonesia dan seluruh dunia untuk menggantikan sistem politik yang ada di Indonesia, yakni  NKRI.

Kemudian, HTI menyatakan bahwa sistem khilafah adalah sistem yang tepat di Indonesia. Karena Khilafah dianggap sebagai pemerintahan yang tidak hanya bertahan dalam tahunan, bahkan bertahan sampai ratusan tahun.

Ainur Rofiq Al-Amin, Mantan Aktivis HTI

Tetapi, mantan dari aktivis HTI, yakni Ainur Rofiq Al-Amin membantah pernyataan tersebut. Ainur Rofiq Al-Amin, seorang dosen di Universitas Sunan Ampel Surabaya dan Universitas KH. Wahab Hasbullah Tambakberas Jombang.

Ainur Rofiq Al-Amin membantah dan mengatakan bahwa tidak dipungkiri sistem khilafah adalah bagian sejarah Islam dengan kelebihan dan kekurangannya. Namun, sistem khilafah ini tidak sesuai dengan tatanan negara Indonesia yang berbentuk republik dan mementingkan demokrasi rakyatnya.

Lalu, Ainur Rofiq Al-Amin mengumpamakan, jika HTI mengambil alih tatanan Indonesia dengan menggunakan sistem khilafah, hal itu tidak mengurangi kemungkinan untuk mereka menghapuskan Pancasila yang telah digunakan oleh Indonesia selama ini.

Dulu, keputusan Ainur Rofiq Al-Amin untuk mengikuti kelompok tersebut memiliki alasan kesamaan dalam semangat keislaman. Sebagai pribadi yang memiliki tingkat semangat keislaman yang tinggi dan semangat pencariannya semakin besar pula, maka pada akhirnya Ainur Rofiq Al-Amin tertarik masuk di Hizbut Tahrir.

Baca Juga  Macron Tidak Memusuhi Islam, tapi "Islam Radikal" di Prancis

Namun tidak lama kemudian, akhirnya Ainur Rofiq Al-Amin memutuskan untuk keluar dari Hizbut Tahrir. Ia keluar dilatarbelakangi karena semakin banyak membaca dan sering juga melakukan dialog-dialog dengan beberapa tokoh kiai yang pada akhirnya terbukalah jendela cakrawalanya, meskipun dalam waktu yang cukup lama.

Setelah Ainur Rofiq Al-Amin kembali ke pangkuan NKRI, kini Ainur Rofiq Al-Amin lebih aktif memposting segala informasi mengenai radikalisme di media sosial dalam memperjuangkan pemikiran deradikalisasinya.

Selain itu, dengan pengalamannya menjadi bagian HTI tersebut, membuat ia dilirik oleh beberapa talk show seperti “Mata Najwa” dan juga dalam mengisi acara seminar yang berhubungan dengan menjaga moderasi generasi muda dari pengaruh radikalisme, seperti pemikiran khilafah.

Kini kelompok radikal memang terus mengembangkan pengaruhnya khususnya lewat media sosial. Ainur Rofiq Al-Amin mengatakan, “Kita di jebak dengan istilah radikalisme”.

Dulu sewaktu ia masih kuliah di Universitas Airlangga Surabaya, ada temannya yang ikut halaqah Hizbut Tahrir dan bangga saat disebut sebagai radikal oleh rezim Orde Baru.

Ainur Rofiq Al-Amin dalam menanggapi pernyataan tersebut, yaitu bahwa radikalisme dalam konteks era now merupakan kelompok yang ingin mengganti Pancasila, mengganti sistem politik NKRI dengan negara Islam atau khilafah.

Cara Menangkal Radikalisme

Menanggapi persoalan di atas, Ainur Rofiq Al-Amin memiliki cara untuk menangkal radikalisme tersebut. Adanya upaya untuk menghapuskan paham radikal ini disebut dengan deradikalisasi.

Terdapat 4 poin penting yang bisa dilakukan agar tidak mudah terpengaruh dengan paham radikal atau terhindar dari radikalisme.

Pertama, melakukan kontra narasi. Menurut Ainur, cara yang tepat salah satunya adalah melakukan kontra narasi. Sangat penting bagi kita untuk membangun benteng yang kuat agar tidak mudah terpengaruh oleh provokasi radikalisme.

Baca Juga  Hati-hati dengan Propaganda Terorisme di Media Sosial

Cara efektif untuk membangun benteng yang kuat adalah dengan aktif menyebarkan pesan damai di media sosial. Adanya pesan damai ini adalah bentuk kontra narasi atas berkembangnya provokasi radikalisme. Karena pada era sekarang ini, di dunia maya kelompok radikal terus mengembangkan pengaruhnya. Jadi, cara yang tepat untuk melawan radikalisme adalah dengan melakukan kontra narasi.

Kedua, menjelaskan kaitan Islam dengan NKRI. Islam dan NKRI memiliki hubungan yang sangat erat. Semua itu dikarenakan atas keterlibatan agama Islam dalam mendirikan bangsa Indonesia.

Negara Indonesia dibangun berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Jadi, antara Islam dan NKRI saling berkaitan, dan juga sangat dibutuhkan dalam membangun negara ini.

Memposisikan Pancasila dalam Bingkai Islam

 Ketiga, memposisikan Pancasila dalam bingkai Islam. Memposisikan Pancasila dalam bingkai Islam adalah dengan mensinergikan antara nilai-nilai Pancasila dengan nilai-nilai keislaman.

Pancasila merupakan dasar negara kita, yaitu Indonesia yang berasaskan atas 5 dasar. Pancasila yang utuh 5 dasar tersebut, sebisa mungkin ditafsiri kandungannya itu selaras dengan ajaran-ajaran Islam.

Keempat, menunjukkan kelemahan secara normatif ke gagasan khilafah dan Negara Islam Indonesia. Caranya yaitu dengan mencari dalil-dalil atau sumber-sumber dari agama. Misalnya dengan mencari dalil-dalil aqli ataupun naqli, dengan argumen-argumen untuk membantah dan menjatuhkan gagasan Khilafah Islamiyah.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa di era sekarang ini kelompok radikal terus mengembangkan pengaruhnya. Apalagi untuk sekarang ini, generasi milenial berada di tengah maraknya kelompok radikal yang terus mengembangkan pengaruhnya lewat media sosial.

Dari 4 poin di atas, mulai dari melakukan kontra narasi, menjelaskan kaitan Islam dengan NKRI, memposisikan Pancasila dalam bingkai Islam, dan yang terakhir menunjukkan kelemahan secara normatif ke gagasan khilafah dan negara Islam Indonesia, merupakan cara yang tepat dengan tujuan agar kita tidak mudah terpapar begitu saja dengan radikalisme.

Baca Juga  Enam Alasan Kenapa Muhammadiyah Menolak Terorisme

Selain dengan cara di atas, kita bisa membaca dari karya-karyanya. Ainur Rofiq Al-Amin menciptakan banyak karya dengan tujuan ingin mematahkan argumen dari kelompok radikal.

Editor: Lely N

Siska Widyaningrum
1 posts

About author
Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds