Tajdida

Dialog Lintas Agama: Membuka Wawasan, Memahami Perbedaan

3 Mins read

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan suku bangsa, bahasa, budaya, dan agama. Dengan masyarakatnya yang multikultural, perbedaan merupakan keniscayaan yang tidak dapat diingkari, terlebih mengenai kepercayaan. Kebebasan dalam memeluk agama di Indonesia dalam tulisan Febri Handayani (2009) bertajuk Konsep Kebebasan Beragama Menurut UUD 1945 Serta Kaitannya Dengan Ham,  dilindungi oleh UUD 1945 Pasal 28E, 28I dan pasal 29. Pemerintah juga mengakui enam agama resmi di Indonesia, diantaranya: Hindu, Katholik, Islam, Budha, Konghucu, dan Protestan.

Upaya menyampaikan perasaan, gagasan, dan pemikiran, tidak lepas dari yang namanya dialog. Dengan adanya dialog, tentu dapat membuka wawasan keterbukaan antar individu, individu-kelompok, dan kelompok-kelompok/komunitas. Dengan begitu, akan terjalin hubungan/komunikasi yang baik dan bisa saling dimengerti.

Namun, praktiknya di Indonesia yang disampaikan oleh Luluk Fikri Zuhriyah dalam tulisannya Dakwah Inklusif Nurcholis Madjid, kerap kali terjadi perselisihan, konflik keagamaan, dan supremasi (merasa paling unggul), eksklusif (tertutup) dan cenderung ekstrim. Dari berbagai masalah tersebut, sangat penting menanamkan sikap damai dengan cara berdialog lintas iman/agama.

Era kini, dialog antar iman atau antar agama (Interfaith dialogue) merupakan fenomena paling impresif dan penting dalam perkembangan perihal agama di abad postmodern atau abad dua puluh satu. Hal ini banyak diperbincangkan dalam praktik keseharian di tengah masyarakat dan menjadi topik kontemporer baik itu dalam dunia akademik, maupun non-akademik.

Maka dari itu adanya interaksi secara massif antar penganut agama yang begitu beragam dan adanya kehidupan yang bersifat terbuka akibat berkembangnya teknologi informasi, serta kian maraknya aksi saling menyalahkan mengakibatkan rasa ingin tahu yang tinggi menganai doktrin agama lain.

Menjadi Kebutuhan

Dalam tulisan Media Zainul Bahri yang bertajuk Dialog Antar Iman dan Kerjasama Demi Hamoni Bumi, Kardinal Jean-Louis Taurant (Presiden Pontifical Council for Intrreligious Dialogue) PCID, pada 2009 ketika berkunjung ke Indonesia menyatakan  dialog antar agama tidak hanya sebatas pilihan, namun sudah menjadi kebutuhan hidup dalam menentukan masa depan kemanusiaan. Taurant dalam hal ini mengajak para pemeluk agama untuk tetap berpegang teguh pada agamanya, namun juga perlu mengenali dan menghargai agama lain.

Baca Juga  Kata Siapa Percaya Takhayul itu Selalu Buruk?

Islam memandang hal ini, keterbukaan dalam berdialog terutama menjadi pilar utama dalam menjalin hubungan harmonis, baik antar agama maupun sesama muslim. Dialog interaktif, komunikatif, dan menrumuskan pola kerjasama antar agama, menjadi titik awal muslim membangun pondasi saling membangun perdamaian tanpa adanya sekat agama. Sikap berani berdiaog dengan damai dan tanpa saling mengunggulkan diri bahwa ajaran yang dianut paling benar, merupakan ruh Islam sendiri sebagai agama kasih sayang, dan agama cinta.

Bahkan Ummu Sumbulah dan Nurjannah (2013) dalam bukunya Pluralisme Agama: Makna dan Lokalitas Pola Kerukunan Antarumat Beragama, bahwa al-Qur’an dan hadits begitu mewajibkan seorang muslim untuk senantiasa saling menghormati hak tetangga, tanpa memandang perbedaan kepercayaan/agama. Bahkan terdapat pula ayat yang menyatakan tentang kebebasan dalam memeluk agama.

Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam, sesungguhnya jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat (Islam) yang tidak akan putus, dan All/tah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah: 256).

“Andaikan Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan umat yang satu, Dan (tetapi) mereka senantiasa berbeda” (Q.S. Hud: 118).

Menghargai Perbedaan

Kutipan ayat di atas mengindikasikan bahwa Islam menghargai perbedaan. Dengan membangun dialog antar iman/agama dengan damai dan saling mempercayai satu sama lain, nantinya akan melahirkan generasi (Islam) yang lebih terbuka (inklusif), saling menghargai, menghormati, menerima perbedaan (toleransi), dan tidak sekedar menghormati dalam tanda kutip tidak mengganggu kehidupan antar agama, melainkan mempercayai kebenaran agama lain dengan tetap berpegang teguh kepada ajaran (Islam) sendiri.

Bahkan bapak perdamaian di Indonesia, KH. Abdurrahman Wahid atau kerap disapa Gus Dur pernah berkata “Jangan memandang siapapun dalam hal tolong menolong, jika kamu berperilaku baik maka seseorang tidak akan pernah tanya apa agamamu”. Pernyataan tersebut juga sebagai pegangan dalam berkomunikasi/berdialog yang hanya tidak sekedar berupa ucapan, akan tetapi juga sangat perlu diimplementasikan dalam praktik kehidupan beragama.

Baca Juga  Refleksi Tahun 2021: Menyoroti Fenomena Kebebasan Beragama dan Toleransi

Membangun dialog lintas agama/iman merupakan hal yang sangat penting dalam keberlangsung kehidupan rukun khususnya di Indonesia. Dengan mengedepankan sikap saling percaya dalam berdialog tanpa memandang latar belakang agama menjadikan seseorang lebih memiliki pandangan lebih terbuka, toleran, dan pluralis. Dengan begitu konsep, rahmatan lil ‘alamin (bersikap baik/rahmah kepada seluruh alam) terealisasi sebagai pegangan seorang muslim yang damai, bukan cerai (penuh konflik, perpecahan, takfiri, dan hal yang serupa).

Meskipun berbeda keyakinan, saling memupuk tali perdamaian begitu urgent untuk bersama dipegang teguh agar menciptakan peradaban yang berkualitas, dan menjadi kiblat negara lain dalam menerapkan pola pikir beragama yang sehat, sesuai kaidah dan perintah Sang Maha Rahman dan Rahim.

Editor: Dhima Wahyu Sejati

Ali Mursyid Azisi
12 posts

About author
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds