Perspektif

Konsep Khilafah HTI Vs Konsep Khilafah Ahmadiyah

3 Mins read

Konsep Khilafah ala HTI

Khilafah HTI Ahmadiyah – Mendengar kata ‘khilafah” tentu yang langsung terbayangkan adalah sistem kepemimpinan bagi kaum muslim dengan mengemban dakwah dan membawa nilai-nilai serta hukum dalam ajaran agama Islam.

Sejarah Islam mencatat istilah khilafah pertama kali digunakan ketika Abu Bakar menjabat sebagai khalifah pertama setelah Nabi Muhammad SAW meninggal dunia. Abu Bakar dalam pidato pertamanya menyebut bahwa dirinya sebagai Khalifah Rasulillah atau dalam pengertian pengganti Rasulullah dalam mengurusi bidang kenegaraan.

Di kawasan Asia Tenggara khususnya di Indonesia, narasi di atas melekat pada organisasi Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI. Bagi HTI, untuk mengatasi semua masalah dan benang kusut yang dihadapi umat muslim, hanya satu solusinya yaitu khilafah dengan hukum Islam harus tegak di Indonesia terlebih di kawasan Asia Tenggara atau bahkan seluruh dunia.

Khilafah dianggap sebagai satu-satunya sistem politik yang benar, islami, dan diakui oleh Allah serta diterima oleh Rasulullah. Sistem politik lain, semisal, republik, atau bahkan republik Islam, adalah tidak absah, tidak Islami, dan haram, serta tidak legal.

***

Secara historis, HTI menggunakan landasan dari ijma’ sahabat. HTI menyatakan setalah Rasulullah wafat, para sahabat Nabi bersepakat untuk membaiat Abu Bakar untuk menjadi khalifah pertama setelah Rasullulah wafat.

Selain itu, HTI juga menggunakan jejak sejarah berupa sistem kekhilafahan yang telah ada sejak awal Islam hingga tahun 1924 saat runtuhnya Turki Utshmani. Pada masa berabad-abad tersebut, menurut HTI, adalah masa kekhilafahan.

Kemudian, HTI juga menggunakan ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan kewajiban mendirikan khilafah seperti di surat Al-Maidah ayat 44, 45, 47, dan 49 yang diformulasi sebagai petunjuk bahwa umat Islam wajib menaati hukum yang diturunkan Allah melalui Al-Qur’an. Siapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, berarti telah terjerumus ke dalam jurang kekufuran, kezaliman, kefasikan, dan dianggap mementang ajaran Islam.

Baca Juga  Reynhard Sinaga yang Salah, Kenapa Kita yang Tanggungjawab?

Singkatnya, khilafah HTI bergerak ke arah politis untuk mengubah sistem pemerintahan yang berjalan saat ini dengan doktrin-doktrin kekhalifaan secara historis dan juga dipertegas dengan formulasi yang sudah menjadi kewajiban umat muslim untuk mendirikan khilafah.  

Konsep Khilafah ala Ahmadiyah

Sementara itu, Ahmadiyah mempunyai pandangan lain soal khilafah. Konsep khilafah yang digagas Ahmadiyah memberi warna berbeda dari beberapa organisasi Islam lainnya. Sama dengan HTI, sistem khilafah Ahmadiyah juga menganggap dapat memberikan kontribusi atas problem sosial masyarakat Islam. Namun, khilafah yang ditawarkan hanya berhubungan dengan spiritualitas. Ahmadiyah selain dikenal sebagai paham, bisa juga disebut sebagai sebuah gerakan Islam yang memiliki orientasi  dalam bidang spiritual.

Sebagai gerakan Islam, Ahmadiyah memiliki unsur-unsur Khilafah tertentu disertai dengan aspek spiritual. Unsur tersebut dibagi menjadi empat yaitu solidaritas, ketaatan atau kepatuhan, kedamaian, dan sosial.

Jemaah Ahmadiyah memiliki keyakinan bahwa ahklak merupakan suatu yang paling  penting. Aspek solidaritas banyak diimplementasikan dalam bentuk akhlak yang berkaitan dengan keempat unsur khilafah lainya. Serta dalam ranah perbuatan dan perilaku keseharian atau bisa disebut dengan character building atau pembentukan karakter.

Kemudian unsur kepatuhan dalam konsep Khilafah Ahmadiyah adalah tindakan ketaatan terhadap khalifah yang harus dilakukan. Karena jemaah Ahmadiyah meyakini ini bagian dari ajaran agama.

Jemaah Ahmadiyah menilai bahwa, menolak perintah khalifah adalah suatu hal yang  menyalahi ajaran yang telah ditetapkan Allah. Karena khalifah merupakan pilihan Allah yang mempunyai otoritas dalam memahami pesan-pesan Allah. Unsur ketiga adalah perdamaian yang memiliki nilai penting untuk menyebarkan dan merangkul umat manusia.

***

Prilaku perdamaian sesuai dengan slogan Ahmadiyah yang berkembang yakni “Love for All, Hatred for None” yang memiliki arti mencintai untuk semua dan tiada kebencian untuk siapapun. Jemaah Ahmadiyah meyakini bahwa dengan adanya pertolongan, kebesaran, dan kasih sayang dari Allah SWT, maka kebencian dalam diri seorang umat akan hilang.

Baca Juga  Abid Al-Jabiri: Tiga Problem Besar dari Khilafah

Unsur terakhir adalah unsur sosial. Jemaah Ahmadiyah memiliki gerakan sosial dalam bentuk sumbangan anggota setiap bulanya dengan tujuan kemakmuran bersama jamaah Ahmadiyah.

Konklusinya adalah, Khilafah yang didengungkan Ahmadiyah jauh berbeda dengan konsep yang ditawarkan oleh sebagian umat Islam, seperti  Islamic State Iraq and Syiria (ISIS), Hizbut Tahrir (HT), Al-Qaeda, dan dalam konteks Indonesia ada Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Golongan tersebut memahami khilafah sebagia perjuangan dalam wilayah politik dan menolak sistem demokrasi yang dipandang sebagai sistem tidak islami. Perbedaan tersebut terletak pada metode memahami ajaran agama. Ahmadiyah meyakini khalifah tidak berhubungan dengan masalah pemerintahan (politik), tetapi wilayah spiritual (rohani).

Konsep Khilafah HTI Vs Konsep Khilafah Ahmadiyah

Mengutip dari buku Kontranarasi Melawan Kaum Khilafers karya Ainur Rofiq Al Amin tentang Khalifah Ahmadiyah dan Hizbut Tahrir yang sangat getol agar pemerintah melarang Ahmadiyah adalah HTI.

Buktinya pada tahun 2012 HTI pernah mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melarang dan membubarkan Ahmadiyah. Mengapa demikian? Karena Ahmadiyah memiliki Kihilafah Islamiyah yang dianggap HTI menjadi saingan dari konsep Kekhalifahan mereka.

Bagi HTI konsep Khilafah mereka adalah konsep yang paling baik dan benar serta tidak boleh ada konsep Khilafah lain, dan lucunya adalah jika kita menolak konsep Khilafah HTI maka akan dicap menentang ajaran Islam.

Mirza Ghulam Ahmad
1 posts

About author
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds