Akhlak

Akhlak Mulia: Cermin Karakter Autentik

3 Mins read

Akhlak berasal dari bahasa Arab bentuk jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, yang juga erat  hubungannya dengankhaliq yang berarti pencipta; demikian pula dengan makhluqun yang berarti yang diciptakan.

Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk (Mustafa, 2010: 11).

Definisi Akhlak dan Karakter

Akhlak menurut Al-Ghazali adalah, suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang darinya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan tanpa memerlukan pertimbangan pikiran (terlebih dahulu).

Sedangkan pengertian karakter secara etimologis adalah, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani, yaitu charassein yang berarti to engrave (Ryan and Bohlin, 1999: 5). Kata to engrave bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols & Shadily, 1995: 214).

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata karakter diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang, dengan yang lain, dan watak. Dengan demikian, orang yang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak (Marzuki, 2015: 19-20).

Menurut Thomas Lickona, pendidikan karakter adalah sebuah upaya yang disengaja untuk mengembangkan kebijakan, yaitu sifat utama manusia yang baik bagi dirinya sendiri juga baik untuk lingkungannya. Kebajikan itu tidak datang secara tiba-tiba, tapi memerlukan usaha yang giat dan kuat (Syarbini, 2016: 42).

Dari pengertian di atas dapat dipahami, bahwa akhlak merupakan cerminan karakter autentik seseorang. Misi Islam secara esensial adalah membentuk peradaban dan keadaban, tentu akhlak menjadi modal utama yang sangat penting diciptakan terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, umat, dan bangsa.

Baca Juga  Bagaimana Islam Mengatur Hubungan Muslim dan Non-Muslim?

Kelemahan dalam menegakkan karakter bangsa saat ini adalah, pendidikan karakter hanya sebagai ranah pengetahuan yang baik saja (moral knowing), kurang diresapi pada ranah merasakan yang baik (moral feeling), dan belum sempurna pada ranah perilaku yang baik (moral action).

Pendidikan karakter tidak hanya di lingkungan sekolah saja, tetapi juga di lingkungan keluarga, masyarakat, dan bangsa. Esensi pendidikan karakter adalah menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal-hal yang baik sehingga peserta didik dan warga bangsa menjadi paham (kognitif) tentang yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan bisa melakukannya dengan baik (psikomotor).

Jadi, pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktekkan dan dilakukan sehingga akhlak mulia menjadi cermin karakter autentik.

Akhlak Karimah: Pembentuk Karakter Autentik

Buhul-tali atau ketersambungan antara akhlak dengan karakter adalah; bahwa akhlak mengukur baik dan buruk berdasarkan kacamata pandangan ajaran agama. Sedangkan karakter dinilai menurut kacamata pandangan psikologi (jiwa).

Serta memiliki tujuan yang sama, yakni membentuk manusia-paripurna (insan kamil); yaitu pribadi manusia yang ber-akhlakulkarimah, masyarakat yang marhamah, dan bangsa yang bermarwah.

Ada beberapa pesan moral langit, tentang akhlak mulia sebagai cermin karakter autentik untuk menjadi laku hidup sebagai upaya dan usaha membentuk manusia-paripurna (insan kamil), antara lain:

Pertama, akhlak mulia adalah cara Allah ‘mentarbiyah’ hamba-Nya untuk gemar berbuat kebajikan dan menjauhi kemungkaran.

Firman Sang Maha Cinta Agung:

Sesungguhnya, Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nah {16}: 90).

Baca Juga  Kritik: Manusia sebagai Makhluk Multidimensi

Ayat di atas sangat jelas, bahwa Allah ‘mentarbiyah’ hamba-Nya untuk senantiasa berlaku adil, berbuat kebajikan, suka memberi, melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan.

Kedua, akhlak mulia walau sebesar zarrah tetap mendapat ganjaran dari Allah. Seperti firman Sang Maha Cinta Agung:

Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (QS. An-Nisa {4}: 40)

Pada akhir ayat di atas sangat jelas, bahwa Allah tidak akan mengurangi pahala orang-orang yang mengerjakan kebajikan walaupun sebesar zarrah, bahkan kalau dia berbuat baik pahalanya akan dilipat gandakan oleh Allah.

Ketiga, akhlak mulia merupakan identitas diri seseorang. Sang Pembawa Risalah Cinta Agung menjelaskan dalam sabdanya:

Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik akhlaknya. (HR. Bukhari dan At-Tirmidzi)

Keempat, akhlak mulia adalah keautentikan keimanan sang hamba pada Allah Swt. Seperti sabda Sang Pembawa Risalah Cinta Agung:

Orang-orang beriman yang paling sempurna iman mereka adalah yang paling baik akhlak mereka. (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah).

***

Dari penjelasan di atas dapat dipahami, bahwa akhlak mulia adalah cerminan karakter autentik seseorang. Pesan moral Langit dari Al-Qur’an dan sunah Rasulullah Saw senantiasa mengajarkan supaya hamba-Nya untuk gemar berbuat kebajikan, menjauhi kemungkaran. Sebesar zarrah,  kebaikan tetap mendapat ganjaran, dan akhlak mulia merupakan identitas diri seseorang, serta akhlak mulia menunjukkan keautentikan keimanan sang hamba di hadirat Allah Swt.

Akhirnya, seperti pesan Buya HAMKA, “Tegak rumah karena sendi, runtuh rumah sendi binasa, sendi bangsa ialah budi, runtuh budi runtuhlah bangsa! Semoga akhlak mulia menjadi cermin karakter autentik dalam membentuk pribadi yang ber-akhlakulkarimah, masyarakat yang marhamah dan bangsa yang ber-marwah. Wallahua’lam bishshawwab.

Editor: Yahya FR

Avatar
62 posts

About author
Alumnus Program Pascasarjana (PPs) IAIN Kerinci Program Studi Pendidikan Agama Islam dengan Kosentrasi Studi Pendidikan Karakter. Pendiri Lembaga Pengkajian Islam dan Kebudayaan (LAPIK Center). Aktif sebagai penulis, aktivis kemanusiaan, dan kerukunan antar umat beragama di akar rumput di bawah kaki Gunung Kerinci-Jambi. Pernah mengikuti pelatihan di Lembaga Pendidikan Wartawan Islam “Ummul Quro” Semarang.
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds