Perspektif

Merayakan Kemerdekaan, Mari Jaga 3 Nikmat Besar Ini

2 Mins read

Kemerdekaan – 76 tahun Indonesia merdeka. Berjuang melawan penjajah dengan bertaruhkan nyawa.

Tidak sedikit yang gugur, ratusan bahkan ribuan para pejuang yang rela mati demi bangsa Indonesia. Perjuangan ini tentu bukan hadiah dari lawan. Ia murni perjuangan para funding foder.

Sekali lagi, ini bukanlah hadiah pemberian lawan. Ini adalah hadiah dari para pendiri bangsa untuk generasi kita dan generasi selanjutnya.

Setelah merdeka mereka berpesan kepada kita semua, “Nak, ini hadiah kemerdekaan dari kami. Tolong jaga dan rawat, ya”.

Berbagai macam cara untuk memperingati hari kemerdekaan mulai dari upacara kebangsaan, berbagai macam lomba, dan lain-lain.

Harapan kita tentu tidak ingin kemerdekaan ini hanya seremonial belaka. Agar tidak seremonial belaka, setidaknya ada 3 nikmat besar yang harus kita jaga dan rawat, pertama, sumber daya alam. Kedua, sumber daya manusia, dan, ketiga, sumber daya ideologi (Pancasila).

Sumber daya Ideologi sebagai Pemersatu Bangsa

Pancasila diambil dari akar kata panca dan sila yang berasal dari bahasa sansekerta. ‘Panca’ berarti 5, sedangkan ‘sila’ berarti prinsip atau asas.

Pancasila resmi menjadi ideologi bangsa sejak 76 tahun. Itu artinya ia paten dan teruji dari rongrongan. Apapun agama, bangsa, suku, ras, dan bahasa harus mengakui bahwa pancasila sudah final.

Akan tetapi, nahas memang, ada sebagian orang atau kelompok yang ingin membentur-benturkan pancasila dengan agama. Ideologi khilaf-ah, misalnya, digoreng sedemikian rupa agar sentimen ummat Islam terpancing.

Kita harus belajar dari bangsa lain, jangan sampai agama menjadi alat untuk menggebuk pancasila sebagai ideologi bangsa.

Mengamini apa yang pernah dikatakan oleh Gus Yaqut Kholil Qoumas, Mentri Agama RI, “jadikan agama sebagai inpirasi, bukan aspirasi”. Ini berarti, menurut Gus Dur, agama itu adalah nilai-nilai luhur bukan institusi itu sendiri.

Baca Juga  Yudi Latif: Orang Indonesia Punya Mental Inferiority Complex

Karena itu, menurut Gus Dur,  tidak penting apa agama dan sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua manusia, maka orang tidak pernah tanya apa agamamu.

Mengembangkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per September 2020, penduduk Indonesia berjumlah 270.203.911 jiwa. Ini bukanlah hitungan angka belaka.

Jumlah ini harus dibarengi dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. Kuantitas penting, tapi apalah kuantitas tanpa kualitas.

Dalam al-Qu’an, mengembangkan SDM berkualitas setidaknya ada dua, pertama, berasaskan ketauhidan (beribadah kepada Tuhan).

Ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Al-Zariyat [51]. Karena itu, apapun aktivitasnya, pekerjaannya, serta kegiatannya harus dilandaskan berdasarkan ibadah.

Kedua, sebagai khalifah fil-ardh. Itu artinya kita adalah wakil Tuhan di bumi yang bertugas untuk memakmurkan dan akan dipertanggung jawabkan kelak di akhirat. Melalui dua konsep tersebut, Islam tidak pernah memandang remeh sumber daya manusia.

Sumber Daya Alam yang Melimpah

Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat dan batu jadi tanaman, begitu sebait sya’ir menggambarkan alam Indonesia. Akan tetapi sumber daya alam ini harus kita rawat jangan sampai dieksplotasi.

Peringatan akan eksploitasi alam telah disampaikan 14 abad silam yang terekam dalam QS. Ar-Rum [30]: 41

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia sehingga akibatnya Allah mencicipkan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka agar mereka kebali”.

Ibn ‘Asyur, sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah, berpendapat bahwa alam raya telah diciptakan Allah dalam satu sistem yang sangat serasi dan sesuai dengan kehidupan manusia.

Tetapi, manusia melakukan kegiatan buruk seperti penebangan liar, eksploitasi, pembakaran hutan dan lain-lain yang merusak sehingga terjadi kepincangan dan ketidakseimbangan dalam sistem kerja alam. (Al-Misbah, vol. 10: 237-238)

Baca Juga  Bagaimana Ilmu Psikologi Memaknai Hari Kemerdekaan?

Sudah seharusnya kita sebagai hamba yang diberi kepercayaan sebagai khalifah di bumi untuk menjaga, merawat serta memelihara lingkungan dengan sebaik mungkin.

Mengutip apa yang sering disampaikan oleh Gus Mus, Indonesia ini rumah kita, kita minum air Indonesia, tidur di bawah langit Indonesia, bahkan matipun dikubur di bumi Indonesia. Mari kita rawat dan jaga. Fastabiqul khoirot. Wallahu’alam bish-showab.

Editor: Yahya FR

ABDUS SALAM
1 posts

About author
Alumni STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Serangan Iran ke Israel Bisa Menghapus Sentimen Sunni-Syiah

4 Mins read
Jelang penghujung tahun 2022 lalu, media dihebohkan dengan kasus kematian Mahsa Amini, gadis belia 22 tahun di Iran. Pro-Kontra muncul terkait aturan…
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *