Perspektif

Praktik Tasawuf Akhlaki untuk Menyambut Kemenangan Idul Fitri

2 Mins read

Allah adalah Dzat Maha Suci

Tasawuf Akhlaki – Salah satu ajaran dasar dari agama Islam adalah bahwa manusia tersusun dari badan dan roh. Roh tersebut berasal dari Allah dan tentunya roh akan kembali kepada penciptanya.

Allah adalah Maha Suci, tentunya roh yang datang dari Allah juga suci, maka roh tersebut akan berpulang ke yang Maha Suci. Namun, jika roh tersebut menjadi kotor, maka ia tidak akan dapat kembali ke tempat asalnya yang suci.

Untuk menjaga agar roh tetap suci, maka manusia harus senantiasa berbuat baik. Usaha yang manusia tempuh untuk mencapai kebaikan tersebut termanifestasikan dalam bentuk ibadah-ibadah, misalnya salat, puasa, zakat, haji, dan ajaran-ajaran yang berkenaan dengan moral atau akhlak Islam. Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa beliau diutus oleh Allah untuk menyempurnakan budi pekerti luhur.

Tentunya, ada segolongan umat Islam yang merasa tidak puas dengan model ibadah formal. Dengan kata lain, kepuasan spiritual yang didapat dari ibadah formal belum cukup. Maka, mereka menempuh jalan spiritual agar merasa lebih dekat kepada Allah.

Sehingga, mereka dapat merasakan kehadiran Allah melalui hati-sanubari dan bahkan dapat bersatu dengan Allah. Dalam agama Islam, ajaran yang bersifat mistik tersebut terdapat dalam Tasawuf (Harun Nasution, 2001: 24-25).

Tasawuf Amali, Falsafi, dan Akhlaki

Tasawuf dibagi atas tiga bagian, yaitu tasawuf amali, tasawuf falsafi, dan tasawuf akhlaki. Dalam kesempatan kali ini, penulis akan menerangkan tasawuf akhlaki yang kaitannya dengan penyucian jiwa (takhalli), menghiasi kehidupan sifat-sifat perilaku terpuji (tahalli), dan terungkapnya cahaya ghaib dari Tuhan (tajalli).

Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan penyakit iri hati yang merusak. Menurut Imam al-Ghazali, dalam ber-takhalli kita harus latihan (riyadlah) dan perjuangan (mujahadah) untuk menyingkirkan hawa nafsu (syahwat) yang negatif. Apabila hal tersebut sukses, maka kita akan memperoleh kebahagian.

Baca Juga  Larangan Menikah di Antara Idul Adha dan Idul Fitri

Selanjutnya ialah tahalli, yaitu menghias diri dengan sifat dan perilaku terpuji. Berusaha agar sifat dan perilakunya selalu sejalan dengan ketentuan agama.

Selalu menyinari hati dengan sifat-sifat terpuji (mahmudah) adalah mujahadah yang kemudian akan menghasilkan insan yang sempurna (insan kamil).

Setelah seseorang sukses melalui takhalli dan tahalli, maka tahap terakhir adalah tajalli, yaitu di mana hati seseorang terbebas dari tabir (hijab) yang diartikan sebagai sifat-sifat kemanusiaan atau memperoleh Nur yang selama ini tersembunyi (ghaib) atau segala sesuatu selain Allah ketika Nampak (tajalli) wajah-Nya. Bisa dikatan dalam tajalli, seseorang dapat merasakan kehadiran Allah.

Apabila seseorang telah mencapai tajalli, maka ia akan memperoleh ma’rifa. Ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia ketuhanan dan peraturan-peraturan Allah tentang segala sesuatu (Amin Syukur dan Masyharuddin, 2002: 45-49).

Takhalli dan Tahalli

Di bulan Ramadhan, kita harus berpuasa sebagai ibadah wajib ketika bulan Ramadhan tiba. Selain itu, kita harus menahan hawa nafsu, menyucikan pikiran, menghiasi diri dengan perilaku terpuji, dan lain-lain. Tasawuf akhlaki dapat dipraktikan dalam kaitannya menjalani mujahadah selama bulan Ramadhan sampai puncaknya memenangi bulan Ramadhan dengan merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Pertama, ber-takhalli, memasuki bulan Ramadhan kita harus membersihkan hati dan menyingkirkan diri dari syahwat. Hal tersebut dilakukan agar kita mendapat kebahagiaan spiritual buah dari mujahdah dan raja’ dalam menjalani puasa.

Kedua, ber-tahalli, setelah seseorang merasakan kebersihan jiwa dan mendapat kebahagian, maka ia harus menghiasi diri dengan perilaku terpuji saat menjalani bulan Ramadhan.

Misalnya, tadarus Al-Qur’an, menunaikan zakat sebagai spirit humanisme Islam, berbagi takjil kepada yang membutuhkan, ber- i’tikaf di masjid untuk dapat berjumpa malam lailatul qodr dan ibadah lain yang identik dengan bulan Ramadhan yang penuh keberkahan.

Baca Juga  Berita Hoax dalam Pandangan Islam

Dan yang terakhir adalah ber-tajalli. Setelah melalui berbagai mujahadah di bulan Ramadhan selama sebulan penuh, seseorang akan mencapai ma’rifat yang dalam konteks ini adalah memenangi Hari Raya Idul Fitri.

Menurut Ibrahim Basyuni, ma’rifat merupakan pencapaian tertinggi dan sebagai hasil akhir dari segala pemberian setelah melakukan mujahadah dan riyadlah, dan bisa dicapai ketika telah terpenuhinya qalb dengan Nur Ilahi (Amin Syukur dan Masyharuddin, 2002: 49).

Semoga, kita dapat menggapai ma’rifat Allah yang berupa kemenangan Idul Fitri buah dari mujahadah di bulan Ramadhan.

Editor: Yahya FR

Fahrul Anam
6 posts

About author
Mahasiswa Manajemen Zakat Wakaf, Fakultas Syariah IAIN Surakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Benarkah Islam di Asia Tenggara Bukan Bagian dari Dunia Islam?

3 Mins read
Islam di wilayah Asia Tenggara memiliki karakteristik atau watak yang berbeda dengan wilayah lain, khususnya di Timur Tengah. Karakteristik Islam di wilayah…
Perspektif

Bayang-Bayang Seni Kiai Dahlan di Muhammadiyah

3 Mins read
Belum lama ini kita dihebohkan dengan perdebatan seputar hukum musik dalam Islam. Sebenarnya persoalan ini adalah khilafiyah. Karenanya tulisan sederhana ini tidak…
Perspektif

Kurikulum Merdeka adalah Kunci Kemajuan Pendidikan Masa Kini

4 Mins read
Hari Pendidikan Nasional Tanggal 2 Mei (HARDIKNAS) merupakan momentum bagi setiap insan pendidikan untuk memperingati kelahiran pelopor Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *