“Islam agama yang rumit, banyak tuntutan, ancaman atau hukuman, semua seolah-olah penuh dengan paksaan.”
Kalimat di atas boleh jadi diucapkan beberapa oleh mereka yang memiliki sentimen terhadap Islam, pun dapat dipahami telah mengandung kesan peyoratif terhadap Islam. Kendati banyak kemungkinan selain itu, boleh jadi mereka dari kalangan non muslim yang belum sepenuhnya mengerti, atau bahkan dari kalangan Islam sendiri mungkin memiliki aggapan demikian bahwa Islam adalah agama yang penuh paksaan.
Hal demikian selain dipengaruhi oleh ketidaktahuan, juga sentimen yang timbul diakibatkan dari fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya cara dakwah dari kalangan Islam yang dianggap radikal, ekstrem, dsb.
Kendati demikian, perlu diketahui bahwa pemaksaan memang suatu konsep yang riil dalam Islam, sehingga perlu dipahami terlebih dulu pemaksaan seperti apa yang dikandungnya.
Memeluk Islam dan Konsekuensinya
Sebagai seorang muslim tentu seseorang tidak sekadar mengucapkan kalimat syahadat, maka disebut ia muslim.
Ada konsekuensi logis dari ikrar tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad dalam penggalan sebuah hadis, ketika beliau ditanya oleh malaikat Jibril tentang Islam. Beliau menjawab:
أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُولُ الله،وَتُقِيْمَ الصَّلاَة، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ،وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ البيْتَ إِنِ اِسْتَطَعتَ إِليْهِ سَبِيْلاً
Artinya: “Islam adalah engkau bersyahadat bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan, dan melaksanakan haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana.” (Diriwayatkan oleh Muslim)
Demikianlah Islam memperlihatkan bahwa sekadar mengucapkan syahadat tidaklah cukup, ia hanya salah satu dari sekian rukun-rukun Islam.
Kesaksian (syahadat) harus dibuktikan dengan kerelaan seseorang mengikuti ketentuan-ketentuan yang disyariatkan oleh Allah dan nabi-Nya, seperti menegakkan salat, menunaikan zakat, puasa Ramadan dan haji. Ini adalah konsekuensi logis dari ikrar seorang muslim sejak memutuskan memeluk Islam.
Mendudukkan Makna Pemaksaan yang Peyoratif
Tidak bisa dipungkiri bahwa pemaksaan adalah konsep yang memang ada dalam Islam, namun tidak benar apabila mengatakan Islam adalah agama pemaksaan atau agama yang eksis karena dipaksakan.
Di dalam literatur Islam hal ini telah dijelaskan dengan cukup detail. Setidaknya ada tiga istilah yang berkonotasi terhadap makna pemaksaan yaitu Taklif, Ikrah, dan Ijbar.
Pertama, Taklif
Taklif (تكليف) secara bahasa bermakna pembebanan, merupakan ism masdar dari kata كلف-يكلف-تكليفا yang bermakna membebani. Secara istilah bermakna suatu paksaan terhadap seseorang untuk mengerjakan sesuatu.
Kendati demikian, paksaan tersebut sekadar bentuk konsekuensi logis dari penerimaan seseorang atas sebuah keyakinan. Pekerjaan tersebut merupakan sebuah kewajiban bagi seseorang yang dibebankan Taklif terhadapnya (mukalaf).
Hal ini disebabkan ia telah secara sadar menjatuhkan pilihannya untuk mengikuti atau mengakui suatu keyakinan. Misalnya, salat lima waktu, puasa di bulan Ramadan, dan kewajiban-kewajiban agama lainnya.
Ini dianggap sama dengan kewajiban melaksanakan suatu aturan atau undang-undang negara, organisasi, dan sebagainya (Husein, 2020).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam surat al-Baqarah [2]: 286 yang berbunyi:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebaikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.”
Perihal ayat ini, as-Syeikh Muhammad Nawawi berpendapat Taklif Allah tidaklah membebani, tetapi justru menyesuaikan dengan kadar kemampuan seseorang.
Di dalam kitab tafsirnya, ia mengatakan bahwa Allah Swt tidak membebankan kepada kita sesuatu melainkan yang bisa atau sanggup kita pikul.
Atas dasar rahmat ketuhanannya, Allah Swt tidak menuntut kepada kita melainkan terhadap sesuatu yang gampang dan mudah.
Kedua, Ikrah
Ikrah adalah suatu pemaksaan terhadap seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, dengan suatu ancaman yang bisa membahayakan jiwa atau tubuhnya, tanpa yang bersangkutan mampu untuk melawan.
Sementara bagi orang yang dipaksa, perbuatan tersebut sebenarnya bertentangan dengan kehendak hati nurani dan pikirannya. Allah telah mengatakan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah [2]: 256 dan an-Nahl [16]: 106 yang berbunyi:
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam).”
مَنْ كَفَرَ بِاللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ اِيْمَانِهٖٓ اِلَّا مَنْ اُكْرِهَ وَقَلْبُهٗ مُطْمَىِٕنٌّۢ بِالْاِيْمَانِ
“Barangsiapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)”
Dari segi akibat hukum, maka antara Ikrah dan Taklif memiliki perbedaan yang berlawanan. Memaksa orang lain untuk melakukan sesuatu secara Ikrah dapat dipandang sebagai sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Jika perbuatan yang dipaksakan dilaksanakan, maka perbuatan tersebut dinyatakan batal demi hukum.
Sebaliknya, jika memaksa orang lain untuk mengerjakan sesuatu secara Taklif justru merupakan pahala, karena termasuk dalam kategori amar makruf nahi munkar atau dalam bahasa yang lebih umum pemaksaan tersebut dipandang dalam rangka penegakan hukum, pelakunya berdosa atau harus dihukum (Husain, 2020).
Ketiga, Ijbar
Secara etimologis kata Ijbar berasal dari kata dasar اجبر-يجبر-اجبارا bermakna ‘memaksakan dan mewajibkan untuk melakukan sesuatu’. Pengertian Ijbar berdasarkan kata dasarnya bisa juga memiliki makna القهر (memaksa) dan الالزام (pemaksaan). Sedangkan secara terminologis, Ijbar merupakan kebolehan seorang ayah atau kakek untuk menikahkan anak perempuan yang masih gadis tanpa izinnya. Secara eksplisit keterangan ini mengatakan bahwa ayah memiliki hak lebih terhadap anaknya yang masih gadis daripada anak itu sendiri.
Secara fikih, ayah dan kakek boleh menikahkan anak perempuan tanpa izin dari yang bersangkutan, yaitu perempuan yang masih gadis atau yang keperawanannya hilang bukan akibat hubungan seksual misalnya karena terjatuh, kemasukan jari, dan semacamnya.
Ijbar haruslah dibedakan dengan Ikrah yaitu pemaksaan yang dilakukan tanpa tanggung jawab, bahkan dianggap telah melanggar hak individu yang sering kali disertai dengan ancaman.
Ijbar adalah tindakan untuk melakukan perkawinan terhadap anak gadis yang didasarkan tanggung jawab dan hanya dilakukan ayah atau kakek. Ijbar dimaksudkan sebagai bentuk perlindungan atau tanggung jawab seorang ayah terhadap anaknya. Karena keadaan anaknya yang dianggap belum atau tidak memiliki kemampuan atau teman untuk bertindak. (Taufik, 2009)
Islam Hadir dengan Misi Kemaslahatan, Bukan Pemaksaan
Sebagai seorang muslim, kenikmatan paling penting dalam beragama adalah nikmat iman dan Islam. Sebagaimana telah diterangkan dalam surat al-Ma’idah [5]: 3 yang berbunyi:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”
Kendati dalam menjalankan hukum-hukum syariat terkesan penuh dengan pemaksaan. Hal ini merupakan konsep yang perlu dipahami oleh setiap orang Islam yang beriman bahwa segalanya yang disyariatkan tidak lain adalah demi kemaslahatan manusia di dunia maupun di akhirat.
Wallahu a’lam bisshawab.
Editor: Yahya FR