Report

Ketua PWM DIY Sidang Promosi Doktor, Ungkap Kepemimpinan Servant Leader Pak AR

5 Mins read

IBTimes.ID – Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY Muhammad Ikhwan Ahada resmi menyandang gelar doktor di bidang Psikologi Pendidikan Islam pada hari ini, Selasa (13/6/2023). Dalam sidang promosi doktornya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, ia membacakan hasil disertasi berjudul Oase Kepemimpinan K.H. A.R. Fachruddin sebagai Servant Leader (Analisis Psikologi Kepemimpinan).

Aspek Kepemimpinan Servant Leader Pak AR

Dalam disertasi tersebut, Ikhwan Ahada menyampaikan bahwa K.H. A.R. Fachruddin atau akrab disapa Pak AR memiliki pola kepemimpinan sebagai seorang servant leader. Misalnya, Pak AR selalu mendengarkan. Hal ini bisa dilihat ketika Pak AR mendengarkan keinginan seseorang agar jenazah ayahnya yang merupakan jenazah non muslim itu disalatkan. Menurut tinjauan psikologi, pemimpin selain memiliki kemampuan public speaking yang bagus juga harus memiliki kemampuan untuk mendengarkan keluhan, nasehat, dan gagasan dari bawahan dan orang lain.

Pak AR juga mudah menerima orang lain sekaligus memiliki empati yang dalam. Hal ini ia lakukan berkali-kali. Pertama, ketika Pak AR menerima pandangan dari Pak Wedana dan bersimpati dengan kecelakaan yang dialaminya. Ia juga bersimpati dengan tukang becak yang ingin membeli buah durian tetapi tidak memiliki uang. Pak AR bersikap welas asih terhadap tukang becak yang terluka karena kecelakaan. Bahkan, Pak AR pernah membatalkan jadwal ceramah di depan pejabat karna bertepatan dengan jadwal ceramah di depan Wong Cilik di Kali Code.

Dalam tinjauan psikologi, menurut Ikhwan Ahada, menerima orang lain dan empati adalah bentuk kesejahteraan psikologi. Sikap menerima, menolong, dan empati terhadap orang lain merupakan suatu regulasi prososial.

Aspek ketiga yang dilihat dalam disertasi ini adalah terkait kemampuan memprediksi. Ada dua contoh yang diberikan. Pertama, ketika Pak AR memberikan gambaran tentang pemimpin Muhammadiyah yang akan datang. Kedua, Pak AR melatih kader muda Muhammadiyah dengan DIKLAT. Dalam tinjauan psikologi, gambaran tentang masa depan dapat dituangkan dalam visi. Sehingga seorang pemimpin harus menyiapkan jalan untuk mencapai hal tersebut, serta menyiapkan generasi penerus.

Pak AR memiliki kekuatan persuasif yang relatif kuat. Hal ini dibuktikan ketika ia mampu memimpin Yasinan gaya baru. Ia juga mampu meyakinkan para tokoh Muhammadiyah Aceh dalam sebuah kasus tertentu yang tidak mudah. Bahkan, Pak AR mampu menjadi imam salat tarawih jamaah NU dengan membuatnya menjadi 11 rakaat tanpa ada paksaan apapun, melainkan dengan gaya diplomasi yang sangat unik. Ciri pemimpin yang baik, menurut Ikhwan Ahada, adalah mampu meningkatkan kepercayaan bawahan dan orang lain terhadap dirinya. Sehingga mereka dengan sukarela mengikuti apa yang pemimpin inginkan tanpa melibatkan unsur paksaan.

Baca Juga  Zaki Amrullah: Muhammadiyah Optimis Bisa Maksimal dalam Media Digital

Aspek kelima dari kepemimpinan Pak AR adalah konseptualisasi. Hal ini ia lakukan dengan membuat berbagai pedoman, menyarankan agar semua fakultas di Perguruan Tinggi Muhammadiyah harus diajarkan Alquran, melatih dan mendukung kader untuk bisa berpartisipasi dalam politik dengan tujuan dakwah, serta membuat Muhammadiyah memiliki semakin banyak aset. Pemimpin yang baik, dalam tinjauan psikologi, adalah yang mampu menyeimbangkan tujuan jangka pendek dan panjang serta mengelolanya secara baik dengan cara melihat kebutuhan masyarakat dan realitas yang ada.

Pak AR juga menyembuhkan. Aspek ini terlihat ketika ia menggunakan politik helm untuk menerima asas tunggal Pancasila dan tidak lagi terlibat dalam urusan Partai Parmusi. Hal ini membuktikan bahwa Pak AR melalui tindakan dan ucapannya mampu meyakinkan dan memotivasi bawahan serta masyarakat luas.

Aspek selanjutnya dari kepemimpinan servant leader Pak AR adalah melayani. Contohnya, Pak AR dengan senang hati berdakwah di lokalisasi. Contoh lainnya adalah ketika ia rela diboncengkan dengan sepeda ontel untuk berceramah di UMY. Pemimpin pelayan akan selalu mengedepankan kebutuhan orang lain dengan cara memberikan pelayanan semaksimal mungkin tanpa memperhatikan kepentingan dirinya.

Pak AR memiliki komitmen yang kuat pada pertumbuhan manusia. Pak AR memperhatikan pendidikan anak dan keluarga, mendidik anak kos, serta berusaha untuk meningkatkan sedekah jamaah. Dalam tinjauan psikologi, servant leader menunjukkan eksistensinya melalui pengembangan pribadi, profesi, dan spiritual setiap individu di bawah kepemimpinannya.

Aspek terakhir yang dilihat oleh Ikhwan Ahada dalam disertasi ini adalah membangun komunitas. Pertama, Pak AR sering membelikan makanan untuk karyawan PP Muhammadiyah. Kedua, ia membantu para karyawan mengatasi masalah-masalah mereka. Ketiga, Pak AR suka bersilaturahmi kepada pemuka agama di daerah. Keempat, menjalin hubungan baik dengan pemimpin negara. Seorang servant leader menunjukkan bahwa sejatinya komunitas dapat dibentuk dari anggota ataupun masyarakat pada umumnya. Sehingga ia akan terus berusaha menjalin hubungan yang baik dengan siapapun.

Baca Juga  Pak AR, Bermuhammadiyah Luar dan Dalam

Biografi Pak AR

Pak AR lahir dari pernikahan KH Fachruddin dengan Siti Maimunah. Sebagai Penghulu di Pakualaman, KH Fachruddin selalu menjadi Imam Masjid Pura Pakualaman, sehingga dikenal sebagai Kyai Pura. KH Fachruddin menikah ke dua kalinya dengan seorang janda bernama Siti Maimunah binti KH Idris, Penghulu di Pakualaman pada masa ketika KGPAA Paku Alam VII. Pernikahan Siti Maimunah dengan suami pertamanya (H.M. Nuh, saudagar batik dari Kauman) memiliki dua puteri yaitu Siti Wagiyah dan Siti Asmah.

Adapun hasil pernikahannya dengan KH Fachruddin memiliki putra sebanyak 10 orang, yaitu: (1) Siti Waqi’ah (Nyai Abdul Kadir), tinggal di Blawong, Gondowulung, (2) Siti Umi Rohmah (Nyai H. Dalhar), tinggal di Kedung Bule, Trimurti, Srandakan, Bantul, (3) Nyai Zuhriyah, (Nyai Karso), semula tinggal di Kotagede kemudian kembali ke Banaran setelah Kyai Karso meninggal, (4) Badingah, meninggal masih kecil, (5) Slamet, meninggal masih kanak-kanak, (6) Abdur Rozaq (K.H. A.R. Fachruddin), tinggal di Puro Pakualaman, (7) Dja’far, meninggal masih kanak-kanak, (8) Hadi, meninggal masih kanak-kanak, (9) Rowani, meninggal masih kanak-kanak, dan (10) Lukman atau Zainudin.

K.H. A.R. Fachruddin pada usia 7 tahun menuntut ilmu di Standard School Muhammadiyah Bausasran, Danurejan, Yogyakarta tahun 1924, dua tahun kemudian tepatnya 1926 beliau pindah sekolah ke Standard School Muhammadiyah Prenggan, Kotagede, Yogyakarta. Beliau tinggal bersama kakaknya bernama Ny. Zuhriyah Karso. Selanjutnya setelah tamat dari Standard School Muhammadiyah Prenggan, Kotagede, pada tahun 1928 beliau masuk ke Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Namun belum selesai belajar (sampai kelas 2, tahun 1929) di Madrasah terakhir itu, K.H. A.R. Fachruddin dipanggil oleh ayahanda pulang ke Bleberan, Banaran, Kulonprogo.

Selanjutnya beliau belajar beberapa ilmu seperti kitab Jurumiyyah, Subuluu as-Salam, Riyaadhu ash-shaalihin, Qathrul Ghaits, Matan Tarqib, dan Syarah Taqrib. Selain belajar kepada ayahnya sendiri,  K.H. A.R. Fachruddin muda juga belajar kepada Kyai Abdullah Rasad, Kyai Abu Amar dan lain-lain. Pada malam harinya K.H. A.R. Fachruddin menimba ilmu agama di sekolah Wustha Muhammadiyah, Wanapati, Sewugalur, Kulon Progo.

Selanjutnya pada tahun 1932, K.H. A.R. Fachruddin melanjutkan belajarnya di Madrasah Darul Oeloem (DO) Muhammadiyah, Kulonprogo. DO diasuh oleh seorang alumni Madrasah Mu’allimin bernama M. Dawam Rozy, dengan nomor stammbook nomor 1. Barulah pada tahun 1934 melanjutkan ke sekolah Tabligh School (Madrasah Muballighin III) Muhammadiyah di Suronatan, Yogyakarta. Setelah menyelesaikan sekolah ini, K.H. A.R. Fachruddin tidak lagi melanjutkan pendidikan formalnya.

Baca Juga  Riwayat Pengajian Muhammadiyah di Masa Awal

Di penghujung tahun 1934 – tahun 1944 : K.H. A.R. Fachruddin diminta menemani M. Dawam Razy melaksanakan tugas dari HofdBestuur Muhammadiyah ke Talang Balai, Palembang. Setelah pada tahun 1944 K.H. A.R. Fachruddin pulang dari Palembang bersama keluarganya, pada tahun 1950, ketika K.H. A.R. Fachruddin bertempat tinggal di Kauman, Yogyakarta. Beliau kembali belajar memahami agama Islam dari berbagai Kyai dan guru yang berada di Kauman. Kauman saat itu dikenal sebagai kampung yang memiliki banyak ulama dan Kyai yang menjadi rujukan para murid yang berada di daerah tersebut. Para Kyai dan guru sesepuh tersebut tersebar di kampung Kauman.

Pada tahun 1952 K.H. A.R. Fachruddin menjadi ketua Daerah Muhammadiyah Kotamadya Yogyakarta. Selanjutnya pada tahun 1953 beliau menduduki Ketua Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta.63 Tahun 1959-1962, K.H. A.R. Fachruddin dipilih sebagai salah satu wakil ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang saat itu bertindak sebagai ketua umumnya adalah Kol. H.M. Yunus Anis. Selanjutnya pada periode KHA Badawi tahun 1962-1968, K.H. A.R. Fachruddin Fachruddin masih terpilih menjadi wakil ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Pada tahun 1968 K.H. A.R. Fachruddin menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Hal itu sehubungan dengan wafatnya K.H. Faqih Usman hasil Muktamar ke-37 di Yogyakarta tanggal 21-26 September 1968. Beliau baru satu minggu mengemban amanah sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, pada hari Kamis, tanggal 3 Oktober 1968, meninggal dunia. Pada tahun 1975-1985: Kegiatan dakwah K.H. A.R. Fachruddin merambah ke media TVRI Stasiun Yogyakarta.

Beliau mendapatkan jadwal setiap malam Jumat sebulan sekali, dengan durasi waktu dua puluh hingga tiga puluh menit. Tercatat dalam buku karya K.H. A.R. Fachruddin “Satu Muharrom 1414 H” penggemar dari kajian beliau ini sangat banyak. Tidak hanya umat Islam yang menikmati uraian beliau tentang Islam namun juga umat Nasrani gemar pula mengikutinya. Namun demikian tidak sedikit pula orang Islam yang tidak menyukai dakwah K.H. A.R. Fachruddin, dengan model dan gaya khas beliau.

Reporter: Yusuf

Avatar
1447 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Anak Ideologis itu Amal Jariyah

1 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Pendakwah muda Habib Husein Ja’far Al Hadar menyebut anak ideologis lebih baik daripada anak biologis. Alasannya, karena perjuangan dengan…
Report

Alissa Wahid: Gus Dur Teladan Kesetaraan dan Keadilan

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid memberikan tausiyah pada peringatan Haul Gus Dur ke-15 yang bertempat di Laboratorium Agama UIN…
Report

Alissa Wahid: Empat Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Intoleransi di Indonesia

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid menyampaikan bahwa ada empat faktor utama yang menyebabkan tren peningkatan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds