Keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia merupakan salah satu potensi luar biasa yang harus dijaga dan dilestarikan. Pemetaan budaya adalah sebuah pendekatan sistematis untuk merekam dan menampilkan informasi yang menggambarkan karakter dan signifikansi budaya dari sebuah tempat secara terintegrasi (Pillai, 2013) dengan memanfaatkan ruang publik.
Terdapat dua elemen penting dalam pemetaan budaya: Pertama, Tangible Element yaitu menyangkut bukti fisik yang ada dalam tempat lokasi budaya tersebut. Kedua, Intangible Element, yakni menyangkut nilai, norma, sejarah, hukum adat, dll dalam lokasi yang menjadi penelitian.
Pembangunan Perumahan Muslim
Munculnya pembangunan perumahan Muslim bukan semata-mata merupakan proyek berorientasi bisnis, melainkan didorong dan dipengaruhi oleh nilai-nilai ideologis dan agama khususnya agama Islam.
Hal menonjol yang menyebabkan kemunculan adanya perumahan komunitas Islam yaitu adanya kesamaan dalam aspek budaya seperti kesamaan ras (Junara and Mutiara 2019).
Hakim (1986); (2007) menulis tentang bagaimana prinsip-prinsip perencanaan kota dalam Islam yaitu:
- Setiap orang didorong untuk menggunakan hak individunya secara penuh dalam segala tindakan, namun tidak ada yang dirugikan atau merugikan.
- Saling ketergantungan antara penduduk di dalam kota dan struktur di mana mereka hidup mempertimbangkan “interdependence”.
- Privacy, setiap keluarga berhak atas privasi dari gangguan suara dan pandangan.
- Bangunan lebih tinggi, sebagai akibat peletakkan jendela, namun tidak boleh sampai mengurangi hak-hak tetangganya untuk mendapatkan sinar matahari.
Sound (2002) mengatakan faktor terbentuknya kota-kota muslim yaitu adanya hukum alam, kepercayaan dalam agama dan budaya, prinsip-prinsip desain yang berasal dari hukum syariah, dan prinsip-prinsip sosial sesuai dengan perspektif kesamaan keturunan, suku, maupun budaya. Terkait hal tersebut, dibutuhkan wadah sosial sebagai pembentuk solidaritas, tatanan sosial, pertahanan, dan perayaan keagamaan.
Komunitas Arab Kota Malang
Komunitas Muslim Arab Kota Malang adalah keturunan dari Yaman, yakni dari daerah Tarim dan Hadramaut. Munculnya komunitas Arab ini selain menyebarkan agama Islam, mereka juga melakukan perdagangan dan melakukan syiar Islam melalui perdagangan.
Komunitas Arab membentuk sebuah pemukiman sebelum tahun 1900. Permukiman yang mereka bentuk adalah permukiman kampung (Handinoto, 1996). Permukiman kampung merupakan permukiman yang memiliki lingkungan tradisional khas Indonesia, yang memiliki ciri kehidupan yang terjalin sangat erat dalam ikatan kekeluargaan (Suryandari, 2007) yakni termasuk dalam tipe masyarakat gemeinschaft.
Kampung Arab menjadi salah satu tipologi membentuk perkampungan muslim yang berada di Malang dan bersebelahan dengan kampung Kauman yang memiliki ras Arab sehingga disebut dengan kampung Arab.
Kampung ini memiliki tradisi yang didominasi tradisi masyarakat Arab dalam perilaku kesehariannya. Kampung Arab terletak di JL. Syarif Al Qadri No.20, Embong Arab, Kasin, Kec. Klojen, Kota Malang, Jawa Timur.
Karakter Komunitas Kampung Arab
Karakteristik sosial budaya ekonomi dari kampung Arab yaitu dominan masyarakatnya menganut agama Islam sehingga budaya masyarakat di sana sangat erat dengan ajaran-ajaran Islam.
Sementara itu, garis keturunan yang dianut yaitu sistem patriarki. Yang mana, garis keturunan primer dilihat dari seorang laki-laki. Kemudian selain karakteristik agama, terdapat juga aktivitas perdagangan seperti tekstil, parfum, mebel, cindera mata haji, dan adanya usaha makan khas makanan Arab yakni Rumah Makan Cairo.
Perdagangan yang terjadi tersebut menjadi ciri khas dan daya tarik Kampung Arab Kota Malang yang menjadi sentra tersendiri (Aryati, Antariksa, and Kusuma Wardhani 2012).
Lalu, Apa yang Dimaksud dengan Ruang Publik?
Ruang Publik merupakan tempat di mana terjadi interaksi sosial antar masyarakat yang terbagi menjadi dua dimensi. Pertama, sebuah lokasi atau tempat yang didesain seminimal mungkin, tempat bertemunya manusia, dan perilaku pengguna ruang publik untuk mengikuti norma yang berlaku di tempat tersebut.
Kedua, ruang publik merupakan realitas kehidupan sosial yang mana di dalamnya terdapat proses pertukaran informasi dan berbagai pandangan. Ruang Publik terbentuk karena adanya berbagai kekosongan aktivitas yang terjadi. Sehingga, masyarakat memanfaatkannya dengan menggunakan ruang publik dalam berbagai bentuk interaksi, baik dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, ataupun wisata.
Bagaimana Etika Ruang Publik Masyarakat Kampung Arab?
Kampung Arab di Kota Malang mayoritas didominasi Etnis Arab. Tapi, mereka tetap memperhatikan etika ruang publik dengan tetap melakukan hubungan interaksi dengan etnis lain.
Etika ruang publik terbentuk berdasarkan interaksi sosial yang terjadi antar etnis Arab dan etnis Jawa (Endarwati, Maria Christina Poerwati, Titik Widodo and Christina Poerwati, Titik Widodo 2018). Bentuk interaksi yang terjadi biasanya dilakukan melalui perdagangan, beribadah, dll di embong Arab.
Bentuk interaksi yang terjadi ketika beribadah lebih cenderung pada kesamaan religi. Kegiatan yang dilakukan antara etnis Jawa dan etnis Arab menggunakan ruang publik dengan periode waktu tertentu seperti di masjid dan musholla untuk kegiatan shalat berjamaah, lalu Masjid dan rumah warga untuk kegiatan pengajian setiap minggu di hari Kamis.
Lalu, terdapat hubungan saling mempengaruhi antara lokasi rumah dengan lokasi tempat bekerja dengan menggunakan beberapa ruang publik dan waktu tertentu oleh Etnis Arab dan Etnis Jawa seperti setiap hari di toko atau warung kecuali di hari Minggu, dan di kantor untuk periode waktu mulai Senin sampai Jumat.
Dengan demikian, pemetaan budaya memberikan esensi sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan unsur nilai, norma, keyakinan yang ada dalam masyarakat sesuai dengan ciri dan khas komunitas masyarakat tersebut dengan memanfaatkan ruang publik yang kosong.
Editor: Yahya FR