Memasuki usia 96 tahun (versi Masehi) dan 99 tahun (versi Hijriyah) di tahun 2022/1443, Nahdlatul Ulama (NU) semakin mempertegas eksistensinya sebagai organisasi dakwah ke-Agama-an dan sosial kemasyarakatan yang lahir di Indonesia [nusantara].
Sebagaimana pesan persatuan dan saling memahami dalam Mukadimah Qanun Asasi NU yang merujuk dari Al-Qur’an surat Al-Hujurat [49]:13, serta pesan agar NU selalu berperan sebagai pemersatu seluruh umat agar kuat dalam kekompakan langkah menjadikan kehidupan dunia yang sejahtera sesuai Al-Qur’an surat Al-Hujurat [49]:10.
Sejak diresmikan terbentuk dan langsung menjalankan gerakan-gerakan terorganisir sesuai amanah para pendirinya, Nahdlatul Ulama telah menunjukkan arah gerakannya sebagai organisasi-nya para Ulama yang tidak hanya berurusan dengan dakwah ke-Agama-an semata.
Namun, juga mengurusi segala hal yang berlaku di tengah masyarakat. Bahkan, bukan hanya untuk Jawa dan Nusantara [Indonesia] saja, tapi untuk semesta alam di manapun Allah SWT menciptakan hambanya serta dimanapun umat Rasulullah Muhammad SAW berada.
Hal tersebut dapat dilihat dari hadirnya gambar “bola dunia” (globe) berukuran dominan (besar) pada logo/lambang Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Para Ulama pendiri NU telah dengan sadar bahwa NU adalah organisasi yang diperuntukkan bagi semesta alam.
Pengakuan Nahdlatul Ulama atas Indonesia
Pengakuan NU atas Indonesia sebagai negara tempat mengabdi, telah dipatrikan sejak lama. Minimal dapat terlihat pada sebaris syair yang menjadi mars para pemuda santri-pesantren yang kemudian hari mendirikan Nahdlatul Ulama.
Mars Syubanul Wathan mendokumentasikan nama Indonesia sebagai negara tercinta yang harus dijaga kehormatannya. Begitu juga ditegaskan kembali pada Muktamar NU ke-11 tahun 1936 di Banjarmasin, yang membahas tentang Indonesia sebagai negara kita yang harus dimuliakan kehormatan dan kedaulatannya.
Pada tahun 2022, setelah sempat mundur hampir satu tahun karena Pandemi COVID-19 akhirnya Muktamar Nahdlatul Ulama ke-34 dapat diselenggarakan.
Provinsi Lampung menjadi tempat terhormat bagi perhelatan Muktamar NU, yang di dalamnya membahas banyak hal baik bersifat intern organisasi serta berbagai persoalan umat Islam di Indonesia maupun internasional. Dalam hal sosial kemasyarakatan, NU tidak hanya memikirkan kesejahteraan warganya semata, namun juga memikirkan serta membuat konsep-konsep global yang terjadi di seluruh dunia. Persatuan, Keadilan serta Perdamaian Dunia merupakan konsentrasi pembahasan yang telaah sejak lama selalu dibicarakan dalam Nahdlatul Ulama.
Kepengurusan PBNU
Kepengurusan baru Pengurus Besar NU telah terbentuk dan disampaikan secara terbuka. Ketua Umum telah merancang komposisi ke-pengurusan di masanya menjadi kepengurusan yang harus kuat menopang dan mengakomodir seluruh warga Nahdlatul Ulama dimanapun berada.
Agar dapat mengakomodir informasi dan kebutuhan warganya di seluruh wilayah Indonesia, maka haruslah terwakilkan wilayah-wilayah yang ada itu di dalam struktur kepengurusan.
Begitu pula dengan keterwakilan “gender” dan kepentingan politik. Kepengurusan dibentuk dengan mengakomodir semua aspek dan kebutuhan. Personalia pengurus diambil dari seluruh wilayah yang ada di Indonesia secara merata.
Begitu pula dengan keterwakilan suara perempuan Indonesia, dikomposisikan proporsional dalam susunan pengurus. Keseimbangan pandangan politik anggota-pun diakomodir secara merata dalam susunan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang diharapkan dapat diadaptasi oleh kepengurusan di bawahnya.
Setelah terbentuknya kepengurusan dan diumumkan secara terbuka di berbagai media, selanjutnya yang tidak bisa ditinggalkan adalah agenda pelantikan pengurus. Dalam hal pelantikan pengurus ini pun, NU sekali lagi memperlihatkan komitmennya pada persatuan dan kekompakan Nusantara melalui hadirnya NU di Indonesia yang telah berusia memasuki satu abad.
Pelantikan yang sangat monumental di tahun 2022 ini, sangat menggambarkan betapa Nahdlatul Ulama selalu mendampingi pemerintah dalam segala aspek pembangunan. Ibukota Indonesia memang belum resmi berpindah tempat, namun kesiapan perpindahan ibukota telah menunjukkan progresnya dan harus terus didukung oleh seluruh elemen bangsa Indonesia.
Karenanya, pelantikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di tahun 2022 ini akan diadakan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang baru yakni Kalimantan Timur.
Komitmen Nahdlatul Ulama dalam Menjaga NKRI
Tak hanya itu, bentuk komitmen lainnya dalam menjaga persatuan dan kesatuan NKRI serta menjaga keseimbangan kehidupan alam semesta juga ditunjukkan NU melalui peringatan Hari Lahirnya yang akan diselenggarakan dalam dua versi yakni Masehi dan Hijriyah.
Hal tersebut berarti akan diselenggarakan dalam kurun masa satu bulan (efektif 15 hari). Dalam mengisi Hari Lahir-nya, NU mengusung kegiatan-kegiatan yang mewakili potensi alam Indonesia serta agenda keberlanjutan alam secara global.
Kalimantan Timur sebagai Ibukota Baru Negara akan menjadi tempat pelantikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (masa khidmat 2022-2027) sebagai perlambang komitmen Nahdlatul Ulama pada pembangunan Indonesia.
Peringatan Hari Lahir (HARLAH) NU yang dilakukan di Labuhan Bajo, Nusa Tenggara Timur dengan kegiatan berbasis kelautan merupakan perlambang keseriusan Nahdlatul Ulama merajut ke-Bhinekaan Indonesia [nusantara] dan kepedulian Nahdlatul Ulama pada isu-isu ke-maritiman Indonesia.
Kemudian Palembang, Sumatera Selatan sebagai tempat kegiatan HARLAH NU ke-96 dan 99 dengan kegiatan konservasi alam merupakan perlambang bahwa Nahdlatul Ulama sangat intens menjaga alam demi keberlangsungan kehidupan di bumi.
Surabaya dan Madura di Jawa Timur juga menjadi tempat diselenggarakan rangkaian kegiatan HARLAH NU tahun 2022/1443, sebagai perlambang cikal bakal lahirnya NU yang dilahirkan di Surabaya dan diresmikan tepat satu tahun (haul) wafatnya seorang ulama “rujukan” berdirinya NU yakni Saikhana Kholil Bangkalan.
Kiranya pantas dan tetap-lah pantas sesuai gambar besar “logo” Jam’iyyah NU adalah “bola dunia” (globe). Begitulah NU di setiap masanya, selalu menunjukkan keselarasan langkah antara para pendirinya terdahulu hingga para penerusnya di masa kini hingga masa mendatang.
Editor: Yahya FR