Perspektif

Cara Mudah Menangkal Islamofobia Lewat Media Sosial

3 Mins read

“Meningkatnya Islamofobia di Abad Ke-21 ini..”, demikian Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional-Majelis Ulama Indonesia (HLN-MUI) Bunyan Saptomo sampaikan dalam pesan singkat pribadinya kepada Republika.co.id. Sebuah ungkapan lugas ini memiliki dasar dari berkembangnya fenomena Islamofobia di dunia terlebih khusus pada negara-negara Barat.

Contohnya, pada 23 September 2023 terdapat peristiwa perobekan Al-Quran di Eropa oleh Patriotic Europeans Against the Islamization of West (Pegida) di depan Kedubes Republik Indonesia, Turkiye, dan Pakistan di Den Haag, Belanda. Sebelumnya pernah terjadi peristiwa yang sama, dimana pada 28 Juni 2023 aksi tersebut dilakukan oleh Salwan Momika di depan sebuah masjid di Stockholm. Aksi di Swedia ini dipicu pertama kali oleh Rasmus Paludan, seorang politikus sayap kanan.

Menurut Abdel-Hady dalam karya tulisnya “Islamophobia…A Threat….A Challenge!” (2004), islamofobia sendiri tidak dapat dipisahkan dari masalah prasangka terhadap orang muslim dan orang yang dipersepsi sebagai muslim. Prasangka anti muslim didasari pada sebuah klaim bahwasanya Islam merupakan agama “inferior” dan menjadi sebuah ancaman terhadap nilai-nilai yang dominan di sebuah masyarakat.

Islamofobia sendiri muncul ketika pasca peristiwa 11 September 2001 di New York, kejadian penabrakan pesawat jet penumpang pada gedung World Trade Center (WTC) oleh kelompok militan Al Qaeda. Kemudian, Amerika Serikat mengeluarkan seruan melalui kebijakan luar negerinya, yaitu Global War On Terror untuk menumpaskan terorisme. Namun, kebijakan ini malah menyudutkan komunitas Islam dan seolah-olah Islam menjadi akar permasalahannya sehingga membentuk stereotip bahwasanya orang Muslim merupakan teroris.

Dengan adanya tuduhan-tuduhan ini pada agama Islam, orang Muslim perlu berusaha untuk menangkal dan mencerahkan terkait informasi-informasi yang tidak mendasar pada agama Islam. Penggunaan diplomasi digital yang menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dapat menjadi salah satu cara untuk diseminasi informasi. Terlebih lagi di zaman globalisasi ini, penggunaan internet sudah menjadi arus utama media informasi yang cepat mengalirnya ke seluruh dunia sekaligus sebagai pemanfaatan di era Industri 4.0.

Baca Juga  Melawan Narasi Populisme Islam ala Mu’tazilah

Manfaatkan Teknologi dan Media Sosial

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi salah satu alat instrumen untuk berdiplomasi agar dapat tercapainya suatu tujuan. Konsep diplomasi digital dirasa perlu untuk dapat berkomunikasi dan mempererat hubungan antar negara atau non-negara agar terciptanya Ukhuwah Insaniyah dalam menghilangkan Islamofobia.

Menurut Potter dalam Cyber-diplomacy: Managing foreign policy in the twenty-first century (2002), diplomasi digital atau e-Diplomacy ialah implementasi diplomasi dengan pemanfaatan teknologi digital dan jaringan, seperti internet, perangkat seluler, dan saluran media sosial.

Diplomasi digital pun dapat mengelola citra atau reputasi melalui pesan branding di media sosial. Selain itu, melalui diplomasi digital juga dapat menjangkau masyarakat lebih luas secara real time dan dapat membentuk interaksi, keterikatan dan memperoleh tujuan dari diplomasi itu sendiri. Dengan demikian, diplomasi digital tidak hanya dimanfaatkan sebagai diseminasi informasi saja, melainkan dapat membangun kesepahaman melalui dialog-dialog.

Dilansir dari Statista, per Juli 2023 terdapat sekitar 5,19 miliar pengguna aktif internet di seluruh dunia dari 64,6 persen penduduk dunia, dimana 59,9 persen atau 4,88 miliar merupakan pengguna media sosial.

Facebook menjadi media sosial terpopuler di seluruh dunia yang saat ini memiliki lebih dari 2,9 miliar pengguna aktif bulanan. Facebook sendiri pun menaungi sosial media dibawahnya, seperti WhatsApp dan Instagram dengan jumlah berturut-turut, 2.000 dan 2.000 pengguna aktif bulanan. Adapun urutan kedua diduduki oleh platform Youtube dengan jumlah 2.514 pengguna aktif bulanan.

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa disinilah pemuda Islam dapat berperan sebagai diseminasi informasi untuk berkontribusi dalam membendung Islamofobia. Lewat media sosial mereka masing-masing. Sebagaimana dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, “Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat”.

Strategi Melawan Islamofobia

Dengan demikian, sampaikan agama Islam sesuai dengan ajaran Rasulullah sebagai figur identifikasi (uswah hasanah) bagi umatnya (QS. Al Ahzab: 21) yang tercantum pada Al-Quran dan Hadist. Adapun beberapa strategi untuk kedepannya yang dapat dilakukan oleh para pemuda Islam untuk melawan Islamofobia, antara lain:

  1. Membentuk dan mengikuti kelompok belajar dengan bertukar budaya dan agama dari seluruh negara di dunia untuk memperkenalkan Islam secara baik, Contohnya GreenFaith. 
  2. Memanfaatkan peran pemuda masjid untuk menyebarkan syiar Islam di sosial media, dengan memberikan informasi-informasi terkait agama Islam menggunakan dwi bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
  3. Memperkuat jurnalisme Islam dengan membentuk jaringan kelompok jurnalis secara nasional maupun internasional,dengan satu visi menyuarakan anti-Islamofobia.
  4. Berkolaborasi dengan Instansi pendidikan, pemerintah, dan NGO luar negeri baik sesama agama Islam maupun non-Islam.
  5. Mengaitkan fenomena lingkungan,budaya,sosial dan politik maupun Hubungan Internasional bahwasanya Islam sesuai dengan perkembangan zaman. Umat Islam di Indonesia dapat menjadi contoh dalam penggambaran yang erat kaitannya dengan demokrasi dan toleransi, percampuran islam dalam adat istiadat,dan pengaruh rumah ibadah oleh budaya.
Baca Juga  How To Fly A Private Jet On Your Next Trip

Media digital menjadi salah satu cara untuk memperkenalkan secara luas apa itu Islam. Sebab media digital dapat menjadi ajang pembentukan perspektif pandangan masyarakat. Selain itu, dapat menjadi ajang silaturahmi antar saudara se-iman (ukhuwah islamiyah) dan saudara seluruh umat manusia (ukhuwah basariyah/insaniyah) dari seluruh dunia. Dengan demikian, dapat terjalinnya kesepahaman antar umat manusia sehingga mengikis tuduhan-tuduhan pada agama Islam yang tidak benar.

Editor: Soleh

Muhamad Fikri Asy'ari
1 posts

About author
Relawan Lingkungan di PRIMALI Berdaya
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds