Semenjak agama Islam lahir di permukaan bumi ini 15 abad yang lalu hingga sekarang, pihak-pihak yang tidak suka atau benci kepada Islam itu selalu ada.
Bahkan, ketika awal-awal Islam, pihak yang tidak suka itu datang dari kalangan keluarga terdekat Nabi kita yang mulia itu sendiri, yaitu paman Nabi yang bernama Abu Lahab.
Meskipun demikian nyatanya, namun agama Islam tidak mengajarkan umatnya untuk dendam dan membenci pemeluk agama lain. Bahkan sebaliknya, mengharuskan umatnya berbuat baik, menolong, menghormati, dan bertoleransi.
Perihal toleransi umat Islam, kualitas toleransi terhadap pemeluk agama lain sangat diakui oleh pemeluk agama lain tersebut. Karena terbukti pada praktiknya di lapangan, tidak hanya sebatas slogan belaka.
Dampak dari toleransi tersebut malah menjadi magnit bagi sebagian pemeluk agama lain untuk mengucap dua kalimat syahadat. Hanya mereka yang memiliki kebencian begitu dalam di hatinya yang tidak mengakui akan kenyataan ini.
Islam Adalah Agama Toleran
Praktik toleransi ini sudah ada di awal-awal Islam bahkan sampai di zaman milenial ini. Jadi, pantaslah Islam disebut agama toleran atau Islam Toleran. Jejak toleransi itu dapat kita saksikan dari zaman ke zaman dalam tahun-tahun perjalanan umat Islam.
Kisah-kisah keteladanan di zaman Rasulullah hingga zaman sahabat khususnya Khulafaur Rasyidin tentang Islam Toleran sudah sering kita jumpai di banyak kepustakaan. Kisah-kisah di era berikutnya yang jarang kita jumpai.
Kisah Toleransi di Masa Awal Islam Â
Kisah-kisah Islam Toleran selanjutnya setelah masa Khulafaur Rasyidin dapat kita saksikan seperti pada masa dinasti Umayyah. Thomas W. Arnold pada bukunya The Preaching of Islam yang diterjemahkan oleh Drs. H. A. Nawawi Rambe, Sejarah Dakwah Islam, menuliskan bahwa pada masa khalifah Mu’awiyah (661-680), banyak sekali menempatkan orang Kristen dalam jabatan pemerintahannya, salah satunya Al-Akhtal seorang Arab Kristen menjadi penyair istana.
Selanjutnya khalifah Abdul Malik (685-842) cucu dari Mu’awiyah meneruskan jejaknya dengan mengangkat ayah Al-Akhtal yaitu St. Jhon dari Damascus menjadi penasihat khalifah Abdul Malik.
Berikutnya pada masa dinasti Abbasiyah, khalifah Harun al Rasyid (786-809) mengizinkan dibangun sebuah gereja di Baghdad oleh penduduk Samalu, dan di Basrah dibangun oleh seorang Nestoria bernama Sergius.
Khalifah al Mu’tasim (838-842) mengangkat dua orang Kristen bersaudara yaitu, Saimujah menduduki posisi mirip sekretaris negara dan saudaranya bernama Ibrahim bertugas menyimpan surat-surat rahasia negara sekaligus mengendalikan Baitul Mal. Khalifah al Mu’tadil (892-902) mengangkat Umar bin Yusuf seorang Kristen menjadi gubernur.
Masa khalifah al-Muqtadir (902-932), memberikan jabatan kepada seorang Kristen dalam urusan peperangan. Masa khalifah al-Mustadi (1170-1180) banyak mengeluarkan izin untuk pendirian gereja dan biara.
Sementara itu, Hj. Irena Handono pada bukunya, Menyingkap Fitnah & Teror, menuliskan bahwa pada tahun 1192 masa dinasti Ayyubiyah umat Kristen diizinkan berziarah ke Yerusalem di mana kala itu Yerusalem berada dalam penguasaan Islam, setelah dapat direbut kembali oleh Shalauddin al-Ayyubi pada tahun 1187.
Masih pada buku yang sama, ketika perang Salib yang ketiga terjadi (1189-1192), tentara Salib kalah menghadapi pasukan Islam. Salah seorang pemimpin pasukan Salib yakni Richard I yang bergelar The Lionheart (Berhati Singa) dari Inggris mengalami cedera dan sakit. Saat itu, tidak ada tabib di kalangan tentara Salib yang mampu mengobati sakitnya. Shalahuddin al Ayyubi sebagai panglima perang umat Islam menawarkan bantuan pengobatan, karena saat itu ilmu kedokteran umat Islam sudah lebih maju dan dipercaya.
***
Kemudian di tahun 1490-an terjadi pengusiran orang-orang Yahudi dari Spanyol, orang-orang Yahudi banyak melarikan diri ke wilayah Khilafah Utsmani di Turki. Oleh khalifah mereka diizinkan untuk menetap di wilayahnya. Diterapkanlah syariat Islam bagi mereka. Mereka merasa damai, aman, dan dihargai eksistensi mereka di bawah naungan kekuasaan khalifah.
Hingga di zaman milenial ini, Islam Toleran tersebut masih nyata di hadapan kita. Di Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta (NKRI) ini yang berpenduduk mayoritas Muslim, penduduk agama lain merasa aman dan nyaman.
Tidak ada penindasan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh umat Muslim. Kenyamanan yang dirasakan oleh umat Muslim dalam beribadah dan mewujudkan nilai-nilai agama di kehidupan sehari-hari, sama begitu juga yang dirasakan oleh umat-umat agama lain yang ada di NKRI tercinta.
Jadi sangat jelas dan begitu nyata sekali keberadaan Islam Toleran tersebut. Sama-sama telah kita ketahui dari rentang sejarah Islam yang sudah mencapai lebih kurang lima belas abad, Islam selalu mempraktikan toleransinya.
Kisah-kisah di atas adalah sekelumit dari ribuan kisah yang terdapat dalam khazanah kepustakaan Islam. Meskipun demikian, musuh-musuh Islam tidak berhenti untuk memusnahkan kepustakaan Islam dan merusak citra Islam Toleran.
***
Peristiwa di dalam negeri yang bersinggungan dan dialamatkan dengan intoleransi beragama adalah segelintir peristiwa di tengah keharmonisan, yang kejadian itu juga dipicu oleh orang atau pihak yang tidak ingin menyaksikan NKRI damai dalam kemajemukan agama.
Harapan kita dan begitu juga dengan usaha-usaha yang kita lakukan, generasi kita hari ini dan generasi yang akan datang harus mampu melanjutkan dan mengembangkan estafet citra Islam Toleran ini khususnya di NKRI tercinta dan umumnya di seluruh dunia.
Bagaimana dengan peristiwa intoleransi beragama yang terjadi di negara-negara lain, yang dipublikasikan oleh media-media pers asing, pelakunya dituduhkan adalah Muslim. Kita selaku umat Muslim yang bermukim di nusantara ini tidak menafikan peristiwa itu, seperti peristiwa 11 September 2001 serangan ke menara kembar WTC di Amerika Serikat.
Namun hal ini perlu kajian lebih dalam untuk mengetahui kebenaran peristiwa tersebut, akar permasalahan dan lain sebagainya, agar kita tidak terjebak dalam praduga peristiwa tersebut.
Editor: Yahya FR