Feature

100 Tahun Pondok Modern Gontor: Terus Melahirkan Ulama dan Pemimpin Umat

4 Mins read

Pondok Modern Darussalam Gontor. Siapa yang tidak kenal atau merasa familiar dengan salah satu pondok terbesar dan tertua di Indonesia tersebut. Pondok Gontor telah berdiri sejak 20 September 1926/12 Rabiul Awwal 1345 H di desa Gontor Ponorogo hingga saat ini telah mencapai 100 tahun secara kalender hijriyah dan akan mencapai 1 Abad di tahun 2026 mendatang.

Pondok Modern Gontor hingga saat ini terus berkembang dan tetap eksis melahirkan para kader ulama dan pemimpin umat saat ini dan masa yang akan datang. Tentu hal tersebut tidaklah lepas dari Motto, Panca Jiwa, serta filsafat hidup sebagai dasar dan pegangan hidup Pondok Modern Gontor. Dimana semua itu terus selalu dijaga dan dirawat hingga saat ini. Salah satu contoh filsafat hidupnya adalah “Siapapun Masinisnya, Pondok akan selalu berjalan pada relnya.” Artinya, siapapun yang menjadi pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, ia akan terus memegang prinsip hidup Pondok Modern Gontor dan tidak ada intervensi atas hawa nafsu (kemauan) diri sendiri sesuai keinginan.

Begitu juga yang menjadi salah satu sintesa dasar Lembaga Internasional dalam pengembangannya, yaitu Universitas al-Azhar Kairo Mesir. Sebagai lembaga Pendidikan Tinggi tertua di dunia dengan wakafnya yang sangat luas, Universitas al-Azhar Mesir mampu memberikan beasiswa bagi ribuan pelajar dari berbagai belahan dunia hingga saat ini. Karenanya, tidak heran dalam masa awal-awal pendiriannya, Pondok Gontor telah mengikrarkan wakaf dirinya untuk umat Islam. Hal ini agar ketika Kyai-nya wafat pondoknya tidak ikut wafat, dan agar anak-anaknya (anak-anak Kyai) tidak ada yang berebut akan jabatan dan harta warisan.

Melahirkan Ulama dan Pemimpin

Selain dari tujuan, visi, misi, motto serta manajemennya yang selalu dijaga, diwariskan dan dilestarikan kepada para santri, kader dan para penerus perjuangan pondoknya. Pondok Gontor juga tidak pernah ketinggalan dalam memberikan kontribusi dan menelurkan para alumni-alumninya umat dan bangsa, dari skala Nasional maupun Internasional.  Hal tersebut tentunya dapat kita temukan di berbagai tulisan tentang kontribusi Pondok Gontor dalam melahirkan para tokoh besar di Indonesia baik pemimpin maupun ulamanya.

Baca Juga  Cerita Hadiah Sepatu dari Pak Karel Steenbrink

Sebut saja di dua ormas Islam terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Ada KH Idham Kholid (Ketum PBNU 1956-1984), KH Hasyim Muzadi (Ketum PBNU 2000-2010), Prof. Din Syamsuddin (Ketum Muhammadiyah 2005-2015). Demikian juga dari para pemimpin negara seperti Muhammad Maftuh Basyuni (Mantan Menteri Agama) Hidayat Nur Wahid, (Wakil Ketua MPR RI & Mantan Ketua MPR RI), Abdurrahman Mohammad Fachir, (Wakil Menteri Luar Negeri RI) dan lain sebagainya. Mereka itu adalah para ulama dan pemimpin dari sekian banyaknya jebolan Pondok Modern Darussalam Gontor.

Namun kendati demikian, menurut hemat penulis dari berbagai aspek serta kontribusinya dalam melahirkan para ulama dan pemimpin umat. Nampaknya Modern Pondok Gontor memiliki rahasia dibalik kesuksesan pendidikannya tersebut. Setidaknya ada tiga kunci kesuksesannya yang akan saya coba bahas di tulisan ini.

Selalu Menjaga dan Melestarikan Nilai-nilai Pondok   

Pondok Modern Darussalam Gontor selalu menjaga nilai-nilai pondok. Sebagaimana ini selalu diulang-ulang dalam setiap pertemuan santri dengan para Kyai Gontor. Mereka para santri akan terus diingatkan dan dipahamkan bahwa pondok ini selalu berpegang teguh pada jiwa, nilai, dan filsafat hidupnya, yaitu yang tertera dalam panca jiwa, motto dan panca jangka pondoknya. Hal ini bisa kita amati di setiap awal tahun ajaran baru. Para santri baru maupun lama bahkan seluruh elemen guru baik junior maupun senior di Pondok Gontor wajib mengikuti acara Pekan Perkenalan Khutbatul Arsy (Masa Pengenalan Pondok). Ini bertujuan agar mereka paham, mengerti dan tidak salah kaprah, tentang kepondokan, serta visi dan misinya untuk apa. Bahkan dalam mengingatkannya Gontor selalu berprinsip “Ping Sewu.”

Selain itu, Pondok Gontor juga selalu berpegang teguh pada prinsip filsafat kemandirian dan idealismenya sebagai lembaga pendidikan Islam pesantren yang tidak berpangku tangan pada siapapun kecuali Allah Swt. Hal tersebut terbukti sejak awal berdirinya sampai sekarang, tidak pernah ada papan iklan maupun banner-banner yang bertuliskan “telah dibuka PPDB/PSB di Gontor”maupun meminta sumbangan materil kepada pihak manapun dan lain-lain. Sebab sesuai prinsip Santri (penuntut ilmu) lah yang butuh pondok (menimba ilmu) bukan pondok yang butuh santri. Sama halnya di waktu Pondok Modern Gontor pada masa awal-awal pendiriannya adalah taman pendidikan al-Qur’an (TPQ), dimana santri lah yang mendatangi Kyai. Jika tempat Kyainya tidak mencukupi untuk menampung, maka dibuatlah gubuk-gubuk di sekitar rumah Kyai, sampai jadilah pondok. Jadi santri lah yang membutuhkan ilmu bukan sebaliknya.

Baca Juga  Sungkeman Tanpa Beban, Memaafkan Orang Tua di Hari Raya

Kalaupun di Pondok Modern Darussalam Gontor tidak ada santri yang masuk dan hanya satu orang saja, Gontor pun tetap berprinsip bahwa “Andaikata muridku tinggal satu, akan tetap ku ajar, yang satu ini sama dengan seribu, kalaupun yang satu ini tidak ada, aku akan mengajar dunia dengan pena.” (KH. Imam Zarkasyi).

Konsisten Melakukan Kaderisasi

Kaderisasi ini merupakan sesuatu hal wajib dilakukan oleh lembaga manapun tak terkecuali di Pondok Modern Darussalam Gontor. Pondok Gontor memasukkannya poin ini ke dalam salah satu poin Panca Jangkanya yaitu Kaderisasi. Dari kaderisasi ini lah, suatu lembaga akan tetap terus tetap eksis dan berkembang baik dari tahun ke tahun, puluhan bahkan ratusan tahun setelahnya. Tentu dalam merawat kaderisasi yang baik ini tidak semudah membalikan telapak tangan. Pasti di dalamnya memiliki banyak aturan dan sistem yang baik, agar tercapainya kontinuitas dan konsistensi dari nilai-nilai penting yang telah diajarkan oleh para pendirinya dan agar tidak melenceng dari relnya.

Pondok Gontor dalam merawat kaderisasinya selalu berpegang pada prinsip nilai, bahwa Pondok Gontor ini telah diwakafkan untuk umat bukan milik pendiri. Hal ini dilakukan supaya ketika Kyainya meninggal Pondoknya tidak ikut mati karena tidak ada yang meneruskan. Lebih dari itu juga, upaya itu dilakukan agar para santri tidak menyeleweng dari yang dikehendaki (ide) oleh para pendiri. Pondok Gontor dalam hal ini mengambil pelajaran dari banyak pesantren yang pada saat itu, dimana hanya mengandalkan kharisma Kyai pendirinya dan lupa akan kaderisasi. Meskipun pelan tapi akan perlahan-lahan pudar dan tak tau arah sepeninggalan Kyainya.

Sebab itulah, Pondok Modern Gontor selalu menggaungkan kaderisasi itu penting dengan slogan khasnya “Patah Tumbuh hilang berganti, sebelum patah sudah tumbuh dan sebelum hilang sudah ada gantinya.” Artinya, dinamika estafet regenerasi dan kaderisasi terus harus berjalan di Pesantren, baik bagi semua santri maupun guru dibina sebagai kader pelanjut perjuangan untuk merealisasikan idealisme pesantren, guna memberikan kebermanfaatan di masyarakat yang luas nantinya.

Baca Juga  Sektarianisme adalah Akar Terjadinya Krisis di Lebanon: Catatan Perjalanan dari Beirut

Menjaga Tradisi Wakaf

Wakaf di Pondok Gontor bukanlah sesuatu yang baru, apalagi asing. Bahkan Pondok Gontor sejak masa awal berdirinya sebagaimana diatas telah diikrarkan sebagai lembaga pendidikan Islam. Pondok Modern Gontor adalah wakaf milik umat bukan milik pribadi sejak tahun 1958. Hal itu tentu saja terinspirasi dari salah satu Universitas tertua di dunia, yaitu Universitas Al-Azhar Mesir. Dimana Al-Azhar mempunyai tanah dan dana wakaf yang tidak terhitung jumlahnya, kemudian memberikan beasiswa bagi banyak mahasiswa hingga bisa tetap eksis di tengah umurnya yang sudah mencapai 1000 tahun lebih.

Karenanya, Pondok Gontor ingin bercita-cita seperti al-Azhar Kairo baik dari sistem wakafnya, dan lain-lain. Pun dalam prakteknya, Gontor tidak hanya menghadirkan wakaf dalam bentuk materi (pondok dan seisinya), tapi juga wakaf dalam bentuk manusia di dalamnya (wakafa basyar), supaya dapat lebih memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat dan umat dan Pondok Modern Darussalam Gontor akan terus eksis hingga kapanpun.

Editor: Soleh

Ahmad Agus Salim
24 posts

About author
Mahasiswa Magister IAT Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds