Spirit Asyura – Muharam adalah bulan pertama dalam kalender Islam, di bulan ini juga, kita mengenang syahidnya Imam Husain As, cucu nabi Muhammad Saw. Imam Husain dilahirkan pada tanggal 3 Sya’ban, di tahun keempat Hijriah (625 M).
Kakeknya Nabi Muhammad memberikan nama Husain artinya orang baik. Kakak kandung Imam Husain sendiri, al-Hasan, tewas diracun pada tanggal 7 Safar lima puluh Hijriah (670 M).
Seorang dosen Harvard University Amerika, Prof Annemarie Schimmel pernah berkata mengenai Ham dan Umat Islam: “Jangan ajari ummat Islam tentang HAM, karena mereka memiliki kisah Karbala”. Ya, Karbala tragedi pilu sejarah umat manusia terutama cucu tercinta nabi Muhammad Saw.
Peristiwa Karbala
Tepat pada 10 muharam tahun 61 Hijriah, rombongan Ahlul Bait berjumlah 72 terdiri dari perempuan dan anak-anak dihadang 10.000 serdadu di bawah komando Umar bin Sa’d bin Abi Waqqash. Kabarnya Imam Husein diultimatum oleh Yazid akan dibunuh sebab menolak membaiat dirinya sebagai khalifah.
Di hari Asyura, di tengah kecamuk peperangan, Imam Husain tidak henti-hentinya memberi peringatan dan seruan kepada musuh-musuhnya agar kembali kepada kebenaran. Namun, karena kehidupan mereka sudah diliputi cinta dunia dan kejumudan, mereka menolak seruannya.
Sekilas tentang Yazid
Seperti apa yang disampaikan Imam Husain sendiri, bahwa jika semua orang telah menjual kesetiaan kepada Yazid, maka katakan “Selamat jalan kepada Islam”.
Yazid kerap digambarkan sebagai sosok yang buruk oleh sejarawan Muslim lantaran gaya hidupnya yang tidak pantas untuk ukuran seorang pemimpin umat, seorang peminum anggur, pemerkosa wanita, dan pembunuh darah dingin yang kejam.
Seseorang yang memiliki karakter mementingkan kehidupan dunia tidak akan merasa aneh dengan realitas semacam itu. Kehidupan hanya dicurahkan untuk membela kepentingan-kepentingan pribadi tanpa memikirkan kepentingan masyarakat umum.
Persis dengan ungkapan apa yang Imam Husain katakan ketika melihat kondisi umat Islam pada masa itu. “Manusia telah diperbudak oleh kehidupan duniawi. Agama telah menjadi mangsa mereka yang mudah diubah dan disesuaikan dengan kehidupan mereka. Jika mereka menggunakan kekerasan, maka para pengikut agama akan semakin berkurang”.
Inilah alasan mengapa Imam Husain memilih ada di sebrang jalan. Misinya hanyalah untuk menyelamatkan dasar Islam dan berjuang melawan kezaliman, bagi siapa yang mencoba menghancurkan kemurnian Islam.
Dirinya memutuskan melakukan sebuah revolusi dengan cara menyadarkan sedapat mungkin seluruh penduduk di wilayah Islam bahwa jika Yazid memegang kekuasaan, maka Islam akan tercabut dan tidak akan ada sia-sianya yang akan dijumpai dimana pun.
Tentang Karbala
Sesuai dengan namanya, Karb (duka) dan bala (nestapa), kepala cucu nabi Imam Husain di penggal di sana. Karbala atau Nainawa adalah padang tandus dekat sungai Eufrat, Irak tempat terjadinya peristiwa megharukan tak terlupakan.
Para syuhada Karbala yang gugur ternyata memberikan spirit hikmah terpenting bagi umat manusia dan hakikat kehidupan. Mengutamakan orang lain, membela kebenaran, kesucian dan keadilan.
Spirit Asyura
Spirit ini terus dikumandangkan agar revolusi Asyura lurus dan tetap di jalur yang benar. Di dalam buku Mereka Meluruskan Revulosi Ashura, karangan Murthada Muthahari, Husein Fadlullah dan Dr. Ali Syariati menjelaskan bahwa Asyura peristiwa agung dan mengecam segala macam bentuk penyimpangan yang terjadi di dalam peristiwa Asyura.
Menurut mereka, tujuan Asyura adalah membebaskan manusia dari belenggu-belenggu pemikiran maupun belenggu kebebasan tanpa batas, melawan penindasan. Demikian Fadlullah seorang pemikir intelektual Libanon, menolak segala bentuk khurafat (klenik, takhayul, cerita karangan belaka) yang dimasukkan ke dalam peristiwa Asyura.
Memperingati hari Asyura artinya meneguhkan komitmen melawan tiran dan kezaliman yang hadir di setiap masa, setiap tempat bukan menciptakan rasa duka yang berlebihan dan mengakhiri peringatan tersebut dengan linangan air mata.
Apalagi menjadikan Asyura sebagai ‘kontes’ air mata semata. Seperti slogan mazhab Syi’i “Setiap hari adalah Asyura, setiap tempat adalah Karbala” ini adalah tindakan dan simbol untuk senantiasa melawan kezaliman setiap saat dan waktu.
Asyura: Bahan Bakar Ideologis
Tragedi Asyura adalah bahan bakar ideologis. Karenanya, dulu revolusi Iran semangatnya dipantik kisah tragedi Karbala. Pemimpin gerakan Imam Khomaeni, Muthahari mengulang kisah Asyura di setiap khotbahnya untuk menggerakan massa bangkit melawan tiran dan ketidakadilan. Sebagaimana Imam Husain menentang aktor kebijakan tiranik, despotik, dan totaliter.
Melawan ketidakadilan, penindasan diseru Tuhan di dalam Al-Qur’an : “Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim.’’ (Al-Baqarah: 193)
“Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang berdoa, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu”. (An-Nissa: 75)
Berperang demi Keadilan
Dari pengertian ini, berperang di jalan Allah dalam Islam sama artinya dengan berperang demi keadilan. Adapun term perang dalam Islam berati menentang penindasan, kezaliman, dan ketidakadilan dalam semua bentuknya, di mana pun ditemui, dan demi mereka yang tertindas. Dalam arti yang lebih umum, perang disini merupakan ‘’upaya’’ mengejar keadilan kebenaran tanpa harus terus melalui jalur kekerasan.
Demikianlah Asyura yang tercatat didalam sejarah. Spirit Imam Husain ini membawa kita pada ayat; “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”. (Ali Imran: 110)