Report

Syafiq Mughni: Kisah Wabah di Masa Kemunduran Islam

1 Mins read

IBTimes.ID – Pada abad ke-15, terjadi sebuah pandemi atau wabah yang menimpa Asia Tengah. Di tengah-tengah wabah tersebut muncul seseorang yang mengaku melihat dan bertemu secara langsung Nabi Muhammad di dunia nyata. Bukan di mimpi. Orang tersebut bertanya kepada Nabi bagaimana cara menghadapi keadaan Umat Islam yang tengah mundur tersebut.

Menurut pengakuan orang tersebut, Nabi berpesan kepadanya untuk membaca Surat Nuh sebanyak 2236 kali. Dengan harapan agar wabah tersebut segera berakhir, maka orang-orang disana kemudian berkumpul di masjid-masjid besar di berbagai kota untuk membaca Alquran dan berdzikir kepada Allah dengan jumlah yang sangat besar.

Mereka menyembelih hewan untuk disedekahkan kepada fakir miskin. Mereka juga melakukan ziarah ke berbagai kuburan dan meminta wasilah atau barokah dari orang-orang yang dianggap dekat dengan Tuhan, agar wabah segera berakhir.

Naas, hal tersebut ternyata justru membuat wabah menjadi semakin parah dan menyebar dengan semakin cepat. Kisah tersebut cukup terkenal sehingga ada sekitar 20 buku yang ditulis oleh berbagai ulama untuk menceritakan kisah tersebut.

Hal itu dikisahkan oleh Prof. Syafiq Mughni dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Jumat (15/1) dengan tema “Vaksinasi Covid-19: Perspektif Tarjih dan Kesehatan.”

Menurut Syafiq Mughni, dalam menghadapi pandemi, masyarakat di dunia khususnya umat Islam menghadapi beberapa tantangan. Pertama, tantangan pemahaman agama. Sebagian umat Islam memahami bahwa apa yang terjadi adalah atas takdir Allah sehingga tidak boleh mengubah hukum fiqih seperti salat di rumah atau salat dengan berjarak.

Mughni menjelaskan bahwa pemahaman seperti ini bertentangan dengan prinsip ilmu pengetahuan. Padahal ilmu pengetahuan itu adalah karunia dari Allah. Kedua, tantangan tidak peduli dengan masyarakat, tidak peduli dengan orang lain.

Baca Juga  Tak Perlu Khawatir Kanker di Tengah Pandemi

Tantangan ketiga, sebut Mughni, adalah post-truth. Sesuatu akan dianggap benar jika sesuai dengan selera masyakarat. “Maka media sosial seringkali mengandung konten tidak berdasarkan fakta. Tidak ada kemauan dari kita untuk melakukan proses tabayyun. Padahal itu sangat penting,” ujarnya secara virtual.

Ia menyebut bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi yang berkemajuan tidak boleh tinggal diam di tengah persoalan bangsa. “Muhammadiyah harus terus berperan dalam menyelesaikan persoalan, khususnya persoalan pandemi,” imbuhnya.

Reporter: Yusuf

Avatar
1343 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Savic Ali: Muhammadiyah Lebih Menderita karena Salafi Ketimbang NU

2 Mins read
IBTimes.ID – Memasuki era reformasi, Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Lahirnya ruang keterbukaan yang melebar dan lapangan yang terbuka luas, nampaknya menjadi…
Report

Haedar Nashir: dari Sosiolog Menjadi Begawan Moderasi

2 Mins read
IBTimes.ID – Perjalanannya sebagai seorang mahasiswa S2 dan S3 Sosiologi Universitas Gadjah Mada hingga beliau menulis pidato Guru Besar Sosiologi di Universitas…
Report

Siti Ruhaini Dzuhayatin: Haedar Nashir adalah Sosok yang Moderat

1 Mins read
IBTimes.ID – Siti Ruhaini Dzuhayatin Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyebut, bahwa Haedar Nashir adalah sosok yang moderat. Hal itu terlihat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *