Perspektif

Idulfitri Lambang Solidaritas Kemanusiaan

3 Mins read

Idulfitri Lambang Solidaritas Kemanusiaan

Selesai melaksanakan puasa Ramadan kaum muslimin merayakan Idulfitri sebagai lambang hari kemenangan. Di hari terakhir puasa, perasaan gembira dan sedih meliputi hati umat muslim. Di satu sisi, bergembira menyambut hari kemenangan Idulfitri yang datang setahun sekali. Di sisi lain, sedih berpisah dengan bulan suci Ramadan karena merenungkan belum maksimal memanfaatkan bulan penuh berkah ini untuk meraih ampunan Ilahi, apalagi membayangkan seandainya tahun depan tidak berjumpa lagi dengan Ramadan.

Idulfitri dan Zakat Fitrah

Menjelang Hari Raya Idulfitri, setiap muslim diwajibkan menunaikan zakat fitrah sebagai pensuci diri dan wujud kepedulian terhadap fakir miskin di sekitar kita. Data fakir miskin yang tercatat dalam kegiatan pendistribusian zakat fitrah setiap akhir Ramadan merupakan Sensus Kemiskinan paling akurat karena setiap tahun diperbarui.

Dalam kaitan ini, sebaiknya direnungkan hikmah menunaikan zakat fitrah sebagai penutup ibadah puasa, di antaranya ialah agar kaum muslimin setelah melewati Ramadan, dengan kenikmatan menjalankan puasa, shalat tarawih, tadarus Al Quran, dan iktikaf  harus membuktikan kepedulian sosial terhadap sesama. Persoalannya, mampukah kita menjaga semangat Ramadan yaitu antara semangat ketakwaan kepada Allah dan kepedulian terhadap nasib orang-orang yang lemah tidak boleh dipisahkan sejengkal pun. Mengamalkan ajaran agama bukan hanya berorientasi pada kesalehan diri sendiri,  melainkan untuk saling memberi manfaat dan menyelamatkan kehidupan sesama manusia.

Kesalehan sosial tidak terbatas hanya di bulan Ramadan. Begitu pula kegiatan menyantuni anak yatim dan fakir miskin serta memberi bingkisan kepada orang-orang yang tidak mampu harus menjadi kesadaran kolektif dalam kehidupan umat Islam.  Bahkan harus menjadi salah satu agenda perjuangan umat untuk membebaskan saudara-saudara kita dari belenggu kemiskinan menuju kemandirian. 

Baca Juga  Soeharto dan Bahasa Pembangunannya

Demikian pula silaturahim dan bermaaf-maafan tidak hanya di hari Idulfitri. Semua perbuatan baik harus menjadi sikap hidup dan perilaku keseharian kita kapan dan di mana saja tanpa tergantung momen dan suasana.

Kemenangan dari Hawa Nafsu

H.S.M. Nasaruddin Latif dalam artikel “Berhari Raya Idul Fitri 1392” (Majalah Kiblat edisi November 1972), satu bulan sebelum wafatnya, menulis, “Fajar yang menyingsing di Hari Raya 1 Syawal adalah fajar  yang menyerukan lisanul-hal-nya keagungan Ilahi, persaudaraan dan kedamaian bagi manusia yang hidup di muka bumi ini. Kalau sekiranya persaudaraan dan kedamaian itu belum bisa diwujudkan di seluruh dunia,  namun setidak-tidaknya dalam hati kita selaku mukmin-muslim, tentunya kita dapat menghidupkan dan menyuburkannya.”

Sejalan dengan pesan dan hikmah mengumandangkan takbir di hari Idulfitri, setiap muslim membesarkan Allah SWT dalam kebersamaan dengan umat muslim lainnya. Setiap muslim dalam kedudukan dan peran apa saja tidak boleh melepaskan diri dari persaudaraan dan solidaritas sesama muslim dan umat manusia. Ibadah puasa dan hari raya Idulfitri mengandung nilai-nilai substansi hidup beragama yang perlu dimanifestasikan dalam perjalanan hidup sepanjang waktu.

Idulfitri disebut sebagai kemenangan kaum beriman terhadap belenggu hawa nafsu dan godaan setan. Untuk itu meski Ramadan telah berlalu, nilai-nilai ibadah puasa sebagai pendidikan Ilahi kepada hamba-Nya harus senantiasa mewarnai kehidupan sehari-hari. Penghayatan makna puasa diharapkan menumbuhkan soliditas dan solidaritas yang murni.

Persatuan di Tengah Perbedaan

Muslim yang dipersatukan oleh satu akidah Tauhid haruslah merasa sebagai umat yang satu (ummatan wahidah) dengan membawa misi kerisalahan yang sama. Sesama muslim harus saling menghormati dan melindungi. Di bawah naungan panji-panji kalimat tauhid Lailaha Ilallah Muhammadar Rasulullah  dan di bawah sang saka Merah Putih di negeri ini,  segala perbedaan organisasi, wadah perjuangan dan pandangan politik tidak boleh memutus silaturahim dan merenggangkan persaudaraan di antara sesama umat Islam dan bangsa Indonesia.  

Baca Juga  Bagi Sebagian Napi, Penjara Lebih Dari Sekedar Rumah

Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis mengingatkan umat Islam agar mewaspadai datangnya zaman pancaroba, dimana ketika itu umat Islam diserbu oleh umat lain bagaikan sekawanan orang lapar menyantap hidangan di meja makan. Jumlah umat Islam saat itu banyak, tapi kualitasnya bagai buih di permukaan air laut. “Jatuh dan bercerai-berainya umat Islam ialah karena mereka meninggalkan Quran dan melupakan persatuan yang dianjurkan agama Islam.” demikian pesan K.H. Mas Mansur, Pahlawan Nasional dan Ketua Umum PB Muhammadiyah periode 1936-1942.

Semoga kita semua bisa tetap menjaga semangat kesucian Ramadan di tengah pergolakan dunia yang tiada habisnya. Ramadan datang dan berlalu, tetapi spirit ibadah Ramadan harus senantiasa menyala di segala sudut kehidupan kita.

Semoga kita semua dipertemukan dengan Ramadan tahun depan dalam kondisi sehat walafiat. Di hari Idulfitri yang istimewa ini mari kita berdoa dan mohon ampun kepada Allah, semoga virus global Covid-19 cepat berlalu.

Taqabbalallahu Minna wa Minkum, Minal ‘Aidin wal Faizin.

Allaahu Akbar Allaahu Akbar, walillaahil hamd!

Editor: Nabhan

M Fuad Nasar
15 posts

About author
Akitivis zakat. Penulis buku Fiqh Zakat Indonesia yang diterbitkan BAZNAS tahun 2015. Anggota Tim Editor Buku Ensiklopedi Pemikiran Yusril Ihza Mahendra (2015/2016)
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds