Perspektif

Banjir Jakarta dalam Pandangan Teologis dan Politis: Islah-Islah-Islah

1 Mins read

Banjir Jakarta

Mari berbenah! Tinggalkan sisa politik yang bikin lelah karena gaduh yang terus. mari menahan diri!

Musibah; banjir, puting beliung, kekeringan, kelaparan, bahkan rasa cemas dan takut, adalah ujian agar kita bertambah ingat, bertambah syukur, dan kembali ke jalan tobat. Bukan bertengkar dan terus saling menyalahkan.

Apapun yang menimpa kaum mukminin dari rasa cemas atau duri yang menusuk kaki, akan menjadi kafarat bagi kesalahan dan dosa yang dilakukan. Yang dibutuhkan adalah kesabaran terhadap ujian, ulet berikhtiar kemudian bertawakal menghamba dan ridha terhadap ketetapan.

Setiap umat selalu diuji. Dari umat para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW, para sahabat nabi SAW juga diuji dengan rasa takut cemas lapar hingga kalah dalam perang. Semua dilalui dengan kesabaran dan tawakal.

Nikita Khurchef, perdana menteri Rusia berseloroh “jangan percaya politisi, ia kerap berjanji membangun jembatan di mana tak ada sungai”. Suka berjanji itu pekerjaan utama politisi. Janji hidup sejahtera, janji tentang keadilan dan kemerataan, dan janji-janji lain yang tidak kelihatan.

Banjir Jakarta salah satunya. Selalu riuh dan tak pernah sepi dari pernyataan politik. Hingga sulit membedakan mana yang janji politik dan mana yang serius bekerja untuk rakyat. Semua mengaku bekerja untuk rakyat. Meski realitasnya, rakyat terus tenggelam hingga ke ruang paling dasar.

“Jakarta tenggelam karena tanah terus melorot akibat pengambilan air bawah tanah yang tidak terkendali. Akibatnya, air tertahan dan tak bisa langsung mengalir ke laut” kata salah seorang peneliti lingkungan yang tak mau disebutkan namanya. Apa hanya itu ? Bukan. Masih banyak sebab lain. Sungai salah satunya. Belum lagi gaya hidup warga Jakarta.

Sampai disini saya gagal paham, apakah normalisasi dan naturalisasi sungai itu program politik atau program yang dibutuhkan rakyat DKI. Meski keduanya gagal dan tetap saja DKI tenggelam makin dalam.

Baca Juga  Wajah Islam Timur Tengah: Konflik Politik Tak Kunjung Usai

Untung Saya Muhammadiyah

Perdebatan terus bergulir dari soal penyebab banjir hingga teknis mengurai sungai agar kembali jinak. Dan air kembali lewat sungai Bukna Ngawur masuk rumah penduduk hingga lewat jalur padat.

Jika saja semua kembali pada kepentingan yang lebih besar, maka banjir Jakarta dan bencana lain di tanah air akan cepat selesai hingga akar masalahnya. Tapi sayang, para pemimpin kita masih suka menunjukkan ‘aku’-nya. Tak ada yang mau mengalah dan terus mencari alasan dan dalih untuk pembenaran. Akibatnya, rakyat banyak jadi korban karena tengkar para politisi yang tak ada ujung.

Beruntung, saya MUHAMMADIYAH! Maka saya bisa menolong meski sedikit lewat MDMC.

Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *