Kesuksesan jaringan Wali Songo berhasil mendakwahkan Islam tidak hanya di Pulau Jawa, namun hingga ke berbagai penjuru Nusantara. Berkat upaya dakwah Wali Songo Islam dikenal dan diterima oleh masyarakat Nusantara. Satu dari jaringan ulama Wali Songo itu adalah Sunan Bonang.
Biografi Sunan Bonang
Sunan Bonang merupakan putra Sunan Ampel. Dia diperkirakan lahir sekitar tahun 1465 M. Sebagai putra Sunan Ampel, ulama besar pada masanya, sejak kecil Sunan Bonang sudah dipersiapkan menjadi seorang ulama penyebar Islam. Sunan Bonang nyantri pada ayahnya, dan juga nyantri pada Syaikh Maulana Ishak di Malaka.
Selain dikenal punya kealiman yang mumpuni, Sunan Bonang juga dikenal memiliki kesaktian yang luar biasa. Hal ini tergambar dalam cerita pertemuan Sunan Bonang dengan Raden Said, Sunan Kalijaga, yang menjadi muridnya. Sebagaimana W.L. Olthof dalam Babad Tanah Jawi menceritakan bahwa, pada suatu hari, Sunan Bonang yang sedang melakukan perjalanan dibegal oleh Raden Said. Sang sunan dalam kondisi tersebut tetap tenang, dan berkata, “Besok, jika ada orang yang lewat sini dengan pakaian serba hitam serta bersumping bunga wora-wari (bunga sepatu) merah, maka begallah dia.”
Raden Said menuruti perkataan Sunan Bonang itu. Dia kemudian melepaskan sang sunan. Namun, anehnya, selama tiga hari lebih, Raden Said menghadang orang yang berpakaian serba hitam bersumping bunga wora-wari merah, ternyata yang dihentikan oleh Raden Said adalah Sunan Bonang yang (seakan) menjadi empat. Saat itu, Raden Said ketakutan, dan memilih bertobat dari perbuatan jahatnya. Sunan Bonang kemudian menerima Raden Said sebagai murid dengan julukan Sunan Kalijaga. (Olthof, 2017: 29).
Pendekatan Dakwah Sunan Bonang
Sebagaimana diketahui bahwa pendekatan dakwah Sunan Bonang dilakukan dengan memanfaatkan seni dan budaya Jawa sebagai media dakwah. Gaya ini juga diikuti oleh muridnya, yaitu Sunan Kalijaga. Pendekatan dakwah yang demikian membuat Sunan Bonang berhasil mengenalkan Islam pada masyarakat nusantara dengan cara yang ramah dan damai.
Saking kerasnya pendekatan dakwah Sunan Bonang muda, dia mengubah aliran Sungai Brantas (Sunyoto, 2017: 238), dan merusak arca yang dipuja penduduk setempat. Dia megutuk penduduk desa karena kesalahan satu orang warga. Akibat pendekatan dakwah yang terlampau keras, boro-boro masyarakat kala itu menerima Islam, yang ada malah Sunan Bonang muda menghadapi resistensi dari penduduk Kediri, sehingga dia harus melawan pemuka dari penganut ajaran Bhairawa-bhairawi Kediri, yaitu Ki Buto Locaya dan Nyai Plencing. (Sunyoto, 2017: 244).
Kegagalan Dakwah Sang Sunan
Namun siapa sangka di balik prestasi luar biasa ternyata Sunan Bonang pernah kurang berhasil dalam dakwah Islam. ketidak-berhasilan ini dialami oleh Sunan Bonang pada awal karirnya sebagai penyebar Islam di Kediri. Sebagaimana Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo berdasarkan Babad Daha-Kediri menjelaskan bahwa,usaha dakwah awal yang dilakukan oleh Sunan Bonang muda di pedalaman Kediri adalah dengan pendekatan yang cenderung keras. (Sunyoto, 2017: 244).
Meski dapat memenangkan pertempuran, namun upaya dakwah yang dilakukan oleh Sunan Bonang di Kediri tidak berhasil. Tentu sang Sunan paham betul bahwa bukan kemenangan dalam pertempuran yang menjadi tujuan dakwah, melainkan adalah penerimaan masyarakat terhadap Islam sebagai agama. Sayangnya, dengan pendekatan dakwah Sunan Bonang muda yang cenderung keras, membuat masyarakat Kediri kala itu belum menerima Islam.
Sebagaimana Agus Sunyoto menjelaskan bahwa, “Ketidak-berhasilan Sunan Bonang menyebarkan Islam di Kediri, sedikitnya terlihat dalam catatan Babad Sangkala yang menandai tahun 1471 J/1548 M sebagai kedatangan Raja Giri (Sunan Prapen) ke Kediri. Pada tahun 1473 J/1551 M, Babad Sangkala mencatat bahwa “Daha dibakar habis”, yang menunjuk bahwa Kediri jauh setelah masa Sunan Bonang masih belum menerima Islam….” (Sunyoto, 2017: 246).
Sunan Bonang yang kurang berhasil berdakwah di Kediri, kemudian pergi ke Demak dan menjadi Imam Masjid Demak. Setelah itu, Ia meninggalkan jabatan Imam Masjid Demak, dan pergi ke Lasem, tepatnya di daerah Bonang.
Di Lasem, selain menjalankan tugas dari kakaknya, Nyai Gede Maloka, yang meminta Sunan Bonang untuk merawat makam nenek mereka, putri Bi Nang Ti, di Puthuk Regol, dan makam Pangeran Wirabajra dan Pangeran Wiranagara, mendiang ayah mertua dan suami Nyai Gede Maloka (Sunyoto, 2017: 248-249), Ia juga terus melanjutkan dakwah Islam.
Hikmah Dakwah
Dari kegagalan dakwah Islam dengan cara keras, Sunan Bonang belajar bahwa dibutuhkan pendekatan dakwah yang lebih ramah agar Islam dapat diterima sebagai agama oleh masyarakat nusantara. Dirinya tidak lagi berdakwah dengan cara yang cenderung keras bermodal kesaktian dan kekuatan fisik, melainkan melakukan dakwah dengan cara yang ramah memanfaatkan seni dan budaya sebagai media dakwah. Sehingga, dengan pendekatan yang lebih ramah, Sunan Bonang menjadi salah satu Wali Songo yang berhasil mengembangkan dakwah Islam di tanah Jawa.
Editor: Dwiki Bagus