Kaunia

Modernisme Pemberdayaan ala Muhammadiyah, Apa Saja?

3 Mins read

Modernisme Muhammadiyah – Modernisme, kata yang menunjukkan adanya kemajuan atau pembaruan. Menafsirkan kembali doktrin tradisional ke dalam penyesuaian terhadap perkembangan zaman modern.

Muhammad Abduh adalah salah satu tokoh tersebut. Pentingnya modernisme diungkapkannya dalam sebuah artikel di harian Al-Ahram pada 1876. Abduh menyampaikan gagasannya mengenai perlunya studi yang lebih luas tentang ilmu-ilmu modern, sejarah agama-agama yang ada di Eropa, dll. Kaum muslim hendaknya mempelajari itu semua agar mampu mempelajari kemajuan dunia Barat.

Implementasi paham modernisme tersebut kemudian dikembangkan oleh Ahmad Dahlan melalui organisasi yang didirikannya, yakni Muhammadiyah. Muhammadiyah yang selanjutnya diasumsikan sebagai organisasi sosial keagamaan kemudian memiliki berbagai sektor pemberdayaan yang perkembangannya tergolong sangat pesat, yakni seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Ahmad Dahlan memodifikasi sistem-sistem pemberdayaan di atas, terutama dalam diri Muhammadiyah.

Modernisme Muhammadiyah di Bidang Pendidikan

Pendidikan adalah sektor yang paling mendasar dalam sebuah peradaban. Sebelum kemerdekaan, pendidikan di Indonesia sangat njomplang. Mereka yang berhak mendapatkan pendidikan hanyalah dari golongan bangsawan. Selain dari itu, sekolah untuk pribumi kebanyakan berbentuk pesantren, yang mana hanya terkungkung dalam lingkup pengetahuan ilmu agama saja.

Pribumi tidak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang sewajarnya, seperti yang didapatkan oleh anak bangsawan dan Eropa.

Saat-saat yang krisis itu kemudian Ahmad Dahlan hadir membawa titik cerah bagi pendidikan di Indonesia, mengadopsi sistem Barat tetapi tetap menjunjung tinggi ajaran Islam.

Sesuatu yang baru memang belum tentu diterima begitu saja oleh khalayak. Banyak rintangan yang harus dilewati oleh Dahlan. Jikalau ia dulu tiba-tiba menyerah dan putus asa dalam memperjuangkan pembaruan-pembaruan yang dibawanya, mungkin peradaban hari ini akan lain cerita.

Agama hanya dipahami secara parsial. Ia menjadi sebuah pembatas mengapa pendidikan hanya jalan di tempat. Seharusnya, apabila agama dipahami secara komprehensif, agama justru menganjurkan kita untuk mempelajari ilmu keduniaan pula, tidak terus menerus hanya menelan ilmu agama.

Baca Juga  Ragam Bentuk Redaksi Hadis (2): Jawami'ul Kalim, Tamsil, dan Simbolik

Modernisasi pendidikan tersebut kemudian berjalan hingga saat ini, dan diadopsi oleh berbagai lembaga. Sehingga telah banyak dimodifikasi serta disesuaikan dengan kebutuhan juga zaman.

Modernisme Muhammadiyah di Bidang Kesehatan

Hilman Latief dalam bukunya Melayani Umat: Filantropi Islam dan Ideologi Kaum Modernis, menjelaskan keadaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah pada awal abad ke-20. Klinik-klinik yang didirikan Muhammadiyah masih bersifat temporer (sementara), dan sasarannya pun masih terlalu sempit, yakni untuk orang miskin dan tertimpa musibah.

Apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah sejalan dengan apa yang dilakukan gereja-gereja Protestan di Eropa pada abad ke-15 sampai ke-18. Lalu, pada akhir abad ke-19, misionaris Kristen dari Belanda menginisiasi pendirian klinik kesehatan, seperti Dr. J. Gerrit Scheurer yang mendirikan Petronella Zienkenhuis, yang sekarang menjadi Rumah Sakit Bethesda.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan klinik pelayanan kesehatan untuk orang miskin tersebut dihadapkan pada tantangan yang lebih besar. Harga obat-obatan yang semakin tinggi dan biaya operasional klinik menjadi salah dua penyebab terjadinya proses transformasi “budaya organisasi modern”.

Karakteristik klinik yang awalnya hanya melayani orang miskin, sekarang menjadi lebih inklusif. Klinik dan rumah sakit Muhammadiyah mulai memberikan pelayanan kesehatan kepada semua kalangan, termasuk kalangan menengah.

Modernisme Muhammadiyah di Bidang Ekonomi

Masalah perekonomian memang sudah menyatu dengan kehidupan bangsa Indonesia dari dulu hingga sekarang.

Dari teologi Al-Maun yang diajarkan oleh Ahmad Dahlan, seperti memberi makan orang miskin, diartikan lebih luas lagi oleh Muhammadiyah saat ini.

Salah satu lembaga yang berada di lingkup Muhammadiyah adalah Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM). Salah satu kader terbaik yang pernah memimpin majelis tersebut adalah Said Tuhulelely.

Semangatnya dalam “Mengembangkan kecebong yang hanya mampu hidup di dalam kolam kecil menjadi katak yang dapat melompat ke mana-mana” dituangkan dalam kegiatan pemberdayaan terhadap masalah perekonomian kaum pinggiran.

Baca Juga  Trensains (Pesantren Sains): Konvergensi Muhammadiyah-NU

Salah satu di antara program-program pemberdayaan yang terkenal adalah model pertanian terpadu. Model ini dikembangkan dalam rangka membantu para petani keluar dari lingkaran kemiskinan dan sekaligus menghasilkan bahan pangan yang halalan-thayyiban.

Selain itu, Muhammadiyah juga memiliki tiga lembaga ekonomi yang bersinergi untuk membangun ekonomi, yakni Lazismu Pusat, Induk Baitut Tanwil Muhammadiyah (BTM) dan Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM).

Tiga Lembaga Ekonomi Muhammadiyah

Lazismu merupakan lembaga zakat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan dana zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya (lazismu.org).

Latar belakang berdirinya Lazismu disebabkan atas dua faktor. Pertama, fakta Indonesia yang masih diselimuti kemiskinan dalam skala sangat luas, kebodohan, dan indeks pembangunan manusia yang sangat rendah. Semuanya berakibat dan sekaligus disebabkan oleh tatanan keadilan sosial yang lemah.

Kedua, zakat diyakini mampu memberikan sumbangsih dalam mendorong keadilan sosial, pembangunan manusia, dan mampu mengentaskan kemiskinan.

Sementara itu, Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) dimaknai sebagai tempat untuk mengembangkan usaha atau tempat untuk mengembangkan harta kekayaan (suaramuhammadiyah.id).

BTM dibangun dengan mengambil konsep dasar Baitul Maal wat-Tamwil, yang merupakan gabungan antara Baitut Tamwil, unit yang menjalankan pembiayaan secara komersial dan Baitul Maal, unit yang menjalankan pembiayaan non-komersial, dengan dana yang bersumber dari titipan zakat, infaq dan shadaqah.

Sedangkan Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM) adalah wadah yang menyatukan potensi para kadernya yang berkiprah sebagai pengusaha (suaramuhammadiyah.id). Jaringan Saudagar Muhammadiyah diharapkan dapat berperan serta dalam membangun perekonomian bangsa dan umat Islam di Indonesia.

Editor: Saleh

4 posts

About author
Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Articles
Related posts
Kaunia

Ru'yat Ta'abbudi dan Penyatuan Kalender Islam

2 Mins read
Perkembangan pemikiran tentang kalender Islam di kalangan ormas Islam mengalami kemajuan baik dari segi pemikiran maupun instrumentasi astronomi yang dimiliki. Hal ini…
Kaunia

Menaksir Berat Sapi Secara Cepat

1 Mins read
Kaunia

Moderasi dalam Sidang Isbat

3 Mins read
Di Indonesia kehadiran sidang Isbat sudah lama diperdebatkan keberadaannya. Di satu sisi dianggap sebagai jembatan untuk mempertemukan perbedaan pandangan antara pendukung hisab…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds