Perspektif

Studi di Luar Negeri Tanpa Bahasa Inggris? Bisa Kok!

3 Mins read

Jawaban “bisa” atas pertanyaan “Apakah bisa studi di luar negeri tanpa bahasa Inggris?” adalah jawaban yang diinginkan oleh penanya yang kemungkinan tidak memiliki kemampuan bahasa yang cukup.

Tapi sebenarnya hal itu bukanlah jawaban yang sebenarnya. Atau, menunjuk kepada hal yang ideal atau hal yang bersifat “seharusnya”. Berbagai kampus yang memiliki reputasi internasional yang baik, tentu menyaratkan score kemampuan bahasa Inggris yang cukup. Bahkan standar cukup ini dinilai “terlalu tinggi” oleh sebagian siswa Indonesia, karena Inggris bukanlah bahasa ibu dan bahasa nasional yang mereka miliki.

Berbagai kampus di Australia, Inggris dan Amerika misalnya, meminta score IELTS antara 6.5, 7.0 dan bahkan ada yang lebih tinggi dari itu. Padahal di tanah air, bagi yang kemampuannya pas-pasan mendapatkan score 5.0 sudah sangat lumayan.

Sebenarnya, bukan score yang diinginkan. Score hanyalah petunjuk bahwa kita memiliki kemampuan bahasa Inggris tertentu. Dengan kemampuan itu, kita harus bisa berbicara, memahami lawan bicara, membaca dan menulis dalam bahasa tersebut. Perkuliahan diselenggarakan dalam bahasa Inggris. Buku-buku, jurnal-jurnal dan bahan perkuliahan lainnya juga berbahasa Inggris. Sementara itu, tugas-tugas kuliah seperti presentasi dan makalah, juga dalam bahasa Inggris. Jadi, itulah bahasa yang kita gunakan sehari-hari di dunia akademik.

Di luar dunia kampus, cari kos-kosan, cari kontrakan, mengurus administrasi apapun dan bahkan membeli sesuatu atau membeli makanan dan minuman, memerlukan bahasa Inggris “yang dapat dimengerti” satu sama lain sebagai media komunikasi. Singkat cerita, untuk survive di luar kampus diperlukan bahasa Inggris yang baik.

Sekedar Jalan Keluar

Jadi, bagaimana solusinya? Kalau kita punya cukup uang, kita bisa kursus bahasa Inggris yang ditempuh dalam waktu dan cara yang tidak instan. Jika tidak ada biaya, maka kita bisa “menggunakan” bahasa Inggris sebagai bagian dalam kehidupan kita secara bertahap, sedikit demi sedikit, tapi efektif.

Baca Juga  Membumikan Konsep Pancasila Sebagai Dar al-‘Ahdi Wa al-Shahadah

Kita bisa mulai membaca surat-surat kabar yang berbahasa Inggris. Akan lebih baik, membacanya bersuara lebih keras dan bukan berbisik. Kalau tidak yakin dengan pengucapan yang benar, kita perlu belajar dari kamus yang tersedia di internet. Ada banyak juga audio book yang bisa kita baca sembari menirukan bacaan penutur Inggris asli.

Kita mesti terbiasa mendengar dan menonton berbagai obrolan dalam bahasa Inggris. Di YouTube banyak sekali. Untuk program yang inspiratif, kita bisa misalnya, menonton TEDX. Kalau tidak yakin bahwa kita mengerti dengan apa yang disampaikan oleh narasumber dalam program TEDX, maka kita bisa mengaktifkan subtitle bukan dalam bahasa Indonesia, tapi dalam bahasa Inggris.

Akan lebih menarik jika kita terbiasa menonton dan mendengarkan siaran berita seperti Al-Jazeera, BBC atau ABC News. Sekali lagi, kita bisa mengaktifkan subtitle dalam bahasa Inggris dan jangan lupa untuk menirukan mereka berbicara.

Untuk menulis, tulislah sedikit demi sedikit. Kalimat demi kalimat dan pada akhirnya menjadi paragraf. Paragraf kita bisa dikoreksi oleh aplikasi seperti Grammarly atau yang lainnya. Bahkan, kalau punya teman yang punya kemampuan lebih baik, jangan sungkan untuk memohon agar paragraf kita dikoreksi. Setiap hari, satu paragraf.

Untuk kemampuan berbicara, memulailah dengan diri sendiri di hadapan cermin. Hapalkan dan lafalkan sebagaimana penutur asli mengucapkannya. Kalimat demi kalimat. Kalau sehari kita bisa berbicara sendiri satu paragraf, maka semakin hari, semakin banyak kata, kalimat dan struktur yang kita punya dan teritanam secara permanen di kepala kita. Maka ketika berbicara dengan orang lain dalam bahasa Inggris, kita hanya perlu fokus pada apa yang kita bicarakan, bukan bahasa Inggrisnya, atau benar-salah tata aturan kebahasaannya.

Baca Juga  Utopia Pembebasan UKT

Semakin sering digunakan, maka akan semakin berkembang kemampuan bahasa Inggris kita. Semakin lama digunakan, juga akan semakin meningkatkan kemahiran dan kelancaran bahasa Inggris kita. Bahasa adalah hal yang fungsional dan perlu dilatih terus-menerus. Jadi, kita tidak perlu berpikir terlalu banyak mengenai hal ini, apalagi berlebihan.

Mungkin satu atau dua tahun adalah persiapan yang cukup untuk mahir berbahasa Inggris dan sudah siap bertahan hidup di negara orang. Namun sekali lagi, tidak ada yang instan. Hanya perlu dinikmati prosesnya sedikit demi sedikit, sehingga menjadi kebiasaan yang mengasyikkan.

Jadi kalau ada pertanyaan, apa bisa kuliah di luar negeri seperti di Australia, Amerika atau Inggris tanpa bahasa Inggris? Saya tidak perlu menjawab bisa atau tidak. Tapi saya akan bertanya, apa yang bisa saya bantu untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris yang dimiliki? Tentu, saya juga pembelajar bahasa ini. Bahasa Inggris saya tidak bagus seperti bule-bule. Tapi sekurang-kurangnya saya punya kesempatan untuk berbagi tentang proses belajar bahasa Inggris yang menyenangkan, hemat biaya, dan efektif.

Editor: Soleh

Avatar
89 posts

About author
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, Direktur Riset RBC Institute A Malik Fadjar.
Articles
Related posts
Perspektif

Jadi Suporter Timnas Memang Melelahkan, tapi Harus Jaga Akhlak Juga

3 Mins read
Sepak bola Timnas Indonesia akhir-akhir ini menjadi pusat perhatian mayarakat Asia , bahkan juga dunia. Hal ini terlihat dari peningkatan peringkat Federation…
Perspektif

Benarkah Islam di Asia Tenggara Bukan Bagian dari Dunia Islam?

3 Mins read
Islam di wilayah Asia Tenggara memiliki karakteristik atau watak yang berbeda dengan wilayah lain, khususnya di Timur Tengah. Karakteristik Islam di wilayah…
Perspektif

Bayang-Bayang Seni Kiai Dahlan di Muhammadiyah

3 Mins read
Belum lama ini kita dihebohkan dengan perdebatan seputar hukum musik dalam Islam. Sebenarnya persoalan ini adalah khilafiyah. Karenanya tulisan sederhana ini tidak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *